Di Kelurahan Rimba Melintang, tercatat puluhan KK telah pindah. Begitu juga puluhan hektar lahan perkebunan dan sawah longsor ditarik abrasi. Terpisah, Lurah Rimba Melintang, Sudin pasrah dengan kenyataan yang terjadi. "Kalau soal abrasi itu memang sulit, hanya Allah yang bisa mengatasi," katanya.
Upaya menghalangi abrasi pernah dilakukan dengan membangun turap tapi itu tidak memberikan dampak berarti karena tak lama kemudian pengikisan areal lahan terus saja terjadi.
Di Desa Pematang Sikek, Rimba Melintang ratusan warga telah meninggalkan rumah. Gedung sekolah mulai retak, begitu juga rumah peribadatan yang biasa disebut dengan istilah Rumah Suluk.
Warga Rimba Melintang, Indra Gunawan menilai abrasi yang paling keras terjadi di daerah Pematang Sikek inilah. "Paling banyak warga yang pindah mencari tempat aman, kalau nekat bertahan juga itu mencari mati namanya," kata wartawan media lokal ini.
Desakan air itu paling mudah terlihat di wilayah Jumrah termasuk lingkungan jembatan. Berbagai kalangan sempat menyatakan khawatir kondisi itu bisa mengakibatkan jembatan ambruk. Wakil Ketua DPRD Rohil Drs Jamiludin merupakan salah satu tokoh yang paling getol menyuarakan pentingnya perbaikan terhadap kondisi jembatan.
"Bahkan kalau perlu mengunakan dana tanggap darurat," serunya. Kekhawatiran itu beralasan mengingat jembatan itu sebagai satu-satunya penghubung antar wilayah melewati Sungai Rokan, lalu-lintas kendaraan berbagai tonase cukup tinggi. Sedikit saja ada kerusakan, lanjut Jamiluddin, maka aktivitas masyarakat bisa lumpuh.
Bupati Rokan Hilir, H Suyatno pun pernah menyuarakan keprihatinan dengan kondisi jembatan Jumrah. "Masyarakat mendambakan pembangunan jembatan Jumrah dilakukan segera, apalagi dekat akhir tahun ini tahun proyek, artinya banyak alat berat, mobil lewat sana membawa material dengan tonase luar biasa tinggi, dikhawatirkan nanti terjadi yang kita takutkan, bisa kebablasan. Saya harap PU provinsi segera tindak lanjuti jembatan Jumrah, ini permintaan rakyat Rohil," kata bupati, dalam satu kegiatan di kediaman dinasnya, di kawasan Batu Enam, Bagansiapiapi, ibu kota Rokan Hilir.
Beruntunglah seruan itu kemudian mendapatkan respon, belakangan pemerintah provinsi membangun turap di sebelah areal kanan dan kiri pada bagian kepala jembatan (oprit).
Keberadaan turap sejauh ini berdasarkan pengamatan Riau Pos terlihat efektif mengantisipasi terjadinya kelongsoran tanah karena "dicuri" oleh sapuan gelombang. Tapi kasus pindahnya manusia karena abrasi sudah terlanjur terjadi.
Dalam waktu tertentu bukan hanya arus deras yang terjadi tapi gulungan ombak susul menyusul menghantam tepian sungai. Ini dikenal masyarakat setempat dengan istilah bono.
Datuk penghulu Jumrah, Sukardi dalam satu kesempatan membanggakan bono sebagai salah satu ciri khas alam di daerah itu. "Tapi kedatangan bono sukar ditebak, kadang ada, kadang tidak. Yang jelas pada saat pasang besar," kata Sukardi pada satu kesempatan. "Datanglah melihat-lihat," tambahnya.
Bono Rokan memang terkenal ketinggiannya bisa lebih dari tiga meter dengan kecepatan yang luar biasa. Abrasi tak hanya terjadi di wilayah kategori tengah dari sungai Rokan tapi juga di bagian paling hilir tepatnya di depan kawasan Batu Enam, Bagansiapiapi.
Areal perkantoran terpadu yang dibangun pemkab perlahan-lahan kini dihadapkan dengan persoalan baru berupa ancaman terkikisnya areal lahan wilayah perkantoran. Indikasi awal sudah terlihat, beberapa tempat beristirahat yang dibangun atau Gazebo dengan posisi menghadap ke Sungai Rokan telah tumbang karena abrasi.
Dinding pembatas beton yang terletak persis di seberang gedung kantor bupati Rohil yang hanya berjarak ratusan meter turun ke bawah menunggu ambruk. Dinas CKTR Rohil pernah berencana mengundang tim ahli untuk mengkaji abrasi Sungai Rokan agar diperoleh masukan penanggulangan yang diperlukan.
Kadis, Suwandi mengatakan tim yang diundang berasal dari salah satu perguruan tinggi di Jokjakarta, namun belum diperoleh kepastian apa kebijakan pemerintah untuk menyikapi bahaya yang sudah di depan mata ini.
