WARGA PEKANBARU TANTANG PT PERUSAHAAN GAS NEGARA (PERSERO)

Jangan hanya Janji, Buktikan

Feature | Minggu, 25 Oktober 2015 - 10:19 WIB

Jangan hanya Janji, Buktikan
Karyawan PT Transportasi Gas Indonesia Sulistyo mengamati indikator tekanan gas yang masuk ke Stasiun Gas Bumi Perawang, Kabupaten Siak, Provinsi Riau, Kamis (8/10/2015). Setiap saat Sulistyo harus mamastikan tekanan gas di stasiun dalam keadaan normal. Dari Stasiun Perawang ini, nanti gas bumi juga akan dialirkan ke Pekanbaru.

CO - Rencana PT Perusahaan Gas Negara (Persero) mengalirkan gas bumi disambut gembira warga Pekanbaru. Warga berharap rencana itu segera terwujud, bukan sekadar janji-janji.

Jam menunjukkan pukul 10.30 WIB. Seorang pria tanpa baju terlihat sedang menonton televisi di ruang tengah. Junaidi memanfaatkan waktu untuk mengetahui perkembangan tanah air lewat layar kaca. Sesekali terdengar suara wanita dari arah dapur.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Pagi Senin (12/10), sambil nonton Junaidi menemani istrinya, Maisaroh memasak. Pasangan suami-istri ini sedang mempersiapkan menu makan siang untuk dijual di warung. Junaidi pun bersemangat. Lauk dan sayur yang telah matang disusun di atas meja. Sudah ada gulai ikan patin, asam pedas tongkol, dan pucuk ubi rebus di atas meja. Istrinya, Maisaroh masih mempersiapkan beberapa jenis masakan lagi.

Biasanya, warung nasi yang berlokasi di Jalan Setia Budi, Pekanbaru ini mulai ramai didatangi pelanggan sekitar pukul 11.00 WIB. Saat waktu makan siang tiba, warung yang tidak terlalu luas ini selalu ramai. ‘’Buka siang dan malam. Tapi ramainya siang,’’ kata Junaidi.

Kondisi ekonomi yang sedang melemah ternyata tidak terlalu berpengaruh terhadap kunjungan pelanggan. Malah yang dikeluhkan bapak lima anak ini, besarnya biaya yang harus dikeluarkan untuk bahan bakar memasak. Maklum, warga yang punya rumah tinggal di Jalan Pelita Nomor 56, RT 2/RW 1, Kelurahan Rintis, Kecamatan Limapuluh, Kota Pekanbaru tersebut masih menggunakan minyak tanah sebagai bahan bakar untuk memasak.

 

Maisaroh tidak malu dikatakan ketinggalan zaman. Saat warga lain sudah menggunakan gas LPG, ia tetap setia pada minyak tanah. Walaupun harga mahal dan susah didapat, wanita berkulit putih ini tidak mau pindah ke lain ‘’hati’’. ‘’Istri saya takut,’’ jelas Junaidi.

Saat pemerintah gencar mengkampanyekan konversi bahan bakar minyak ke bahan bakar gas, keluarga Junaidi sempat tertarik. Mereka juga termasuk keluarga yang mendapatkan gas dan kompor LPG 3 kilogram dari pemerintah. Tapi hanya berlangsung satu bulan. ‘’Istri saya terpengaruh dengan berita-berita di televisi. Waktu itu kan banyak kompor yang meledak. Makanya takut,’’ tutur pria kelahiran 1967 ini.

Daripada tidak terpakai, Junaidi pun memutuskan memberikan kompor bersama tabung gas kepada keponakan. Maisaroh kembali ke minyak tanah. Karena keputusan istrinya, Junaidi merasakan besarnya biaya yang harus dikeluarkan untuk minyak tanah. Bayangkan, setiap hari bapak yang juga mahir memasang instalasi listrik ini menghabiskan lima liter minyak tanah. Itu artinya, ia harus mengeluarkan dana Rp50 ribu per hari, karena dieceran minyak tanah dijual Rp10 ribu per liter. Dalam satu bulan, keluarga ini menyisihkan uang Rp1.500 ribu untuk bahan bakar saja. ‘’Harganya mahal. Sudah begitu, susah lagi dapatnya. Tapi bagaimana lagi, istri maunya tetap minyak tanah,’’ ujarnya.









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook