Kelurahan Air Hitam Kecamatan Payung Sekaki satu di antara wilayah di Kota Pekanbaru yang masih menyisakan Rimba dan lahan yang cukup luas. Bila musim kemarau datang, ancaman kebakaran lahan dan hutan (karhutla) cukup rawan di daerah ini. Bukan sekali dua kali Manggala Agni harus bertarung memadamkan api di daerah rawan ini.
Laporan Helfizon Assyafei, Pekanbaru
Pagi baru menjelang. Bunyi gemeretak kayu dimakan api terdengar samar-samar. Bude Nunuk seorang warga penjaga ladang setempat merasakan firasat tidak enak. Ia bangun dan segera keluar rumah. Dia disambut kabut asap tebal. Api telah mendekati ladangnya. Ada cabai, terong dan pisang yang siap panen. Bersama Pak De, ia bergegas mengambil ember dan berupaya membuat api tak melompat ke kebun mereka.
Di tengah asap kian menebal mereka berjuang menyelamatkan sisa petak kebun mereka. Yang tak mereka sadari cucunya yang belum lama pandai berjalan tak terawasi. Pekikan sang cucu menyadarkan mereka telah terjadi sesuatu. Mereka beralih ke arah suara. Astaga..sang cucu sempat dijilat kobaran api. Bergegas mereka menyelamatkan dan membawa ke puskesmas terdekat. Dan ladang mereka pun akhirnya ludes dilalap si jago merah.
Kenangan buruk itu masih tersisa di benaknya. “Saya tak melupakan kejadian pahit di 2015 itu,” ujar Bude Nunuk saat berbincang dengan Riau Pos yang ikut patroli rutin personil Manggala Agni yang melintasi wilayah itu. Dari situlah awalnya ia menjadi mitra Manggala Agni yang terjun ke lokasi itu memadamkan api yang menjalar itu berhari-hari lamanya.
Tidak mudah memadamkan api di sana karena daerahnya termasuk tanah gambut. Yang meskipun padam di permukaan tetapi di dalam masih terbakar. Bila tidak dipadamkan sampai ke akar-akar bawahnya maka sewaktu-waktu api bisa marak lagi.
Bude Nunuk sudah 10 tahun di tengah rimba itu menjaga ladang tuannya dan juga berladang tanaman sayuran. Hanya rumahnya terdapat di pinggir jalan tanah itu. Selebihnya rimba dan lahan hutan bekas terbakar. Sebagai mitra Manggala Agni, Bude Nunuk sudah punya akses bila sewaktu-waktu ia melihat kobaran api yang tak mungkin diatasi olehnya secara manual.
Ia juga menjadi bagian masyarakat peduli api (MPA) Kelurahan Air Hitam Kecamatan Payung Sekaki. Ia juga menjadi mata dan telinga Manggala Agni di tengah rimba. Sebab kebakaran hutan dan lahan ternyata banyak faktornya. Satu di antara faktor itu adalah kelalaian kecil manusia yang sedang melakukan aktivitas di hutan pada musim kemarau di tanah bergambut.
“Kadang para pemancing ikan yang masuk ke wilayah ini sambil membawa rokok. Saat membuang puntung rokok yang masih menyala itu awal terjadinya bencana di musim kemarau,” ujarnya.
Daun-daun yang kering terkena api puntung rokok tadi lalu hidup dan akhirnya menjadi api besar yang tak terkendalikan lagi oleh upaya manual. Sejak bergabung dengan MPA binaan Manggala Agni, Bude Nunuk menjadi proaktif. Ia tidak segan-segan mencegat para pemancing atau pemburu yang melintas dan mengingatkan soal rawannya daerah mereka terbakar oleh kelalaian kecil seperti membuang puntung rokok itu. “Bahkan saya minta agar dititip saja peralatan yang bisa menimbulkan api agar jangan di bawa ke dalam hutan yang mudah terbakar itu,” ujarnya.
Proaktifnya Bude Nunuk ternyata memang membawa manfaat. Angka kebakaran pasca 2015 terus menurun. Bukan tidak ada tetapi belum sempat besar berhasil diatasi. Bila MPA setempat tidak mampu mengatasi lagi segera mengontak personil Manggala Agni untuk melakukan pemadaman secepatnya sebelum api terus melebar kemana-mana.
“Ya, kami sempat membuat posko di sini selama upaya pemadaman api di 2015 itu,” ujar M Jamil, personil patroli Manggala Agni kepada Riau Pos. Berbagai kejadian itu membuat Manggala Agni berupaya terus fokus pada upaya pencegahan. Satu di antaranya mengedukasi mitra seperti MPA untuk jadi mata dan telinga mereka di tengah rimba.
