DISKUSI DAN PELUNCURAN MAJALAH SUKU SENI

Baru Sekadar Gairah, Belum sampai ke Visi

Feature | Selasa, 23 Mei 2023 - 09:36 WIB

Baru Sekadar Gairah, Belum sampai ke Visi
Akademisi Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Lancang Kuning Alvi Puspita (depan, kanan) saat berbicara di depan para peserta diskusi dan peluncuran Majalah Suku Seni di Studio Suku Seni, Gading Marpoyan, Siak Hulu, Kampar, Ahad (21/5/2023). (HARY B KORIUN/RIAUPOS.CO)

Terbitnya Majalah Suku Seni diharapkan bisa menghapus dahaga setelah berhenti terbitnya banyak majalah seni budaya seperti Minyimak, Sagang, Berdaulat, dll.

Laporan HARY B KORIUN, Pekanbaru


GERAKAN literasi yang saat ini sedang marak dilakukan berbagai lembaga, baik di Indonesia maupun di Riau, pantas diapresiasi. Namun, jangan sampai gerakan tersebut hanya sebatas gairah. Karena jika hanya gairah, maka akan cepat luntur dan hilang. Yang juga harus dibangun dan dipikirkan adalah visi dan orientasinya.

Kesimpulan itu disampaikan akademisi Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Lancang Kuning (Unilak), Alvi Puspita SPd MA, dalam diskusi bersempena peluncuran Majalah Suku Seni dan web www.sukuseni.com, di Studio Suku Seni, Gading Marpoyan, Siak Hulu, Kampar, Ahad (21/5/2023).

Dalam diskusi itu, Alvi yang menjadi pembicara tunggal, menyampaikan kertas kerja berjudul "Gerakan Intelektual dan Visi Literasi Riau: Studi atas Berkala Sastra Menyimak". Alvi saat ini sedang melakukan penelitian dan digitalisasi Majalah Menyimak, salah satu majalah sastra yang pernah terbit di Riau pada awal 1990-an.

Dalam majalah yang diinisiasi oleh Mafirion, Al azhar, Taufik Ikram Jamil, El Mustian Rachman, Hasan Junus, Dantje S Moeis, Wise Marwin, dan beberapa nama lainnya itu, Alvi melihat bagaimana sebuah majalah sastra yang terbit di daerah, seperti di Riau, memiliki visi dan pemikiran yang sangat jauh dan tinggi.

"Saya menemukan hal-hal yang berbeda dengan cara pandang dalam gerakan literasi sekarang. Terbitan Menyimak menjelaskan bagaimana gerakan literasi tidak hanya mengandalkan gairah, tetapi juga visi dan orientsi yang sangat maju, yang bisa dirasakan hingga sekarang. Literasi bukan hanya soal menulis, membaca, dan lainnya itu, tetapi ada hal yang sangat utama, yakni menjaga akal budi. Hal yang sama yang juga harus dimiliki seorang penulis, harus mampu merespon persoalan masyarakatnya, puaknya, dan nilai-nilai kemanusian," jelas Alvi.

Alvi berharap Majalah Suku Seni dan www.sukuseni.com yang diluncurkan oleh Rumah Budaya Suku Seni, tidak hanya sekadar terbawa eforia gairah gerakan literasi yang dilakukan oleh pemerintah, tetapi punya visi  dan orientasi dalam mengisi gerakan literasi tersebut.

Kepala Rumah Suku Seni, Marhalim Zaini, menjelaskan, mungkin banyak orang yang menganggap penerbitan majalah seni, budaya, atau sastra sudah tidak penting lagi. Namun menurutnya, hal itu masih sangat penting dan diperlukan sebagai pencatat gerak dan geliat dunia kesenian, budaya, dan sastra, pada masa tertentu, di suatu wilayah tertentu. Menurutnya, setelah Majalah Sagang tutup usia, Riau sangat kehilangan media kebudayaan.

"Bagi kami di Suku Seni, keinginan menerbitkan media seni seperti ini selalu muncul. Dan alhamdulillah kini terlaksana. Terima kasih atas semua dukungan teman-teman," ujar Marhalim

Hadir dalam kegiatan tersebut perwakilan dari Balai Bahasa Provinsi Riau, Dinas Kebudayaan Provinsi Riau, perwakilan berbagai komunitas seperti Paragraf, Salmah Creative Writing, Rumah NonBlok, dll. Beberapa seniman dan sastrawan yang hadir antara lain Ade Greden Adhari Donora, Siti Salmah, Furqon LW, Anton WP, dan puluhan lainnya.***









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook