JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Wacana tax amnesty jilid II alias pengampunan pajak tahap kedua terus bergulir. Pekan lalu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyatakan bahwa program yang disinggung Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam suratnya untuk para wakil rakyat itu bakal dibahas lebih detail oleh komisi XI.
Sebagian legislator menganggap pengampunan pajak kurang tepat diterapkan sekarang. Apalagi, anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) masih minus. Demikian juga penerimaan pajak. "Justru perlu tambahan pemasukan dari sektor pajak. Sehingga perlu digenjot, bukan malah dipangkas," tegas Fauzi H Amro, anggota Komisi XI, pada Sabtu (22/5).
Data Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menunjukkan bahwa penerimaan negara tercatat Rp1.423 triliun per November 2020. Sementara itu, belanja negara mencapai Rp2.306,7 triliun. Itu membuat APBN 2020 defisit Rp 883,7 triliun. Atau setara dengan 5,6 persen dari produk domestik bruto (PDB).
Pada kuartal I 2021, APBN kembali mencatatkan defisit. Yakni, Rp 144,2 triliun. Di sisi lain, penerimaan negara mencapai Rp 378,8 triliun sepanjang Januari hingga Maret 2021. Capaian itu tumbuh 0,6 persen year-on-year (yoy). Rasio penerimaan pajak negara terhadap PDB turun per Maret 2021 sekitar 7,32 persen. Penerimaan pajak itu pun sudah dibantu kenaikan cukai rokok.
"Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui bahwa penerimaan negara masih loyo. Utamanya karena penerimaan pajak yang masih minus 5,6 persen YoY. Sementara itu, belanja negara pada Maret 2021 naik 15,6 persen. Itu pertumbuhan yang luar bisa," beber Fauzi.
Menurut dia, pemerintah semestinya bekerja ekstra untuk menggenjot pendapatan dari sektor pajak. Bukan malah menggulirkan kebijakan tax amnesty jilid II. Selain itu, dia menilai pengampunan pajak hanya menguntungkan kalangan pengusaha kelas atas.
"Berhentilah memanjakan para pengusaha dengan kebijakan tax amnesty. Harus lebih kreatif mencari sumber-sumber pendapatan lain agar APBN tidak terus defisit," tegas pria yang juga tercatat sebagai anggota Badan Anggaran DPR itu.
Hal senada disampaikan anggota Komisi XI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Anis Byarwati. Dia lantas mengulas efektivitas tax amnesty 2016. Saat itu pemerintah menyatakan bahwa kebijakan tersebut bertujuan menambah pendapatan pajak. Dengan demikian, defisit anggaran bisa ditambal.
Pada 2016, target pendapatan pajak dari tax amnesty berkisar Rp165 triliun. Namun, selama program berjalan, nominal tebusan yang masuk hanya sekitar Rp135 triliun. "Melesetnya target tentu berimplikasi terhadap APBN yang sedang berjalan," ungkap Anis.
Pemerintah selalu menyatakan bahwa pengampunan pajak penting untuk menarik dana warga Indonesia yang disimpan di luar negeri. Awalnya, disebutkan ada sekitar Rp11.000 triliun dana yang tersimpan di luar negeri.(han/c19/hep/jpg)