Menurut Suwandi beberapa bangunan permanen milik pemerintah daerah telah dibangun di sekitar muara Sungai Rokan. Karena itu perlu kajian apakah terjadi pergerakan tanah akibat pengaruh abrasi. Sebab, Sungai Rokan dikenal memiliki arus yang cukup kuat. Bangunan yang ada di antaranya kantor bupati, kantor bappeda, rumah sakit, kantor DPRD, bangunan SPN dan kantor kodim dan lain-lain.
Ancaman ini tidak semata-mata membuat berkurangnya areal permukaan tanah tapi juga semakin mendekatkan jangkauan bagi hewan air buas ke lingkungan aktifitas manusia. Persis di seberang Batu Enam tepatnya di Pulau Pedamaran tak disangsikan lagi tersembunyi ratusan predator, buaya Rokan yang terkenal dengan keganasannya.
Dalam dua tahun terakhir terjadi dua kasus, seorang nelayan tewas diserang buaya saat menangkap ikan di Sungai Rokan yang berdekatan dengan Pulau Pedamaran. Tubuh korban ditemukan beberapa jam usai serangan dalam kondisi terpotong. Serangan tak hanya dialami oleh nelayan yang nekat mendekati pulau. Seorang penjala udang, di pinggiran Batu Enam pun pernah diserang buaya namun beruntung luput dari maut dan hanya mengalami gigitan di bagian kaki.
Harus Didukung Semua Pihak
Tarik garis, dari hulu hingga ke muara Sungai Rokan yang terdapat di Rohil kualitas air dan secara kasat mata warna air berbeda. Di hulu akan didapati air sungai yang jernih, bersih serta alirannya tenang namun makin ke muara semakin keruh, berlumpur, serta berarus deras.
Dengan berbagai tantangan serta ancaman yang ada tidak dipungkiri kenyataannya Sungai Rokan menawarkan pesona wisata yang menarik hati. Kehidupan masyarakat di pinggiran sungai seperti yang terdapat di Desa Rantau Bais merupakan satu destinasi tersendiri. Setiap tahunnya ada agenda wisata besar-besaran yang mampu menarik ribuan pengunjung.
Tahun 2013 ketika festival Pulau Tilan didengungkan, ribuan wisatawan berdatangan melihat dari dekat kehidupan budaya di Desa Rantau Bais dan kelestarian lingkungan hidup di Pulau Tilan yang ada di desa itu.
Tokoh masyarakat Rantau Bais, yang kini anggota DPRD Riau, Karmila Sari menuturkan waktu itu jumlah kunjungan wisatawan per-hari mencapai 4.000 orang. Menurutnya keberadaan Pulau Tilan yang persis di depan Rantau Bais memiliki pemandangan eksotik berpadu dengan keberadaan sungai Rokan.
Masyarakat sekitar menjadikan lahan pulau sebagai padang bebas untuk hewan peternak seperti sapi dan kerbau. Hewan tersebut dilepasliarkan selama beberapa waktu tertentu. Pacuan sampan, salah satu acara tradisional berlomba mengayuh sampan hanya mengandalkan tangan kosong atau mengunakan dayung selalu disaksikan banyak orang seiap tahunnya.
Gagasan akan perlunya meningkatkan promosi wisata dari tepian sungai, merujuk pada ucapan seniman Delsi Hendria memang benar adanya. Dirinya yakin jika aktifitas masyarakat tepian sungai Rokan dikelola dengan tepat dapat diperoleh manfaat peningkatan perekonomian sekaligus bertahannya kearifan budaya setempat.
Kepala Disbudparpora Rohil Zulkarnain pun membenarkan untuk obyek wisata alam yang kerap mendapatkan perhatian dari wisatawan adalah obyek wisata pingiran sungai Rokan yang memiliki panorama indah terutama sore hari kala matahari tampak di ufuk senja.
Tapi seluruh kelangsungan hidup dan potensi yang ada di Sungai Rokan tidak akan bisa bertahan tanpa tumbuhnya kesadaran bersama akan pentingnya menjaga sungai sebagai bagian dari kehidupan.
"Semua harus bersama-sama untuk peduli kondisi Sungai Rokan, baik pemerintah, dinas terkait maupun camat dan aparatur desa. Mulai dari yang sederhana, misalnya, dinas harus intens mengingatkan petani bagaimana pengunaan pupuk yang benar. Camat, penghulu (kades) mesti rajin menggalakkan seruan agar masyarakat yang tinggal di sekitar sungai tidak membuang sampah ke sungai," kata Kabid Penataan Bapedal, Hidayat tegas.
Jika kesadaran itu tumbuh maka kelestarian sungai Rokan akan tetap terjaga dan segala manfaatnya tetap dapat dirasakan generasi berikutnya dari zaman ke zaman.***
Laporan : Zulfadhli
Editor: Fopin A Sinaga