MASKAPAI UTAK-ATIK STRATEGI BERTAHAN 

Penerbangan Nasional Pulih 2024, Internasional Normal 2026

Ekonomi-Bisnis | Kamis, 27 Mei 2021 - 10:51 WIB

Penerbangan Nasional Pulih 2024, Internasional Normal 2026
Armada maskapai Garuda Indonesia saat lepas landas dan akan mendarat di landasan pacu Bandara Soekarno-Hatta Jakarta, baru-baru ini. (HANUNG HAMBARA/JPG)

Industri penerbangan Tanah Air belum bisa pulih dari dampak persebaran virus SARS-CoV-2. Pembatasan mobilitas manusia memaksa maskapai mengandangkan pesawat dan sejumlah besar pegawainya. Langkah itu ditempuh agar biaya operasional tidak membebani perusahaan karena minimnya pemasukan.  


JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Maskapai Sriwijaya Air memilih perampingan karyawan sebagai upaya bertahan. Rabu (26/5) Senior Manager Corporate Communication Sriwijaya Air Theodora Erika mengatakan bahwa perusahaan menawarkan opsi resign kepada karyawan yang dirumahkan selama pandemi Covid-19. Tawaran lewat memo internal Sriwijaya Air Group itu bergulir sejak awal pekan ini.  


"Kami sampaikan bahwa memo tersebut adalah benar merupakan kebijakan resmi yang diambil oleh manajemen Sriwijaya Air Group," ujar Theodora. Kebijakan itu, menurut dia, berlandasan pada kondisi likuiditas perusahaan yang semakin turun. 

Dalam memo yang diteken Direktur Sumber Daya Manusia Sriwijaya Air Anthony Raymond Tampubonon itu disebutkan pula bahwa operasional perusahaan tidak baik. Kinerja perusahaan juga menurun. Ketidakpastian global membuat perusahaan tidak bisa menjamin karyawan-karyawan yang dirumahkan akan dipekerjakan kembali. 

"Ini upaya kami untuk memberikan kepastian kepada karyawan yang dirumahkan," kata Theodora.

Sebelumnya, maskapai Garuda Indonesia menawarkan opsi pensiun dini kepada karyawan. Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra menegaskan bahwa kini opsi itu ditawarkan kepada karyawan yang memenuhi kriteria dan persyaratan. "Ini merupakan langkah berat. Namun, opsi ini harus kami ambil untuk memulihkan kinerja," ujarnya.

Sampai memasuki akhir semester I ini, kondisi keuangan Garuda Indonesia belum membaik. Irfan blak-blakan mengatakan bahwa utang maskapainya mencapai Rp70 triliun atau 4,9 miliar dolar AS dan masih akan bertambah. Hingga akhir kuartal III tahun lalu, maskapai nasional itu membukukan kerugian 1,07 miliar dolar AS. 

"Mungkin penghasilan kami bulan ini hanya 56 juta dolar AS. Pada tahun-tahun jaya, 2019, kami pernah mencapai 200 juta dolar AS. Estimasi Garuda Indonesia bisa pulih tahun ini. Tapi, prosesnya masih panjang dan perlu kesabaran," papar Irfan.

Sementara itu, di tengah pandemi, tersiar kabar munculnya maskapai pendatang baru. Yakni, Super Jet Air. Maskapai itu dikait-kaitkan dengan Lion Group. Debtwire melansir bahwa Super Air Jet dan Flyindo Aviasi Nusantara (FAN) mendapatkan suntikan dana dari pemilik Lion Air Group senilai 67,8 juta dolar AS atau setara Rp968 miliar.

Namun, Corporate Communications Strategic of Lion Air Danang Mandala Prihantoro enggan mengomentari kabar tersebut. Dia juga bungkam saat ditanya tentang keterkaitan Super Jet Air dengan Lion Group.

Sekretaris Jenderal Indonesia National Air Carriers Association (INACA) Bayu Sutanto menyatakan bahwa bisnis maskapai masih sangat menantang. Maka, mengurangi jumlah tenaga kerja menjadi konsekuensi yang logis. Menurut dia, selain biaya tenaga kerja, maskapai juga sangat mungkin mengurangi biaya operasional. 

"INACA sendiri memprediksi pemulihan sektor penerbangan baru terjadi pada 2022. Namun, baru akan kembali seperti sedia kala pada 2024 untuk penerbangan domestik. Untuk penerbangan internasional, normalnya baru pada 2026," ujarnya.(agf/c6/hep/das)

Laporan JPG (Jakarta)
 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook