BEBERAPA elemen masyarakat Kota Pekanbaru menggelar sebuah gerakan yang diberi nama Gerakan Revolusi Langit Biru. Ratusan warga turun ke jalan menggelar aksi damai sejak pagi hingga ke malam.
Gerakan yang dilakukan pada Senin lalu (12/10) di Jalan Cut Nyak Dien. Aksi yang dilakukan adalah merupakan bentuk keprihatinan masyarakat terhadap bencana akbut asap akibat kebakaran hutan dan lahan yang melandan Provinsi Riau.
Berbagai aksi yang meliputi dari keseluruhan agenda itu diantaranya pembagian masker, megnumpulkan koin melawan asap hingga menggelar pentas seni. Aksi yang dilakukan juga merupakan bentuk kerinduan masyarakat akan kerinduan terhadap udara yang bersih.
Pada malam puncaknya, digelar pula pentas seni dan dialog interaktif di Taman Kota yang tepat di belakang GOR Tri Buana itu. Ratusan warga yang terdiri dari berbagai lapisan masyarakat dan komunitas berkumpul, guna menyuarakan kegeraman-kegeraman atas bencana asap yang telah menelungkup Riau beberapa bulan terakhir.
Pentas sederhana didirikan, lampu-lampu warna-warni menyala di antara hijau dedauanan dan semak belukar yang ada di taman kota tersebut. Suara-suara kegeraman yang berasal dari warga dikomunikasikan lewat dialog interaktif dan ekspresi seni berupa pembacaan puisi, teater dan juga teriakan dari grup band yang mengisi acara puncak dari gerakan Revolusi Langit Biru. Mereka terlihat menyatukan tekad untuk melakukan sebuah perubahan, sebuah gerakan damai agar perubahan terkati dengan kabut asap tidak lagi melanda negeri tiap tahunnya.
Salah seorang penggagas Gerakan Melawan Asap, Heri Budiman mengatakan gerakan ini telah ada sejak 2014 lalu. sebuah suara kegeraman yang muncul dan timbul awalnya lewat media sosial. Lalu kemudian, barulah timbul niat secara kolektif untuk bersama-sama bersatu dari berbagai elemen untuk menyuarakan kegeraman ini.
“Kita lakukan apa saja dalam gerakan ini, yang jelas aksi damai sebagai bentuk protes atas persoalan asap yang tak kunjung hilang di bumi Riau ini, mulai dari menyerahkan masker kepada masyarakat, mengumpulkan koin melawan asap dan juga menghimpun beberapa komunitas untuk sama-sama bergabung dalam gerakan Revolusi Langit Biru,” ujarnya.
Di malam puncak yang digelar di bawah rerindang pohon, dengan nyala lampu aneka warna itu, para pengunjung menyaksikan sejumlah pentas seni. Tak ayal lagi, suara-suara kegeraman yang diekspresikan baik lewat pekikan pembacaan sajak, protes dalam bentuk pertunjukan teater, dan lirik-lirik lagu menyatu seiring dengan kebresatuan tekad dari berbagai komunitas yang meramaikan gerakan tersebut.
Sani, salah seorang anggota Komunitas Rakyat Rock Riau mengatakan, pertemuan malam itu merupakan bentuk perjuangan yang akan menjadi sejarah karena berbagai elemen masyarakat ataa kesadaran bersama. “Saya harap, inilah yang terakhir. Bencana kabut asap yang disebabkan kesalahan pengelola lingkungan,” ujarnya tegas.
Awen, warga lainnya yang hadir malam itu mengatakan dengan tegas, harus ada perubahan drastis. Indonesia harus lebih mampu menegakkan hukum, mandiri dan kebijakan dalam mengelola lahan.
“Jangan lagi mengharapkan pihak luar. Indonesia harus lebih bermartabat secara budaya, punya harga diri di mata dunia. Ketidakmampuan mengatasi asap dari tahun ke tahun merupakan aib bangsa ini sebenarnya, “ ungkap lelaki yang juga tergabung dalam komunitas Hakiki itu.