Madu, sudah dikenal luas masyarakat. Proses pengambilan madu lebah dari pohon sialang bukanlah perkara mudah. Nyawa menjadi taruhan. Salah dan khilaf melangkah petaka bakal datang. Dari ketinggian pohon yang rata-rata 30-50 meter inilah sebagian masyarakat di Kampung Rawa Mekar Jaya, Kecamatan Sungai Apit, Kecamatan Siak menaruh harapan hidup keluarganya.
Laporan GEMA SETARA dan ABU KASIM, Siak
RIAUPOS.CO -- Sabtu (23/3) subuh, berkawankan dingin dan asap Riau Pos bergerak menuju Kampung Rawa Mekar Jaya, Kecamatan Sungai Apit, Siak. Kami harus bergerak subuh, jika tidak rencana ikut dan melihat proses pengambilan madu lebah bakal batal. Karena proses pasang surut air Sungai Rawa menjadi kata kuncinya.
Pukul 07.00 WIB kami tiba di kampung. Sejumlah masyarakat yang akan ikut mengambil madu sudah berkumpul di salah satu rumah kerabat mereka. Jumlahnya sekitar 20 orang. Mereka ini dibagi dalam dua kelompok. Masing-masing kelompok 10 orang dengan satu orang di antaranya bertugas memanjat dan memanen madu lebah dari pohon sialang.
‘’Belum bisa bergerak Pak. Pompong masih kandas, satu atau dua jam lagilah. Kita istirahat sebentar sambil menunggu air naik,’’ ujar Junaidi.
Junaidi, salah seorang yang sangat ahli dalam memanjat dan mengambil madu sialang. Tidak semua orang yang sanggup dan berani memanjat pohon sialang guna memanen madunya. Perlu keberanian dan nyali besar untuk bisa menjadi pemanjat pohon sialang.
‘’Awal-awalnya memanglah takut, tapi sekarang tak ada rasa takut sama sekali. Yang penting itu jika memang ingin jadi pemanjat pohon sialang harus punya nyali dan keberanian,’’ ujarnya.
Kalau punya rasa takut terhadap ketinggian jangan coba-coba menjadi pemanjat. Bayangkan, pohon sialang itu yang paling rendah sekitar 30 meter. ‘’Saya sendiri pernah memanjat pohon yang tingginya mencapai 50 meter dan memanen madunya sampai ke ujung dahan,’’ ujarnya bercerita kepada Riau Pos pagi itu.
Di kampung Rawa Mekar Jaya sendiri, hanya ada beberapa orang pemanjat. Selain dirinya, ada Suhaimi, Emrizal, Santo, Rusli dan Burhan Effendi. Menjadi pemanjat sendiri memang mengerikan dan membahayakan, namun di sisi lain keuntungan yang diraih menjadi pemanjat ini sangat besar sekali. Terlebih jika madu yang dipanen cukup banyak.
Pembagian dalam setiap panen madu sendiri dilakukan secara musyawarah sesama anggota. Biasanya hasil madu dibagi tiga. Masing-masing satu bagian untuk pemilik pohon sialang, satu bagian untuk pemanjat dan satu bagian lagi untuk anggota yang berada di bawah. Bagian untuk pengumpul di bawah ini tergantung jumlah mereka yang bertugas saat itu.
Kalau pengumpul, pemegang tali keamanan pemanjat, pengangkut hasil madu di bawa keluar jumlahnya lima orang satu bagian tadi dibagi lima, kalau jumlah tujuh orang hasilnya dibagi tujuh. ‘’Namun aturan itu tidak baku, kadang ada juga pemanjat menggabungkan bagian dengan bagian pengumpul menjadi satu. Sehingga hasil pendapatan yang mereka peroleh sama besar atau selisih pendapatan mereka tidak terlalu besar,’’ ujarnya.
Pukul 08.00 WIB, air mulai pasang. Pompong yang kandas sudah bisa digerakkan. Satu per satu kami naik ke kapal pompong tanpa atap itu. Segala peralatan yang diperlukan untuk memanjat seperti tali, pisau, parang, jeriken dan perbekalan makanan dan minum sudah dinaikkan ke pompong. Beberapa anak dan istri pemanjat ikut mengantar suaminya menjemput rezeki pagi itu.