Pengabdian formal UAS tercatat sebagai dosen di UIN Sultan Syarif Kasim Riau. Dia juga anggota MUI Riau di Komisi Pengkajian dan Keorganisasian periode 2009-2014, anggota Badan Amil Zakat Provinsi Riau komisi pengembangan periode 2009-2014. Sektretaris Lembaga Bahtsul Masa’il Nahdlatul Ulama Provinsi Riau periode 2009-2014. Terbaru dia juga menjadi anggota Majelis Kerapatan Adat LAM Riau dan juga diberi gelar Datuk Seri Ulama Setia Negara. Nama yang menurutnya mengandung makna pembelaan.
UAS sudah menulis beberapa buku. Di antaranya 37 masalah populer, 99 pertanyaan seputar salat, dan 33 tanya jawab seputar kurban. Selain karya sendiri, UAS menerjemahkan sejumlah buku dari bahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia. Tausiah UAS disukai antara lain karena lengkap, beragam, moderat, dan kontekstual. Hal yang dilakukannya intinya adalah menjaga izzah dan ghirah Islam, kemuliaan, kehormatan, kekuatan Islam semangat kemelayuan melalui syiar Islam, dan sebaliknya memberikan semangat keislaman melalui kemelayuan.
Tenar karena ceramahnya disukai oleh banyak lapisan masyarakat, UAS tetap merasa wajib dan terpanggil untuk datang ke suku-suku tertinggal. Selain untuk syiar Islam, apa yang dilakukannya adalah bentuk peran yang diambil dalam bersumbangsih pada negeri. Hal ini tercermin dari kedatangannya ke Rantau Langsat tersebut. Orang-orang yang ikut dalam rombongannya adalah pihak yang ingin menyampaikan bantuan secara langsung pada warga Desa Rantau Langsat dan suku Talang Mamak. UAS menghubungkan kedua pihak itu tanpa mengklaim bantuan itu dari dirinya.
UAS pada Riau Pos mengenang, tiga tahun lalu saat pertama tiba di sana warga desa tak memedulikan kedatangannya. Itu menyadarkan bahwa sebagai manusia dia bukan siapa-siapa.
’’Mereka ini saudara kita. Melayu bersyahadat tapi banyak ustaz yang tidak sampai ke mari. Tiga tahun yang lalu, itu mereka tidak peduli dengan kita, tidak ada respons. Ya, kita manusia biasa ada juga bangkit ego kita, kenapa tidak disambut. Di situ kita baru sadar kita bukan siapa-siapa. Dulu kami pertama nunggu di masjid satu jam baru orang datang,’’ tuturnya.
UAS untuk mengakses dusun-dusun terpencil di sana mengungkap harus naik boat selama tujuh jam dan melanjutkan perjalanan selama satu hingga dua jam dengan berjalan kaki. Apa yang ditempuhnya ini, kata dia, belum seberapa dibanding perjuangan ulama-ulama yang datang ke nusantara membawa ajaran Islam. Belumlah juga sebanding dengan Pak Tatung yang harus tinggal di dusun-dusun tersebut demi mendidik anak-anak Talang Mamak.