SEHARUSNYA PENDAKI DAN PENGELOLA BENAR-BENAR DISIPLIN

Wawancara Ahli Geologi Surono terkait Erupsi Gunung Marapi

Feature | Selasa, 05 Desember 2023 - 09:17 WIB

Wawancara Ahli Geologi Surono terkait Erupsi Gunung Marapi
Mbah Rono.

Erupsi Gunung Marapi menimbulkan korban jiwa. Hal ini membuat banyak kalangan heran, salah satunya adalah Ahli Geologi, Surono. Berikut wawancara khusus Jawa Pos (JPG) dengan Mbah Rono, panggilan akrabnya. 

Gunung Marapi Meletus, bagaimana pandangan Mbah Rono? 


Gunung Marapi merupakan gunung dengan sistem tubuh gunung terbuka. Karakter itulah yang membuatnya sering meletus. Bahkan, Gunung Marapi hampir selalu menyandang status Level II atau waspada. Saat saya masih aktif pada 2015 juga statusnya sudah waspada, sekarang masih juga waspada. Walau begitu tidak memungkinkan juga untuk menutup pendakian di Gunung Marapi. 

Kenapa tidak bisa ditutup untuk pendakian? 

Karena hasrat masyarakat mendaki itu tinggi. Lagi pula di gunung sering ada tradisi renungan suci. Hal itulah yang tidak memungkinkan untuk ditutup. Maka, seharusnya semua pihak, baik pendaki dan pengelola benar-benar disiplin untuk mematuhi rambu-rambu berupa tidak mendaki dengan radius 3 km dari puncak atau kawah. 

Kenapa sering kali larangan mendaki di radius 3 km dilanggar? 

Jadi sering kali antara nafsu untuk mendaki dengan logika risiko bahaya itu sering tidak akur. Mendaki gunung bukanlah sebuah perjalanan biasa. Namun, perjalanan yang memiliki risiko bahaya. Ibarat bertamu,  tentu seharusnya mematuhi aturan sopan santun pemilik rumah, yakni Gunung Marapi. Selama ini letusan dan erupsi di Gunung Marapi berdampak pada radius 3 km, karena itu seharusnya dipatuhi. 

Silakan bertamu, tapi mematuhi aturan. Tamu yang terhormat itu yang berani menghormati aturan yang ditetapkan pemilik rumah. Radius 3 km itu garis yang ditentukan yang punya rumah. Ibaratnya, Gunung Marapi telah mengatakan bahwa dirinya sering meletus. Silahkan diukur daerah bahaya saya. Ini garis yang sudah ditentukan pemilik rumah. Kalau saat tidak meletus orang terlalu dekat tidak apa. Tapi, saat meletus itu bahaya. Masalahnya tidak bisa diketahui kapan meletus. Alat semacam apapun tidak bisa mengetahui waktu meletus. 

Dalam letusan Gunung Marapi ini timbul korban jiwa, bagaimana menurut Mbah Rono? 

Saya kaget saat mendengar timbul korban dalam letusan Gunung Marapi. Banyak orang yang menelepon saya kanan kiri. Saya menduga para korban beraktivitas di dekat kawah dalam radius 3 km. Kalau di luar 3 km, hampir tidak mungkin terdapat korban. 

Perlu dipahami karakter setiap gunung itu berbeda. Gunung Semeru yang bisa gugur kubah kawahnya. Korban bisa terjadi tidak hanya di sekitar puncak karena ada lava keluar dan awan panas terbawa angin sampai ke kampung. Lalu Gunung Krakatau yang banyak ditanya bisa tidak saat meletus membuat tsunami. Tsunami itu bukan karena letusannya, tapi karena longsoran tubuh gunungnya. 

Gunung Marapi itu hampir tidak mungkin awan panas sampai ke kampung. Pun kalau musim hujan biasanya terjadi banjir lahar dingin atau di Sumatera Barat disebut galodo. Maka, yang terkena korban biasanya di sekitar kawah. 

Solusinya mencegah timbul korban bagaimana Mbah Rono? 

Kedisiplinan dari pendaki atau wisatawan dan terlebih lagi pengelola kawasan. Pengelola jangan hanya menarik karcis. Pasti mengetahui lah yang mengelola kawasan, diingatkan pendakinya tidak ke radius 3 km. Mari kita sama-sama menghormati. Kalau sudah begini bisa jadi mencari kambing hitam. 

Apa yang perlu dilakukan pendaki untuk bisa mengantisipasi bahaya? 

Ibarat perjalanan, kemana-mana itu pasti harus melakukan survei. Mencari tau bagaimana kondisi lokasi. Manusia yang menyesuaikan dengan alam, bukan alam yang menyesuaikan dengan manusia. Tidak akan bisa dengan alat apapun melawan alam. Mari kita menghormati pemilik rumah. Bukan karena pemilik rumahnya galak, tapi pemilik rumah memiliki norma kesopanan tersendiri.(idr/jpg)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook