Imbas Rupiah Anjlok dan Beban Pajak Naik, PLN Rugi Rp18,4 Triliun

Ekonomi-Bisnis | Rabu, 31 Oktober 2018 - 11:14 WIB

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Tekanan kurs mata uang asing berimbas pada kondisi keuangan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero). Pada kuartal III 2018, perseroan mencatat kerugian Rp18,4 triliun. Angka itu merosot tajam jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu dengan raihan laba bersih Rp3,06 triliun.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra Talattov mengakui, penurunan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS (USD) memang menjadi salah satu penyebab kerugian PLN tahun ini. ’’Kalau kita lihat, depresiasi rupiah sejak awal tahun hingga saat ini mencapai 12,5 persen,’’ ujarnya, kemarin (30/10).

Baca Juga :Tak Bayar Tagihan, PLN Bengkalis Segel Meteran Listrik Sejumlah Kantor OPD Pemkab Bengkalis

Asumsi awal, nilai tukar Rp13.800. Saat ini kurs rupiah terhadap dolar AS sudah menjadi Rp15.200. ’’Ada selisih Rp1.400 yang menjadi beban bagi keuangan PLN,’’ jelasnya.

Selain itu, kenaikan ICP (Indonesian crude price) atau harga minyak mentah menambah beban keuangan perusahaan setrum nasional tersebut. Sebab, masih ada porsi pembangkit PLN yang menggunakan bahan bakar minyak (BBM). Hingga triwulan ketiga 2018, porsi pembangkit yang masih memakai BBM mencapai 6,18 persen.

’’Pemerintah gencar alihkan penggunaan energi fosil ke EBT (energi baru terbarukan). Strategi jangka panjangnya, 1.800 mw pembangkit akan menggunakan CPO (crude price oil),’’ terangnya.

Pendapatan usaha PLN selama periode Januari–September 2018 mencapai Rp200,91 triliun. Meningkat 9 persen (YoY) sejumlah Rp187,88 triliun. Sayangnya, beban usaha PLN lebih tinggi daripada pendapatan perseroan, yakni Rp224 triliun. Meningkat 11,2 persen dari beban usaha perseroan pada periode yang sama tahun lalu Rp200,3 triliun. PLN harus mengalami kerugian usaha Rp23,08 triliun.

Untuk menutup rugi, pemerintah sudah memberikan subsidi Rp39,77 triliun. Karena itulah, PLN mencetak laba usaha setelah subsidi Rp16,69 triliun. Ditambah dengan penghasilan keuangan Rp 585,9 miliar dan penghasilan lain-lain Rp8,52 triliun, lalu dikurangi beban keuangan Rp16,18 triliun, PLN memperoleh laba sebelum kurs dan pajak Rp9,61 triliun. Namun, laba tersebut harus tergerus oleh kerugian kurs mata uang asing karena pelemahan rupiah Rp17,32 triliun.

Selain itu, PLN mengalami kerugian sebelum pajak Rp7,7 triliun ditambah beban pajak Rp10,7 triliun. Total kerugian mencapai Rp18,4 triliun. ’’Kebijakan populis pemerintah untuk tidak menaikkan tarif listrik hingga akhir 2019 membuat PLN tidak bisa menyesuaikan TDL (tarif dasar listrik) di tengah tekanan kurs,’’ ungkapnya.

Meski begitu, PLN masih bisa melakukan sejumlah strategi guna menekan kerugian. Misalnya, mengoptimalkan hedging nilai tukar serta refinancing. Di sisi lain, pemerintah bakal memberikan PMN (penyertaan modal negara) Rp6,5 triliun pada 2019 untuk mengompensasi kerugian PLN. Selain itu, PLN harus bisa mengoptimalkan aset produktif untuk menambah pendapatan.

Direktur Keuangan PLN Sarwono optimistis, hingga akhir tahun, perseroan masih bisa membukukan laba. ’’Doakan saja (laba). In Shaa Allah,’’ tuturnya.

Dia memastikan kondisi keuangan PLN masih cukup bagus dengan DSCR (debt service coverage ratio) lebih dari 1 dan DER (debt to equity ratio) masih di angka 50 persen. Masih jauh di bawah limit DER di angka 300 persen.

Total keperluan belanja modal PLN bisa mencapai Rp 80 triliun per tahun yang mayoritas dialokasikan untuk pembangunan pembangkit. Hingga triwulan ketiga 2018, dana investasi yang digelontorkan PLN telah mencapai Rp60 triliun. ’’Rugi kurs lebih tinggi sekarang,’’ kata Sarwono.(car/vir/c14/fal/das)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook