Pelayanan administrasi jenis lain dapa dilakukan melalui kanal lain seperti website resmi BPJS Kesehatan, aplikasi Mobile JKN, dan Care Center 1500400.
‘’Sementara waktu layanan Mobile Customer Service (MCS) tidak dilakukan selama pandemi karena berpotensi menghimpun orang banyak yang berpotensi menjadi cluster penyebaran virus Covid-19,’’ ujarnya lagi.
Menjawab apakah saat pandemi Covid-19 saat ini terjadi penurunan peserta BPJS, dia mengungkapkan Tidak, karena tidak bisa mundur menjadi peserta BPJS Kesehatan. Menjadi peserta BPJS Kesehatan wajib bagi seluruh penduduk Indonesia sebagaimana tertuang dalam UU No. 24/2011 tentang BPJS.
Ade Candra juga mengajak seluruh masyarakat untuk menjadi peserta BPJS Kesehatan. ‘’BPJS Kesehatan adalah jaminan kesehatan dasar bagi peserta. Dengan menjadi peserta, kita sudah mendapat proteksi atau perlindungan tidak hanya bagi diri sendiri melainkan bagi keluarga,’’ ujarnya.
Selain itu, dengan menjadi peserta, masyarakat sudah saling berbagi, baik sesama peserta lain yang sedang sakit, atau bahkan keluarga sendiri, karena dengan iuran yang sudah dibayarkan misalkan oleh satu keluarga, mampu membiayai saat anggota keluarga lain terkena sakit.
‘’Dengan menjadi peserta, kita juga sudah menjadi warga negara yang baik karena patuh pada pemerintah,’’ tuturnya.
Relaksasi Tunggakan
Sisi lain, Ace Candra juga mengungkapkan tentang Program Relaksasi Tunggakan. Program ini berlaku mulai Juni hingga Desember 2020. Peserta dari segmentasi Pekerja Penerima Upah (PPU), Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) yang memiliki tunggakan lebih dari 6 bulan bisa mengikuti program ini.
Keuntungannya peserta cukup membayar tunggakan 6 bulan ditambah 1 bulan berjalan agar status kepesertaan dapat aktif kembali. Sedangkan sisa tunggakan iuran wajib diselesaikan paling lambat 31 Desember 2021.
‘’Caranya gampang, tinggal mengajukan permohonan Relaksasi Tunggakan, bagi PBPU dan BP bisa self service melalui aplikasi Mobile JKN fitur Relaksasi Tunggakan, atau melalui Care Center 1500400, atau mendatangi kantor BPJS Kesehatan dengan membawa fotokopi KK dan KTP,’’ tambahnya.
Selain itu, sisa tunggakan dapat juga dicicil dengan memanfaatkan program cicilan. Caranya juga gampang sekali, bisa self service di aplikasi Mobile JKN pada menu Manajemen Cicilan, atau Care Center 1500400 atau ke kantor BPJS Kesehatan. Program cicilan berlaku atau paling lambat dilunasi pada 31 Desember 2021.
Sebuah Keniscayaan
Ketua Pusat Studi Kebijakan dan Pembangunan Universitas Lancang Kuning (Unilak) Fajarwaty Kusumawardhani SSos MPA kepada Riau Pos mengatakan, pandemi Covid-19 ini pasti berdampak luas ke seluruh elemen masyarakat dan juga terhadap pelayanan publik.
Semua orang menyadari hal tersebut. Tetapi hal ini seharusnya tidak dijadikan sebagai alasan/justifikasi yang terus menerus bagi pemerintah, khususnya pemerintah daerah maupun badan usaha yang berkaitan dengan pelayanan publik, terhadap menurunnya kualitas pelayanan publik.
‘’Mungkin di awal masa pandemi, pemda masih gagap menangani hal ini. Bulan Agustus ini, kita sudah sekitar 5 bulanan terdampak pandemi. Jadi sudah seharusnya pemda memiliki kebijakan yang adaptif dan solutif, yang menandakan resiliensi pelayanan publik pemda,’’ ujarnya.
Untuk kebijakan adaptif, saat ini social distancing merupakan suatu upaya meminimalisasi rantai penularan Covid-19. Dengan demikian interaksi dalam pelayanan publik sangat terbatas. Penggunaan teknologi dan digitalisasi pelayanan menjadi sebuah keniscayaan. Aparatur pemda harus sudah siap dan terbiasa dengan ini.
Selain aparatur, masyarakat juga harus mendapatkan sosialisasi yang memadai mengenai pelayanan secara online ini, sebab masih banyak masyarakat yang kurang mengerti/masih belum maksimal dalam memanfaatkan teknologi.
Masih banyak juga yang menganggap penggunaan teknologi sebagai hal yang menyusahkan. Di sini diperlukan sistem layanan online yang memadai, namun sederhana dan tidak berbelit-belit, sebagai upaya menyederhanakan aturan dan debirokratisasi.
‘’Kemudahan dalam pelayanan publik akan mengakselerasi ekonomi masyarakat dan dengan sendirinya akan berdampak positif bagi perekonomian daerah,’’ ujarnya yang juga dosen Fakultas Ilmu Administrasi Unilak.
Untuk kebijakan yang solutif, ditambahkannya kebijakan pemda seharusnya dapat menenangkan masyarakat yang kebingungan dan risau dengan kondisi pandemi. Bantuan-bantuan kepada masyarakat yang merupakan bantuan dari pemerintah maupun swasta seharusnya dapat diimplementasikan dengan cermat, tepat, dan cepat.
Saat ini data pemda terkait kesejahteraan sosial (DTKS) saja belum beres, akibat dari tidak tepatnya pendataan di masa sebelum pandemi, apalagi data terkini mengenai orang per orang yang terdampak pandemi. Ini tentunya sangat merugikan masyarakat, dan masyarakat pun menilai pemda tidak tanggap terhadap kebutuhan warga.
Harapannya, pandemi ini dijadikan momentum berbenah di pemda, terkait dangan big data yang terkait kebutuhan primer masyarakat dan apalagi jika terjadi musibah seperti yang saat ini sedang dialami. Selain itu, penting sekali bagi pemda untuk memiliki sistem/aplikasi aduan masyarakat (whistle blowing system/application).
Dengan demikian, keluhan masyarakat terkait pelayanan publik dapat cepat diterima dan dicarikan solusinya. ‘’Jangan menunggu ada korban dulu, atau anarkis dulu, baru pemda bergerak. Pemda memang harus lebih sensitif dlm menangkap kebutuhan sekaligus juga keluhan dari masyarakat di masa pandemi ini,’’ ujarnya.
Di sentra pelayanan publik, protokol kesehatan harus selalu diberlakukan. ‘’Hal ini untuk melindungi kita bersama. Jika kebijakan yang adaptif dan solutif telah diterapkan, maka kontinuitas pelayanan publik akan berjalan dengan baik,’’ ujarnya.
Tentunya ini membutuhkan political and good will dari pemda. Yang jelas, aturan dibuat untuk ditegakkan, jangan sampai peraturan hanya banyak berbicara di atas kertas, namun miskin aksi pada implementasi.***