MELIHAT SUNGAI ROKAN DULU DAN SEKARANG

Merawat Sungai, Menjaga Kearifan Zaman

Feature | Minggu, 01 November 2015 - 11:30 WIB

Merawat Sungai, Menjaga Kearifan Zaman
TUNJUK: Bupati Kabupaten Rohil H Suyatno menunjukkan kondisi air Sungai Rokan yang telah dioleh oleh unit SPAM di Ujung Tanjung baru-baru ini. Kondisi air terlihat lebih jernih dan bening.

Ancaman Abrasi dan Fenomena Bono

Sepasang remaja sedang menikmati senja di samping pagar pembatas di jembatan Jumrah. Mereka seolah menikmati suasana matahari terbenam dari sisi jembatan yang membentang di atas sungai Rokan di desa Jumrah, Rimba Melintang ini.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Keduanya bagai tak terganggu dengan pandangan orang yang melintas. Sepeda motornya sengaja di parkirkan agak ke tepi. Keindahan senja yang menarik mata itu mungkin tidak sama dengan ancaman yang terjadi di pinggiran Sungai Rokan.

Abrasi atau pengikisan tanah di bagian pinggiran sungai terus saja terjadi. Nyaris tahun ada saja migrasi orang karena ancaman kehilangan tempat tinggal yang disebabkan kuatnya arus atau ombak yang menyapu tanah. “Kalau dilihat (kondisinya), sepertinya kamipun terpaksa pindah tak lama lagi,” kata Jumi (36), pemilik warung di tepi jembatan, beberapa hari lalu.

Di bagian ujung jembatan yang mengarah ke Ujung Tanjung sejumlah rumah yang dulunya terdapat di pinggiran jembatan itu telah kosong. Areal yang semula terdapat warung berdinding papan, yang menawarkan santapan sederhana sambil menikmati pemandangan ke arah sungai Rokan telah berpindah. Para pemiliknya sengaja membongkar bangunan karena menyadari akan bahaya yang didepan mata.

Di Kelurahan Rimba Melintang, tercatat puluhan KK telah pindah. Begitu juga puluhan hektar lahan perkebunan dan sawah longsor ditarik abrasi. Terpisah, lurah Rimba Melintang, Sudin pasrah dengan kenyataan yang terjadi. “Kalau soal abrasi itu memang sulit, hanya Allah yang bisa mengatasi,” katanya.

Upaya menghalangi abrasi pernah dilakukan dengan membangun turap tapi itu tidak memberikan dampak berarti karena tak lama kemudian pengikisan areal lahan terus saja terjadi.

Di Desa Pematang Sikek, Rimba Melintang ratusan warga telah meninggalkan rumah. Gedung sekolah mulai retak, begitu juga rumah peribadatan yang biasa disebut dengan istilah Rumah Suluk. Warga Rimba Melintang, Indra Gunawan menilai abrasi yang paling keras terjadi di daerah Pematang Sikek inilah. “Paling banyak warga yang pindah mencari tempat aman, kalau nekat bertahan juga itu mencari mati namanya,” kata wartawan media lokal ini.









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook