Menurut dia, tingginya integritas Ahok dibutuhkan untuk pengawasan kinerja direksi. ”Ini kan (pengawasan, Red) harus kencang. Jadi, kami butuh kemampuan Pak Ahok,” ujarnya. Sementara itu, lanjut Arya, untuk kursi direksi utama, dibutuhkan sosok yang menguasai bisnis dan operasional seputar energi, khususnya perminyakan.
Pada bagian lain, Menteri Sekretaris Kabinet Pramono Anung berharap Ahok bisa membantu program prioritas pemerintah dalam menyelesaikan defisit neraca perdagangan. Sebab, selain PLN, Pertamina merupakan perusahaan yang sangat berkontribusi terhadap persoalan tersebut melalui impor migasnya.
Pram menyatakan, untuk menyelesaikan persoalan itu, dibutuhkan komitmen kuat dari internal Pertamina. Jika masih ada yang menghendaki impor terus-menerus, masalah tersebut akan sulit diatasi. Karena itu, Ahok harus menertibkannya.
”Penugasan Pak Ahok paling utama di Pertamina adalah hal-hal yang berkaitan dengan itu. Untuk memberikan pengawasan jangan sampai Pertamina tidak mau berubah,” katanya di kompleks istana kepresidenan.
Politikus PDIP itu menuturkan, sebetulnya sejumlah program sudah dicanangkan pemerintah untuk mengurangi impor migas. Yakni, program Biodiesel B20 dan B30 yang memanfaatkan teknologi minyak sawit. Dengan program tersebut, semestinya angka impor migas bisa ditekan. Apalagi, pemerintah berencana terus meningkatkan biodiesel hingga B50.
”Kalau di internal Pertamina tidak dilakukan pembenahan, impor minyaknya sangat besar, inilah yang mengakibatkan tekanan terhadap neraca transaksi berjalan kita,” tuturnya.
Di tempat terpisah, Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan menuturkan, penunjukan Ahok sebagai komisaris utama Pertamina perlu didukung. Dia menjelaskan, banyak pekerjaan rumah yang harus dibereskan Ahok. Salah satunya, memberantas mafia migas yang hingga kini disebut-sebut masih bercokol.
”Sebenarnya sudah ada tim mafia migas yang diketuai Faisal Basri saat dulu konsentrasinya Petral bubar. Tapi, menurut orang-orang, masih ada mafia-mafia yang lain,” ujarnya kepada Jawa Pos kemarin (25/11).
Ahok juga diharapkan bisa mengurangi defisit neraca migas yang hingga kini masih menjadi persoalan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, defisit neraca dagang migas Januari–September tahun ini mencapai USD 10,74 miliar (setara dengan Rp 150 triliun). Jumlah itu naik 62,74 persen dari periode yang sama tahun lalu USD 6,5 miliar. Defisit neraca dagang migas selama sembilan bulan tahun ini bahkan melebihi defisit periode Januari–Desember 2018 sejumlah USD 8,57 miliar.
”Masalah defisit, pembangunan refinery development masterplan (RDMP), BBM satu harga, lifting migas, kegiatan eksplorasi. Banyak sekali PR-nya. Memang, ini harus dibereskan Pak Ahok,” ujarnya.
Untuk jangka pendek, Mamit berharap Ahok bisa melakukan efisiensi di Pertamina. Sebab, selama ini banyak pihak yang mencari keuntungan di Pertamina. Keberadaan Ahok diharapkan bisa memangkas praktik kotor dan meningkatkan transparansi dalam segala hal.
Sepak terjang Ahok yang dikenal gesit juga diyakini bisa diterapkan di Pertamina. Dengan begitu, dalam waktu dekat, diharapkan lahir berbagai kebijakan strategis.
Sumber: Jawapos.com
Editor: E Sulaiman