Desakan air itu paling mudah terlihat di wilayah Jumrah termasuk lingkungan jembatan. Berbagai kalangan sempat menyatakan khawatir kondisi itu bisa mengakibatkan jembatan ambruk. Wakil ketua DPRD Rohil Drs Jamiludin merupakan salah satu tokoh yang paling getol menyuarakan pentingnya perbaikan terhadap kondisi jembatan. “Bahkan kalau perlu mengunakan dana tanggap darurat,” serunya. Kekhawatiran itu beralasan mengingat jembatan itu sebagai satu-satunya penghubung antar wilayah melewati sungai Rokan, lalu lintas kendaraan berbagai tonase cukup tinggi. Sedikit saja ada kerusakan, lanjut Jamiluddin, maka aktifitas masyarakat bisa lumpuh.
Bupati Rokan Hilir H Suyatno pun pernah menyuarakan keprihatinan dengan kondisi jembatan Jumrah. “Masyarakat mendambakan pembangunan jembatan Jumrah dilakukan segera, apalagi dekat akhir tahun ini tahun proyek, artinya banyak alat berat, mobil lewat sana membawa material dengan tonase luar biasa tinggi, dikhawatirkan nanti terjadi yang kita takutkan, bisa kebablasan. Saya harap PU propinsi segera tindak lanjuti jembatan Jumrah, ini permintaan rakyat Rohil,” kata bupati, dalam satu kegiatan di kediaman dinasnya, di kawasan Batu Enam, Bagansiapiapi.
Beruntunglah seruan itu kemudian mendapatkan respon, belakangan pemerintah provinsi membangun turap di sebelah areal kanan dan kiri pada bagian kepala jembatan (oprit).
Keberadaan turap sejauh ini berdasarkan pengamatan Riau Pos terlihat efektif mengantisipasi terjadinya kelongsoran tanah karena dicuri’ oleh sapuan gelombang. Tapi kasus pindahnya manusia karena abrasi sudah terlanjur terjadi.
Dalam waktu tertentu bukan hanya arus deras yang terjadi tapi gulungan ombak susul menyusul menghantam tepian sungai. Ini dikenal masyarakat setempat dengan istilah Bono.
Datuk Penghulu Jumrah, Sukardi dalam satu kesempatan membanggakan Bono sebagai salah satu ciri khas alam di daerah itu. “Tapi kedatangan bono sukar ditebak, kadang ada, kadang tidak. Yang jelas pada saat pasang besar,” kata Sukardi pada satu kesempatan. “Datanglah melihat-lihat,” tambahnya.
Bono Rokan memang terkenal ketinggiannya bisa lebih dari tiga meter dengan kecepatan yang luar biasa. Abrasi tak hanya terjadi di wilayah kategori tengah dari sungai Rokan tapi juga di bagian paling hilir tepatnya di depan kawasan Batu Enam, Bagansiapiapi.
Areal perkantoran terpadu yang dibangun pemkab perlahan-lahan kini dihadapkan dengan persoalan baru berupa ancaman terkikisnya areal lahan wilayah perkantoran. Indikasi awal sudah terlihat, beberapa tempat beristirahat yang dibangun atau Gazebo dengan posisi menghadap ke sungai Rokan telah tumbang karena
Dinding pembatas beton yang terletak persis di seberang gedung kantor bupati Rohil yang hanya berjarak ratusan meter turun ke bawah menunggu ambruk. Dinas CKTR Rohil pernah berencana mengundanng tim ahli untuk mengkaji abrasi sngai Rokan agar diperoleh masukan penanggulangan yang diperlukan.
Kadis Suwandi mengatakan tim yang diundang berasal dari salah satu perguruan tinggi di Yokyakarta, namun belum diperoleh kepastian apa kebijakan pemerintah untuk menyikapi bahaya yang sudah di depan mata ini.
Menurut Suwandi beberapa bangunan permanen milik pemerintah daerah telah dibangun di sekitar muara Sungai Rokan. Karena itu perlu kajian apakah terjadi pergerakan tanah akibat pengaruh abrasi. Sebab, Sungai Rokan dikenal memiliki arus yang cukup kuat. Bangunan yang ada diantaranya kantor bupati, kantor bappeda, rumah sakit, kantor DPRD, bangunan SPN dan kantor kodim dan lain-lain.
Ancaman ini tidak semata-mata membuat berkurangnya areal permukaan tanah tapi juga semakin mendekatkan jangkauan bagi hewan air buas ke lingkungan aktifitas manusia. Persis di seberang Batu Enam tepatnya di pulau Pedamaran tak disangsikan lagi tersembunyi ratusan predator, buaya Rokan yang terkenal dengan keganasannya.
Dalam dua tahun terakhir terjadi dua kasus,seorang nelayan tewas diserang buaya saat menangkap ikan di sungai Rokan yang berdekatan dengan pulau Pedamaran. Tubuh korban ditemukan beberapa jam usai serangan dalam kondisi terpotong. Serangan tak hanya dialami oleh nelayan yang nekat mendekati pulau. Seorang penjala udang, di pinggiran Batu Enampun pernah diserang buaya namun beruntung luput dari maut dan hanya mengalami gigitan di bagian kaki.
Harus Didukung Semua Pihak
Tarik garis, dari hulu hingga ke muara sungai Rokan yang terdapat di Rohil kualitas air dan secara kasat mata warna air berbeda. Di hulu akan didapati air sungai yang jernih, bersih serta alirannya tenang namun makin ke muara semakin keruh, berlumpur, serta berarus deras.
Dengan berbagai tantangan serta ancaman yang ada tidak dipungkiri kenyataannya sungai Rokan menawarkan pesona wisata yang menarik hati. Kehidupan masyarakat di pinggiran sungai seperti yang terdapat di desa Rantau Bais merupakan satu destinasi tersendiri. Setiap tahunnya ada agenda wisata besar-besaran yang mampu menarik ribuan pengunjung.
Tahun 2013 ketika festival Pulau Tilan didengungkan, ribuan wisatawan berdatangan melihat dari dekat kehidupan budaya di desa Rantau Bais dan kelestarian lingkungan hidup di pulau Tilan yang ada di desa itu.
Anggota DPRD Riau, Karmila Sari menuturkan jumlah kunjungan wisatawan per-hari mencapai 4.000 orang. Menurutnya keberadaan Pulau Tilan yang persis di depan Rantau Bais memiliki pemandangan eksotik.
Masyarakat menjadikan lahan pulau sebagai padang bebas untuk hewan peternak seperti sapi dan kerbau. Selain itu, pacuan sampan, salah satu acara tradisional berlomba mengayuh sampan hanya mengandalkan tangan kosong atau mengunakan dayung selalu disaksikan banyak orang.
Kepala Disbudparpora Rohil Zulkarnain pun membenarkan untuk obyek wisata alam yang kerap mendapatkan perhatian dari wisatawan adalah obyek wisata pingiran Sungai Rokan yang memiliki panorama indah terutama sore hari kala matahari tampak di ufuk senja.
Laporan : ZULFADHLI, Rantau Bais