PEKANBARU (RIAUPOS.CO) -- Belum lama ini, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau telah mengeluarkan Surat Edaran Gubernur Riau nomor 19/SE/2019 tanggal 26 November 2019 tentang imbauan sosialisasi dan pembatasan penggunaan jenis BBM tertentu serta jenis BBM khusus penugasan sesuai peruntukannya, Jumat (24/1).
Namun, surat edaran tersebut menjadi pertanyaan bagi Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) DPD Riau. Pasalnya, latar belakang diterbitkannya SE Gubernur Riau No 199/SE/2019 adalah tindaklanjut dari hasil rapat koordinasi tentang penya aturan BBM bersubsidi dan elpiji 3 Kg di provinsi Riau pada tanggal 17 Oktober 2019.
Derdasarkan surat dari Pertamina perihal penyaluran bahan bakar jenis tertentu yaitu biosolar dan bahan bakar khusus penugasan yaitu premium provinsi Riau dalam hal kuota versus realisasi 2019 di provinsi Riau.
Namun, berdasarkan data yang didapatkan oleh Aptrindo DPD Riau dari Pertamina, kuota produk premium telah habis pada tanggal 12 Oktober 2019 dan kuota produk biosolar telah habis tanggal 22 November 2019. Sehingga berdasarkan tabulasi beserta keterangan di atas jika dikaitkan dengan diterbitkannya SE Gubernur tersebut malah menimbulkan multitafsir.
Di mana tujuan diterbitkannya surat edaran atas atas permintaan Pertamina Cabang Riau tersebut adalah untuk mengantisipasi over kuota yang berlebih di tahun 2019, sedangkan ditetapkan tanggal 26 November 2019 di mana kuota produk bio solar telah habis pada tanggal 22 November 2019.
Menurut Ketua Aptrindo DPD Riau Albert Simanjuntak SH, dalam surat edaran yang dikeluarkan oleh Gubernur Riau tersebut khususnya pada angka 5 yang tidak sesuai dengan Perpres Nomor 191 Tahun 2014 tentang penyediaan pendistribusian dan harga jual eceran BBM yang dijadikan sebagai acuan diterbitkannya Surat Edaran Gubernur Riau tersebut, menjadi persoalan bagi pelaku usaha transportasi truk dalam hal kelangsungan usaha, iklim investasi, berusaha dan kepastian hukum.
Pasalnya di lapangan, akibat surat edaran tersebut telah menimbulkan gangguan dan kerugian bagi pelaku usaha transportasi truk yang sebelum adanya surat edaran tersebut masih bisa menggunakan jenis BBM tertentu sesuai dengan Perpres yang ada.
Bahkan, menjadi tidak bisa menggunakan setelah diberlakukannya surat edaran tersebut. “Kami mengharapkan surat tersebut ditinjau ulang dan tidak dijadikan sebagai dasar tindakan yang kontraproduktif oleh siapapun dan oleh operator Migas dalam bentuk apapun yang dapat merugikan pelaku usaha. Pembahasannya juga melibatkan divisi hukum Aprindo DPRD Riau di mana Arifin Kusnan SH dan serta Divisi Strategi dan Pengembangan Ibnu Mas’ud SH MSI,”ucapnya.
Aptrindo juga mempertanyakan urgensi diterbitkannya surat gubernur itu untuk apa, sementara kuota produk bio solar pada tahun 2020 sudah ditetapkan sebesar 785,791 kiloliter, artinya terjadi penambahan kuota sebesar 8,32 persen dari 2019 lalu.(ayi)