PEMBANGUNAN JEMBATAN TERKENDALA HUTAN LINDUNG

Katrol Pengangkut TBS Dijadikan Jalan Pintas Warga Dua Desa di Rohul

Feature | Jumat, 20 September 2019 - 09:03 WIB

Katrol Pengangkut TBS Dijadikan Jalan Pintas Warga Dua Desa di Rohul
JAJAL KATROL: Salah seorang dari rombongan Sekda Rohul menjajal katrol yang digunakan untuk menyeberangi Sungai Batang Kumu di Kecamatan Tambusai, Rohul, Rabu (18/9/2019).(ENGKI PRIMA PUTRA/RIAU POS)

Katrol atau troli pengangkut tandan buah segar (TBS) kelapa sawit dijadikan sebagai alat untuk menyeberangi Sungai Batang Kumu di Rokan Hulu (Rohul), viral di media sosial (medsos). Ini dilakukan sebagai jalan pintas karena tak ada jembatan yang menghubungkan dua desa.

 


 

PASINGPENGARAIAN (RIAUPOS.CO) -- SEBUAH video dengan durasi 1 (satu) menit 29 detik di-upload oleh salah seorang warga di edsos. Peristiwa itu terjadi di Dusun Huta Bargot Desa Sungai Kumango Kecamatan Tambusai, Rohul. Troli yang disebut oleh masyarakat setempat itu milik pribadi Budiman. Troli itu semata-mata hanya untuk mengangkut produksi TBS Budiman di desa tetangga. Meski begiut, itu dimanfaatkan juga oleh masyarakat dua desa sebagai alat transportasi untuk membawa kendaraan roda dua menyeberangi Sungai Batang Kumu yang menjadi batas desa. Yakni antara Desa Sungai Kumango dengan Desa Batang Kumu.

Karena dengan menggunakan alat katrol itu, akses masyarakat menuju dua desa sangat dekat ketimbang harus melintasi jalan darat yang dibangun Pemkab Rohul. Penggunaan katrol troli itu, merupakan inisiatif masya­rakat tersendiri. Karena tidak adanya pembangunan jembatan, sehingga alat ala flying fox itu, dijadikan sebagai jalan alternatif, meski harus membayar Rp5 ribu sekali menyeberang.

Lebar Sungai Batang Kumu dari tebing ke tebing yang menjadi batas antara dua desa itu sekitar 45 meter. Diketahui, katrol sebagai troli untuk menyeberangi hasil TBS kelapa sawit masyarakat sudah berjalan 20 tahun sampai hari ini. Viral-nya video troli jadi perhatian publik dan disikapi langsung pemerintah. Mulai dari pemerintah pusat, Dinas PUPR Riau dan Kabupaten Rohul meninjau langsung kondisi di lapangan, Rabu (18/9).

Kades Sungai Kumango Ali Husin menyebutkan, jika melalui jalan darat dengan kondisi jalan pengerasan akan menghabiskan waktu sekitar 1 jam dari Desa Batang Kumu menuju Desa Sungai Kumango. Sehingga sejumlah masyarakatnya maupun masyarakat desa tetangga, lebih memilih menggunakan katrol pengangkut TBS  milik Budiman. Diakui Ali Husin, jarak dari Kantor Desa Sungai Kumango ke lokasi troli sekitar 13 km. Tapi kalau jalan umum yang dilalui cukup jauh sekitar 35-40 km menggunakan kendaran bermotor.

Ali Husin mengatakan, pemerintah desa sudah lama mengusulkan pembangunan jembatan yang menghubungkan kedua desa tersebut kepada Pemkab Rohul. Namun kendalanya dari dulu, dari Desa Sungai Kumango menuju desa tetanggga ada dua akses, satu jalan lintas menuju dari PT Marihat dan PT Cwim dan jalan umum yang masuk kedalam kawasan hutan lingdung Mahato. Namun akses jalan itu statusnya milik kawasan perusahaan perkebunan. Jika akses jalan itu diubah menjadi jalan kabupaten, tentu perubahan status jalan itu harus memenuhi aturan yang ada.

“Memang benar, status jalan darat menghubungi dua desa sangat dekat jika melintasi jalan perusahaan. Dan itu dibolehkan oleh kedua perusahaan untuk dilintasi masyarakat dari dua desa. Kalau dibangun jembatan, maka lokasi troli di seberang sungai sudah masuk ke jalan perusahaan perkebunan dan hutan lindung, ’’ tuturnya.

Dijelaskannya, dari kunjungan Dinas PUPR Riau ke lokasi troli alat mengangkut TBS masyarakat, direncanakan Pemerintah Provinsi Riau akan membangun jembatan gantung. Karena saat di lapangan, Dinas PUPR Riau mengukur lebar sungai batang kumu  sekitar 30 meter, jika dari tebing ke seberang tebing sungai batang Kumu panjangnya 45 km.

Diakuinya, pemerintah desa Sungai Kumango sudah mengingatkan masyarakat, untuk tidak menggunakan katrol sebagai alat menyerangi kendaraan roda dua, karena sangat membahayakan bagi keselamatan masyarakat. Sementara itu usai peninjauan ke lokasi troli, Sekda Rohul H Abdul Haris SSos MSi mengaku, selama ini peme­rintah daerah bukan tidak ada inisiatif membangun jembatan. Tapi ada sejumlah kendala dan pertimbangan pemerintah daerah, karena di seberang Sungai Batang Kumu terutama Dusun Marubi, status lahan di sana masuk ke dalam kawasan Hutan Lindung Mahato. Karena kawasan hutan lindung tidak boleh dibuka pemerintah daerah untuk membangun fasilitas akses jalan dan jembatan.

“Karena pemerintah daerah tidak mempunyai kewenangan untuk mengubah status hutan lindung itu, untuk dijadikan akses pembangunan jembatan,” ujar Abdul Haris kepada Riau Pos.

Terlepas seberang Sungai Batang Kumu Dusun Marubi, masuk dalam kawasan hutan lindung dan telah adanya permukiman penduduk sekitar 200 KK di sana, namun perubahan status kawasan Hutan Lindung Mahato, pemerintah daerah tidak punya kewenangan.









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook