Tidak banyak warga Pekanbaru, bahkan yang sudah lama tinggal di Kota Bertuah ini tahu perihal Kampung Nyamuk atau Perhentian Njamoek. Banyak orang mempersepsikannya bagian dari Kompleks Nyamuk, kompleks elite para pejabat Pemprov Riau yang dibangun di era 1950-an akhir. Padahal sejarah di sekitar tempat ini sudah dimulai sebelum memasuki abad ke-20, setengah abad sebelum Kompleks Nyamuk ada.
Laporan MUHAMMAD AMIN, Pekanbaru
SEORANG oknum ketua RW di Kelurahan Jadi Rejo, Kecamatan Sukajadi menaikkan suaranya saat ditanyakan tentang Kampung Nyamuk. Dari seberang telepon dia mengatakan, tidak pernah mendengar nama Kampung Nyamuk.
‘’Bapak saya pejabat kepolisian pertama di Pekanbaru ini pada tahun 1960-an. Tidak pernah saya dengar ada nama Kampung Nyamuk. Mana ada itu,’’ ujar oknum ketua RW itu dengan nada tinggi.
Dia kemudian menjelaskan tentang Kompleks Nyamuk di Jalan Sumatra yang merupakan kompleks untuk rumah para pejabat Pemprov Riau. Tapi itu bukan wilayahnya sehingga dia tidak mau menanggapi lebih jauh. Adapun istilah Kampung Nyamuk, dia pun baru mendengar kali itu.
Saat dijelaskan pelan-pelan tentang sedikit sejarah Kampung Nyamuk, dia tetap masih menyangsikan, kendati mulai dapat menerima. Pembicaraan pun mulai dialihkannya ke topik lain.
Kebanyakan masyarakat Pekanbaru memang mengalami pemahaman yang mirip dengan oknum ketua RW itu. Bahkan orang-orang dan pejabat yang datang di era tahun 1950-an hanya tahu tentang Kompleks Nyamuk. Kompleks ini menjadi etalase kaum elite baru di kota ini dengan tidak perlu mengetahui latar belakangnya.
Padahal Kompleks Nyamuk baru ada ketika pusat pemerintahan Provinsi Riau dipindahkan dari Tanjung Pinang ke Pekanbaru. Dengan menjadi ibu kota Provinsi Riau, maka diperlukan kompleks perumahan untuk para pejabat Pemprov Riau. Tentu dengan mengambil kawasan yang berdekatan dengan pusat kota. Kawasan Jalan Sumatra itulah yang ditunjuk.
Hanya saja, tidak banyak yang tahu, apa latar belakang nama, sejarah dan orang-orang awal di tempat ini. Beberapa sejarawan dan tokoh Pekanbaru pun hanya memiliki pemahaman yang sedikit tentang Kampung Nyamuk.
‘’Saya kenal dengan beberapa tokoh Kampung Nyamuk, misalnya Pak Tamin Ibrahim. Beliau pernah mengajak saya melakukan penelitian tentang masjid awal di Pekanbaru ini,” ujar sejarawan Riau, Prof Suwardi MS.
Hanya saja, Suwardi mengaku tidak mengetahui bagaimana sejarah Kampung Nyamuk dan bagaimana kiprah Buya Tamin Ibrahim di masanya. Dalam berbagai literatur yang dibaca dan dimilikinya pun, nyaris tidak ada nama Kampung Nyamuk. “Tapi jika ada yang mengangkatnya tentu baik sekali. Saya mendukung,” ujar sejarawan senior yang bermastautin di Kompleks Unri Gobah, tak jauh dari Kompleks Nyamuk ini.
Jawaban senada disampaikan tokoh masyarakat Riau yang juga sejarawan OK Nizami Jamil. Dia menolak diwawancarai lebih lanjut karena tidak begitu tahu latar belakang dan sejarah Kampung Nyamuk. OK Nizami yang juga tinggal di Kompleks Nyamuk ini hanya memiliki informasi sedikit tentang Kampung Nyamuk. “Saya dengar, tanah untuk pembangunan Kompleks Nyamuk itu dulunya dibeli atau merupakan tanah yang dikuasai Sastro Pawiro yang disebut juga Mbah Nyamuk,” ujar OK Nizami Jamil.
Hanya itu saja informasi yang bisa disampaikan OK Nizami. Selebihnya dia enggan diwawancarai. Berkali-kali dihubungi, informasi yang disampaikannya sama.
Tokoh masyarakat Kampung Nyamuk, Ali Umar Bakri dapat memahami ketidaktahuan orang tentang Kampung Nyamuk ini. Padahal kampung ini sudah lama ada di Pekanbaru. Dia mengatakan, leluhurnya sudah sejak sebelum kemerdekaan RI menetap di Kampung Nyamuk. Ibunya lahir di Kampung Nyamuk. Ibu dari ibunya bahkan juga lahir di Kampung Nyamuk. Baru nenek dari ibunya datang dari luar Kampung Nyamuk.
‘’Unyang (nenek buyut) kami itu dari Uwai, Kampar,” ujar Ali Umar yang pernah menjadi Ketua Ikatan Keluarga Kampung Nyamuk (IKKN) Pekanbaru. Paguyuban keluarga ini kemudian berubah menjadi lebih kecil dengan menghilangkan nama Kampung Nyamuk karena anggotanya yang sudah mencapai ribuan. Mengorganisirnya kian sulit. Kini dibentuk beberapa ikatan keluarga yang lebih simpel berdasarkan asal-muasal dan nenek-datuk masing-masing. Kampung Nyamuk bisa dikatakan perkampungan yang heterogen. Ada warga asal Kampar, Jawa, Teratak Buluh, Buluh Cina, Gasib, Siak, Sungai Penuh, Jambi, Sumbar, dan lainnya.
Menurut Ali Umar, tidak diketahui persis kapan warga pertama Kampung Nyamuk itu datang dan menetap di sana. Hanya saja dapat dipastikan bahwa mereka sudah datang ke sekitar tempat itu sebelum tahun 1900-an. Diperkirakan orang-orang pertama Kampung Nyamuk sudah menetap di sana antara tahun 1860-1880.
“Jadi sudah lama sekali,” ujar pensiunan guru itu.