Selanjutnya Am berencana menyekolahkan anaknya itu, namun karena tidak memiliki kartu identitas diri, dipastikan anaknya sulit untuk mengenyam pendidikan di Negeri Jiran tersebut. Seizin Ar mengarahkan ibu muda tersebut untuk tinggal di Rangsang, Meranti, tepatnya di rumah orangtua Ar. Setelah beberapa lama tinggal di Rangsang, Am kembali ke Malaysia, namun karena tidak ada yang menjaga anaknya itu, korban kembali dititipkan ke Tanjung Balai Karimun, tepatnya di rumah saudaranya Ar.
Setelah beberapa lama meninggalkan anak kandungnya dan bekerja di Malaysia, Am langsung tidak ada kabar di mana keberadaannya dan tidak ada sama sekali melakukan komunikasi.
Tersangka Paksa Mengasuh Korban
Tersangka yang suaminya masih ada hubungan keluarga dengan ibunya Ar meminta balita tersebut dibawa ke rumahnya dan mengasuhnya. Padahal ketika itu dia sudah memiliki empat orang anak.
"Waktu itu tersangka menelepon ibunya Ar dan meminta balita itu dia yang mengasuhnya. Namun sempat ditolak karena Ar sempat mengatakan tidak bisa membayar gaji. Namun tersangka RN tetap ingin mengasuhnya," kata Suprapti.
Tepatnya Februari 2021, setelah adanya kesepakatan, akhirnya balita tersebut dibawa ke Rangsang untuk diasuh olehnya. Di mana ada uang yang dikirim dari Malaysia untuk pembiayaan asuhan. Setiap bulannya, tersangka dikirimkan uang oleh Ar sebesar Rp500 ribu di luar biaya lainnya yang nominalnya mencapai jutaan. "Kami tanyakan kepada tetangganya, waktu itu kondisi balita masih sehat dan cantik. Setiap sore ia dibawa berkeliling jalan-jalan. Dan rambutnya pun tampak diikat dengan pita. Kondisinya sangat terawat," ungkap Suprapti.
Setelah dua pekan, kondisi pun berubah, balita tersebut tidak lagi dibawa jalan dan rumahnya pun sering ditutup.
"Dua pekan setelah itu tidak ada dibawa keluar. Rumahnya pun terkunci rapat. Kalau pun keluar, itu ketika ada rapat PKH anak itu pun dipakaikan jilbab dan hanya muka saja yang kelihatan. Anak itu diajak pergi karena di rumah tidak ada yang jaga. Setelah itu anak itu pun dikurung di rumah. Saya tanyakan sama teman sebayanya pun memang tidak pernah keluar bermain. Menurut keterangan tetangga anak ini sering dipukuli. Namun ketika menangis tidak ada yang dengar karena musik dibunyikan dengan keras," ujar Suprapti.
Ditambahkannya, hubungan sosial tersangka dengan tetangga pun kurang harmonis karena sering bertengkar dan sering pula dimediasi oleh ketua RT. Dikatakan Suprapti, dari pengakuan suaminya juga sering melihat balita tersebut dipukul menggunakan sapu. Anak-anak tersangka pun enggan tinggal bersama ibunya, karena sikapnya yang kasar dan sering memukul.
"Suaminya kerja di pelabuhan, dari pagi sore baru tiba di rumah, namun suaminya sering melihat balita itu menangis dan pengakuan sang balita bahwa dia memang dipukuli oleh omanya. Bahkan tidak jarang suami memarahi tersangka dan mereka pun kerap cekcok mulut. Suaminya pun bertanya kenapa sering memukuli, tersangka pun beralasan dirinya kesal balita itu sering buang air di lantai," ucap Suprapti.
Akhir dari cerita balita malang itu pun meninggal dunia dengan kondisi yang tidak wajar. Ia mengatakan bahwa kasus tersebut merupakan akibat dari mengasuh anak yang dianggap tidak resmi atau ilegal.
"Kami mengimbau agar masyarakat yang ingin mengasuh anak untuk melaporkan ke dinas terkait dan idealnya seperti itu. Kasus tersebut adalah contoh pengasuh yang tidak legal, makanya terjadilah penganiayaan dan eksploitasi anak karena hanya ingin mendapatkan uang," jelasnya.
Kasus anak di Kepulauan Meranti sangat menonjol. Dibeberkannya bahwa pada 2020 terdapat 52 kasus. Di antaranya 48 kasus anak dan 4 kasus perempuan. Sementara di 2021 dari 34 kasus, 32 kasus anak dan dua kasus perempuan.(ted)