Satu keluarga terpapar Covid-19 bukanlah hal baru lagi di Riau. Apalagi di tengah peningkatan kasus yang cukup tinggi seperti saat ini. Diperlukan dukungan moral untuk keluar dari situasi sulit ini. Terlebih fasilitas isolasi mandiri dari pemerintah yang memadai.
Laporan HELFIZON ASSYAFEI, Pekanbaru
BERAWAL dari ada anggota keluarga yang demam. Lalu di hari berikutnya anggota keluarga lainnya ikut demam. Sudah dibawa berobat. Tapi belum membuat kondisi tubuh lebih baik. Istri saya ikut demam dan akhirnya saya juga setelah mengalami serangan nyeri lambung. Istri yang bertugas sebagai tenaga kesehatan (nakes) memutuskan melakukan swab untuk memastikan kondisinya. Kamis tanggal 1 Juli 2021 keluar hasilnya; ia positif Covid!
Kami kaget dengan hasil tersebut. Istri melakukan isolasi mandiri (isoman) di rumah. Segala keperluannya saya yang kerjakan. Ia tak boleh keluar. Makan, minum saya taruh di depan kamar. Apa-apa yang diperlukannya, dia sampaikan via WA dan saya mencarikannya. Namun karena badan saya dan anak-anak juga tidak enak, maka setelah mengetahui hasil swab istri, saya memutuskan melakukan swab juga sebagai kontak erat besoknya pada Jumat tanggal 2 Juli 2021.
Kami harus menunggu hasilnya dalam dua hari. Sepanjang masa menunggu itu badan terasa tidak enak. Letih, lelah, kepala pusing, mual, dan meriang terus menggedor. Saya memutuskan semua kami tidur terpisah dan tidak boleh ada yang satu kamar bersama. Ahad, 4 Juli 2021 hasil swab-nya keluar; positif semua! Ini jelas membuat saya shock dan bingung. Bagaimana menghadapi keadaan ini? Bagaimanapun saya dan anak-anak tidak boleh ada kontak erat dengan sesiapapun. Lalu bagaimana kami harus bertahan?
Untunglah seorang teman nakes memberitahu Fasilitas Isolasi Mandiri Pemerintah (FIMP) di Balai Pelatihan Kesehatan (Bapelkes) Riau. Istri melakukan kontak dengan para nakes yang bertugas di sana. Istri mengirimkan hasil swab kami tersebut ke FMIP. Mulanya kami hampir kehabisan harapan. Kamar penuh! Saya tidak punya kontak ke FIMP yang lain yang juga ada seperti di Asrama Haji dan lainnya.
Namun menjelang sore handphone saya berdering. Dokter Nisa dari Bapelkes mengontak saya dan mengatakan ada penghuni yang pulang sudah menyelesaikan isomannya di sana. Artinya tersedia dua kamar kosong yang bisa untuk empat orang. Alhamdulillah, gumam saya dalam hati. Dokter memberitahu mereka sedang mensterilkan kamar itu dan saya boleh datang sore selepas Salat Asar. Tapi diminta bawa sprei dan sarung bantal sendiri karena yang ada akan dicuci dulu.
Karena fasilitas yang tersedia hanya untuk berempat, istri mengalah dan tetap melanjutkan isoman di rumah. Saya dan ketiga anak akhirnya berangkat sore itu juga menjelang magrib. Barang bawaan kami diperiksa di pos TNI yang ada di depan gerbang Bapelkes. Saat masuk ke dalam kami disambut dokter Nisa.
"Selamat datang di FIMP Bapelkes Pak," ujarnya.