‘’Kadang dengan kesungguhan mereka memantau pergerakan manusia yang masuk ke kawasan itu berhasil menangkal kesembronoan prilaku manusia yang menjadi sumber api,” ujar M Jamil. Kesembronoan membuang puntung rokok adalah salah satu penyebab kebakaran hutan yang sering terjadi.
Mengapa peran mata dan telinga Manggala Agni di tengah rimba ini penting? Selain untuk pencegahan juga upaya pemadaman jauh lebih efektif sebelum api membesar. Terkadang ketika terjadi kebakaran tidak serta merta di room pantuan satelit Daerah Operasi (Daops) Manggala Agni Pekanbaru terpantau.
“Sebab yang dipantau satelit biasanya adalah titik api (hot spot). Jadi kadang ada kasus apinya sudah menjalar di pantauan satelit tidak terlihat,” ujar Kadaops Manggala Agni Pekanbaru, Erwin Putra saat berbincang dengan Riau Pos di markasnya.
Oleh karena itu, lanjutnya, perlunya mitra-mitra di lapangan sehingga dapat mendeteksi dini ancaman yang terjadi. “Jadi tindakan kita menghentikan api lebih efisien dan efektif,” ujar Kadaops lagi.
Patriotisme Personil Manggal Agni
Berhari-hari di medan karhutla penuh risiko terpapar asap adalah bagian dari risiko tugas para personil Manggal Agni. “Untuk menjadi personil memang perlu keterampilan khusus, daya tahan, jiwa juang dan tentu saja siap siaga 24 jam bila keadaan darurat terjadi,” ujar Erwin.
Bahkan awalnya dulu para personil Manggala Agni hanya bergaji Rp180 ribu per bulan. Statusnya tenaga pegawai pemerintah dengan perjanjian kontrak (P3k)/honorer. “Sekarang sudah setara ASN-lah sehingga ini jadi motivasi tersendiri,” ujarnya. Selain itu, markas Dapos Pekanbaru juga dilengkapi fasilitas cek hot spot dari satelit. Semua bisa akses di sini. Ada Ops room Sipongi memantau situs hotspot. Ops room khusus internal. Di ops room internal ini data satu bulan lalu sampai hari ini terekam di sana dari seluruh Indonesia.
Di data pemantau ada indikator. Bila 80 persen terpantau merah (bahaya), 70 persen (kuning), di bawah itu indikator hijau (aman). Bila dapat info lapangan laporan kebakaran Manggala Agni langsung turun ke TKP melakukan ground cek hotspot. “Tujuannya untuk memastikan benar kebakaran atau tidak,” ujarnya.
Sebab, lanjutnya lagi, ada kasus api membesar tak terpantau satelit. Sebab prinsipnya satelit hanya memantau suhu yang terpanas (hotspot) muncul. “Itu sebabnya kami perlu patroli rutin cek situasi ril. Minimal dua sampai tiga kali patroli. Patokan kami dua hari tidak hujan kita laksanakan patroli mandiri sambil terima info masyarakat dan juga dari MPA,” ujar Edwin Saputra.
Lebih lanjut Kadaops Manggala Agni Pekanbaru, Erwin Saputra menjelaskan bahwa luas wilayah Dapos Pekanbaru 200 ribu hektare mencakup empat kabupaten yakni Pekanbaru, Kampar, Rohul dan sebagian Siak. Sedangkan wilayah Tualang, Minas dan Kandis masuk Daops Siak.
Mata dan telinga Manggala Agni di lapangan sangat membantu. Apalagi wilayah Pekanbaru 45 persen adalah lahan gambut yang mudah terbakar tapi susah dipadamkan. Peran mitra di lapangan seperti MPA, Babinsa (TNI), Babinkamtibas (Polri) sangat penting menekan lajunya kebakaran hutan dan lahan.
Daops Manggala Agni Pekanbaru termasuk yang pertama sejak berdiri tahun 2003. Awalnya Manggala Agni dibentuk pusat di lima provinsi yakni Riau, Sumatera Utara, Jambi, Kalimantan Barat dan Kalimnatan Tengah.
Saat ini Satuan Manggala Agni Daops Pekanbaru punya personil Manggala Agni Reaksi Taktis 13 orang. Dipilih dari 30 personil yang ada. Manggala Agni kini di bawah Kementarian LHK di bawah kendali Balai Perubahahn iklim dan lingkungan. Saat ini Daops Pekanbaru memiliki armada pemadam kebakaran lengkap. Mulai dari mobil, motor hingga peralatan mekanik lainnya. Kontak cepat bila ada karhutla ada di no 085212143355.***