Menjadi nelayan ada sedap dan senangnya. Senangnya kalau dapat ikan siting kun dan udang banyak. Apalagi setiap mengangkat bubu ada udang eko (udang cetak atau udang temban bagi warga Bengkalis dan Selatpanjang). Sebab udang eko kata warga Bagansiapi-api tersebut bisa diambil para pekerja atau nelayan kapal. ‘’Kalau banyak dapatnya bisalah untuk membeli uang rokok,’’ jelasnya.
Untuk pulang ke Selatpanjang, bagi Jaya hanya sekali dalam satu bulan. ‘’Pada saat air kecil kan bubu tak dipasang. Itulah saat tepat kami balek kampung,’’ jelas Jaya yang juga kapten pompong milik Ahong.
Dikatakan dia, sebenarnya dirinya diupah per hari sekitar Rp125 ribu. ‘’Kerja siang malam pak. Tapi nak kerja apalagi. Nak jadi petani bukan tak mau tapi dah terbiasa. Lebih enak menjadi orang kapal,’’ jelas ayah dari lima anak ini.
Berkaitan dengan gaji, jelas dia, cukuplah untuk makan. Paling tidak, kata dia untuk mengirim anaknya yang dua orang kuliah di Jakarta dan Pekanbaru cukup. Menurut dia, hasil menjadi nelayan cukup untuk kehidupannya sekeluarga. ‘’Yang terpenting bagi saya anak-anak bisa sekolah. Alhamdulillah yang tua sedang sekolah di akademi angkatan laut. Sedangkan adiknya sedang kuliah di Pekanbaru,’’ jelasnya.
Menjadi nelayan bubu sebenarnya istimewa sebab makan dan minyak pompong ditanggungjawab tauke. ‘’Jadi kita terima bersih. Tapi tak tahannya kerjanya siang malam pak. Tak peduli angin ribut dan gelombang besar pak. Dalam sekali kelam (purnama,red) bisa istirahat dua atau tiga harilah,’’ jelasnya.