JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Pemberlakukan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) sudah tinggal menghitung hari. Tepat pada 31 Desember nanti, persaingan pasar termasuk aspek ketenagakerjaan di kawasan regional bakal lebih terbuka. Namun, pemerintah mengaku bahwa hal tersebut sebenarnya sangat menguntungkan bagi Indonesia dalam jangkan panjang. Terutama, dengan kondisi bonus demografi Indonesia yang sangat tinggi.
Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dakhiri mengatakan, kekhawatiran masyarakat menjelang MEA sama sekali tak berdasar.
Menurutnya, Indonesia justru menjadi negara yang diuntungkan dengan adanya sistem persaingan terbuka. Sebab, hal tersebut bakal memberikan kesempatan kerja lebih luas.
“Indonesia punya modal kuat untuk keluar sebagai pemenang dalam era persaingan terbuka ini. Bukan hanya dengan kekayaan alam; terbentang dari Sabang sampai Merauke. Namun, juga sumber daya manusia (SDM) yang mencapai 255 juta. Hal tersebut tentu menguatkan posisi tawar kita sebagai pasar maupun basis produksi,” terang Hanif di Jakarta, Jumat (25/12).
Dia menjelaskan, saat ini pemerintah hanya perlu fokus untuk mengarahkan SDM sesuai potensi yang ada. Dengan langkah tersebut, Indonesia bisa menjadi salah satu kuda pacu untuk tenaga profesional di regional ASEAN dengan kondisi bonus demografi dari periode 2012 hingga 2035. Bonus ini diperkirakan akan mencapai puncaknya pada tahun 2028-2030.
“Nah, jiak saja kita punya aspek daya saing, jelas Indonesia akan berjaya di kompetisi global tersebut. Namun, memang perlu ada usaha keras dan tepat untuk meningkatkan daya saing,” ujarnya.
Salah satu langkah yang sudah disiapkan Kementerian Ketenagakerjaan adalah penyusunan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) dan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKNNI) . Proses-proses tersebut saat ini terus dipercepat agar kualitas dan kompetensi tenaga kerja Indonesia bisa terjamin.
“Ini semua merupakan salah satu perwujudan amanat salah satu butir Nawa cita. Yakni, negara hadir untuk meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional. Sehingga, bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa Asia lainnya,” katanya.
Dia pun sudah mencipakan data center sebagai prasarana untuk mendukung e-government di bidang ketenagakerjaan. Hal tersebut juga bakal ditularkan kepada kadisnaker provinsi seluruh Indonesia untuk menjadikan data center ketenagakerjaan sehingga proses terkait ketenagakerjaan bisa lebih baik.
“Memasuki MEA beberapa hari lagi, stake holder ketenagakerjaan juga terus mencari terobosan dan inovasi baru. Terobosan ini jelas harus berdampak langsung pada masyarakat Indonesia secara luas,” imbuhnya.
Selama ini, MEA selalu menjadi ketakutan bagi masyarakat Indonesia. Terutama para buruh yang mengaku bahwa mayoritas pekerja Indonesia masih lulusan SD. Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) pun mengatakan bahwa saat ini masyarakat Indonesia juga sudah dikepung oleh tenaga kerja asing (TKA). Jika sampai tenaga kerja asing diberi akses menjadi pekerja level bawah, maka Indonesia yang akan menanggung akibatnya.(bil/jpg)
“Kami jelas khawatir jika MEA ini malah membawa petaka kepada Indonesia. Apalagi, regulasi yang ada saat ini justru sama sekali tak mempersulit gelombang masuk TKA. Jelas kami sangat keberatan karena di Negara lain sudah ada filternya,” ungkapnya.(bil/jpg)