Waktu menunjukkan pukul 23.00 WIB saat salah satu panitia menyela obrolan menyampaikan sudah waktunya UAS istirahat. UAS mengangguk tanda mengiyakan. Rombongan memaklumi dengan kemudian menarik diri ke tenda masing-masing. Rombongan dan orang-orang yang mendampingi UAS beristirahat hingga pukul 03.00 WIB.
Dini hari di sana, di bawah gelapnya malam dengan cuaca yang turun hujan rintik-rintik UAS keluar dari tendanya. Disusurinya jalan setapak menuju Sungai Gangsal yang bersisian dengan camping ground. Dibalas ramah sapaan orang yang berpapasan dengannya. UAS berbaur dan menunggu giliran mengambil wudhu di sungai dengan rombongan. Wudhu harus dilakukan bergantian karena menggunakan rakit yang ditambatkan ke darat. Rakit sesekali bergoyang saat orang yang berada di atasnya melangkah. UAS usai berwudhu memimpin Salat Tahajud berjamaah di pendopo camping ground di bawah rintik hujan yang turun semakin lebat. Setelahnya Salat Subuh dilaksanakan.
Jumat pagi beberapa aktivitas dilakukan di sana. UAS melayani wawancara dan pengambilan rekaman video. Pagi itu di lapangan camping ground, digelar upacara bendera. Hari kemerdekaan yang belum lewat dua pekan membuat suasana dan semangat peringatan 17 Agustusan masih terasa jelas.
Di tengah belantara itu, upacara peringatan HUT ke-73 RI dilaksanakan layaknya upacara di tempat lain. UAS berdiri sebagai inspektur upacara. Tiga orang penggerek bendera melaksanakan tugasnya menaikkan dan mengibarkan bendera di tiang yang terbuat dari kayu. Dalam posisi hormat, begitu bendera berkibar, peserta upacara termasuk UAS dengan lantang menyanyikan lagu Indonesia Raya.
UAS pada peserta upacara menekankan pentingnya cinta kepada negeri. Kepada tanah tumpah darah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Tak ada seruan radikalisme di sana. ’’Di tengah krisis multi dimensi kita teriakkan allahu akbar dan merdeka. Kita tegakkan persatuan yang kuat sesuai cita-cita founding father pendiri negeri ini,’’ ucapnya.
Dia juga mengingatkan bahwa berbicara tentang kemerdekaan adalah bagian dari ajaran Islam. ’’Oleh karena itu bangsa Indonesia menyatakaan dengan rendah hati atas rahmat Allah dan keinginan luhur bangsa Indonesia. Dari SD kita diperdengarkan itu sampai hari ini,’’ tegas dia.
UAS dikenal sebagai seorang pendakwah, ulama dan dosen di masa mileneal. Menembus batas ruang, ceramahnya viral lewat berbagai platform media sosial. Ibu dan bapaknya Melayu Pelalawan dan Melayu Asahan. Dia lahir di Kampung Silo Lama, Asahan, Sumatera Utara, suatu kawasan yang sempat menjadi bagian dari kerajaan Siak Sri Indrapura, Rabu 18 Mei 1977.
UAS yang pernah menolak tawaran menjadi calon wakil presiden ini, memang sudah diniatkan untuk menjadi ulama sejak kecil. Kakeknya adalah seorang ulama besar. Sejak kecil UAS dididik melalui madrasah yang berbasis Tahfiz Alquran. Dia mengenyam bangku SD di Al Washliyah tamat tahun 1990. Sekolah menengah di MTS Mu’alliminal -Washliyah Medan tamat 1993. Hijrah ke Riau, dia melanjutkan pendidikan di MAN Nurul Fatah Air Molek (Inhu) tamat 1996. UAS kuliah di UIN Sultan Syarif Kasim Pekanbaru selama dua tahun dan memperoleh beasiswa dari pemerintah Mesir. Dia adalah 1 dari 100 orang penerima beasiswa belajar di Universitas Al Azhar Kairo (Mesir) bersaing dengan 900 orang lainnya. Tahun 2004 dia kembali meraih beasiswa S 2 di Institut Dar al-Hadist al-Hasaniyah Kerajaan Maroko. Dia satu dari lima orang asing yang mendapatkan beasiswa di sana.