EKSPEDISI BELA NEGARA TANPA SENJATA DI TUJUH PULAU 3T (2)

22 Jam Perjalanan, Terpaksa Berlabuh di Tengah Laut

Feature | Selasa, 22 Oktober 2019 - 14:33 WIB

22 Jam Perjalanan, Terpaksa Berlabuh di Tengah Laut
PERAHU NELAYAN: Tim Kas Keliling Bank Indonesia bersama Komandan KRI Barakuda 633 Mayor Laut (P) Moechammad Soeryo kembali dari Pulau Toboali, Bangka Belitung menggunakan perahu nelayan usai pelayanan penukaran uang rupiah, Rabu (16/10/2019).(LISMAR SUMIRAT/RIAU POS)

Bermesin 200 PK dan 250 PK, speedboat ini melaju di tengah pagi yang masih berkabut. Mang Tang, kapten speedboat menekan tuas gas. Bergerak lincah memecah mengikut arus air. Bunyi deru mesin berpadu dengan gesekan papan bodi speedboat. Semakin bergelombang, getaran semakin kuat. Penumpang sesekali tertawa saat kapten memacu speedboat.

Setelah 30 menit perjalanan, kapten speedboat baru menyadari arah melenceng dari arah. Ini baru disadarinya saat melewati jaring nelayan di tengah perairan Kuala Enok menuju Pulau Kijang. Harusnya speedboat melintasi perairan Desa Kuala Tengah. Karena terlewat, speedboat terpaksa melintasi perairan Kuala Patah Parang.

Baca Juga :AS Setujui Penjualan Senjata ke Israel Senilai Rp2,3 T

Perjalanan menjadi lebih lambat 30 menit. Harusnya tiba sekitar pukul 8.15 WIB, namun baru sampai sekitar pukul 08.45 WIB. Setelah sampai, speedboat langsung bersandar di Pelabuhan Riau Jaya, Kecamatan Reteh. Pelayanan penukaran uang di Pulau Kijang juga disambut antusias masyarakat sekitar. Masyarakat bergantian menukarkan uangnya di lokasi Kas Keliling BI di Kantor BRI Unit Pulau Kijang, Pulau Kijang, Reteh.

“Kami pedagang sangat memerlukan uang pecahan. Kalau tidak ada terpaksa menukar ke kedai terdekat,” ungkap Ihok, warga Pulau Kijang.

Pemilik toko Ihok Sell ini keperluan pecahan uang sangat tinggi. Karena keterbatasan sehingga ia terpaksa menjual pulsa operator telepon selular dari Rp5.000 menjadi Rp8.000.  “Harusnya pulsa Rp5.000 dijual Rp7.000. Kalau pun dijual Rp7.000 sebagian pembeli tak mau ambil uang kembalian. Mereka lebih memilih kembalian dalam bentuk permen,” ulasnya.

Tidak mau menerima kelebihan uang pecahan Rp1.000 memang sudah menjadi tradisi bagi sebagian masyarakat Pulau Kijang. Di mana uang kembalian tidak akan diambil melainkan diganti dengan sejenis permen. Riau Pos langsung menyaksikan ketika warga Pulau Kijang menolak pengembalian uang pecahan Rp1.000.

“Tak usah uang, ganti permen. Lebih manis,” sebut Mustofa usai berbelanja di salah satu mini market.

Kebiasaan warga ini awalnya diungkapkan karyawan minimarket, Caca. Wanita lajang ini menuturkan kebanyakan setiap pembeli enggan menerima uang pengembalian setelah berbelanja.

"Entah mengapa begitu. Setiap mau dibalikkan, pembeli tak mau menerima. Mereka maunya diganti permen saja. Makanya kami menyediakan sejenis permen untuk pengembalian uang kelebihan berbelanja," imbuhnya.

Permen bukankah alat pembayaran sah. Bank Indonesia melarang toko atau ritel yang menjadikan permen sebagai kembalian uang pembayaran dari pembeli. Hal ini karena uang rupiah harus dikembalikan dengan uang rupiah dengan pecahan yang lebih kecil.

"Alat pembayaran yang sah di Indonesia hanya Rupiah. Bukan Permen," tegasnya.(***)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook