Pasar Sambut Baik Penunjukkan Kembali Sri Mulyani Sebagai Menkeu

Ekonomi-Bisnis | Senin, 28 Oktober 2019 - 21:25 WIB

Pasar Sambut Baik Penunjukkan Kembali Sri Mulyani Sebagai Menkeu
Menkeu Sri Mulyani Indrawati (Raka Denny/Jawa Pos)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Pasar menyambut positif penunjukan kembali Sri Mulyani Indrawati sebagai Menteri Keuangan pada Kabinet Indonesia Maju. Sri Mulyani dianggap menumbuhkan optimisme di tengah ketidakpastian global, pelemahan pertumbuhan ekonomi, serta perang dagang.

Kepala Ekonom DBS Indonesia Masyita Crystallin memprediksi, Sri akan melanjutkan manajemen anggaran yang baik serta melanjutkan reformasi fiskal. Anggaran pemerintah diperlukan sebagai stimulus ekonomi yang sedang melemah dan menjaga defisit agar tetap berada di koridor yang aman.


"Sementara kebijakan fiskal yang kontra siklus berarti saat perekonomian sedang lemah, stimulus fiskal ini digunakan untuk mengangkat pertumbuhan ekonomi," kata Masyita, Senin (28/10).

Reformasi fiksal juga diprediksi akan menjadi prioritas eks Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut. Hal tersebut sangat diperlukan Indonesia karena rasio pajak kurang dari 12 persen di bawah rata-rata negara peers dan agar bisa tumbuh ke angka 15 persen.

Secara keseluruhan, sambung Masyita, Kabinet Indonesia Maju memiliki kombinasi netral antara partai dan profesional yang baik. Terlepas dari latar belakang menteri, sejumlah hal perlu diperhatikan untuk memastikan visi Jokowi tercapai seperti menjadi negara kaya di 2045.

Hal-hal itu diantaranya seperti pertumbuhan ekonomi harus tumbuh di atas 6 persen yang hanya bisa dicapai jika mesin pertumbuhan ekonomi di perbaharui. Tidak tergantung pada komoditas dan sektor-sektor dengan nilai tambah rendah dan beralih ke manufaktur sebagai roda penggerak ekonomi juga jadi hal yang disorot.

Perubahan nomenklatur Kemenko Koordinator Kemaritiman menjadi Kemenko Kemaritiman dan Investasi sejalan dengan visi utama Jokowi dari lima tahun lalu, untuk tidak lagi memunggungi laut. Visi tersebut masih terus menjadi prioritas di periode kedua ini.

"Tantangan terbesar ke depan Jokowi adalah terus melakukan reformasi, baik infrastruktur maupun infrastruktur lunak (kemudahan berbisnis, Red). Tantangan lainnya adalah menemukan mesin ekonomi agar pertumbuhan di atas potensi sebesar 5 persen, dan mempertahankan stabilitas Rupiah (CAD berkorelasi positif dengan pertumbuhan karena kandungan impor ekspor dan investasi cukup besar)," ujar Masyita.

Untuk jangka pendek, pemerintahan Jokowi juga perlu mewaspadai terus turunnya harga komoditas dan investasi swasta yang terus melambat. Sedangkan jangka menengah, untuk tumbuh di atas potensi, Indonesia perlu mengembangkan mesin pertumbuhan yang solid (sektor manufaktur, sektor bernilai tambah lebih tinggi, kurang bergantung pada produksi komoditas mentah, Red).

"Dengan kondisi pertumbuhan yang lebih lambat, inflasi yang stabil (dekat dengan titik tengah Bank Indonesia, Red), dan rupiah yang relatif stabil, Bank Indonesia memiliki lebih banyak ruang untuk memangkas suku bunga kebijakan lebih lanjut untuk mendukung pertumbuhan. Saya melihat adanya potongan tambahan 25bps," lanjutnya.

Bagi investor asing dan prospek bisnis asing, Masyita menilai posisi Indonesia di mata investor masih sangat baik. Di mana Indonesia sebagai ekonomi terbesar di Asia Tenggara dengan populasi besar dan masih mendapat manfaat dari dividen demografis.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Erizal









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook