JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk mencatat laba bersih sepanjang tahun 2019 tumbuh sebesar 6,15 persen menjadi Rp 34,41 triliun. Kenaikan tersebut didorong oleh pertumbuhan kredit pada segmen mikro menjadi salah satu penyokong utama kinerja perseroan.
Direktur Utama Bank BRI Sunarso menjelaskan, penyaluran kredit BRI sepanjang tahun 2019 mencapai Rp 908,88 triliun atau tumbuh 8,44 persen secara tahunan (year on year). Perolehan tersebut diatas rata-rata industri perbankan yang tumbuh sebesar 6,08 persen.
"Salah satu faktor utama pendukung pertumbuhan kredit tersebut yakni penyaluran kredit mikro yang tumbuh double digit di angka 12,19 persen di sepanjang tahun 2019. Bahkan porsi kredit mikro pada Bank BRI sebagai perusahaan induk saja telah meningkat dari 34,3 persen menjadi 35,8 persen. Hal ini sejalan dengan aspirasi Bank BRI di tahun 2022, dimana komposisi kredit mikro mencapai 40 persen dari total portofolio pinjaman," ujarnya, Kamis (23/1).
Sunarso menambahkan akan terus melakukan inovasi berkelanjutan untuk mendorong penetrasi kredit mikro sehingga menjangkau lebih banyak lagi nasabah.
"Melalui teknologi, kami kembangkan kredit mikro BRI menjadi go smaller, go shorter dan go faster. Melalui platform berbasis teknologi, BRI mempersiapkan ekosistem mikro berbasis digital untuk melayani potensi pasar mikro yang masih terbuka luas," imbuhnya.
Disamping kredit mikro, pertumbuhan kredit BRI juga ditopang oleh pertumbuhan kredit ritel dan menengah yang tumbuh 12,08 persen yoy menjadi Rp 269,64 triliun di akhir tahun 2019.
Selain tumbuh positif dan diatas rata rata industri, lanjutnya, BRI juga mampu menjaga kualitas kredit di level ideal yakni rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) 2,80 persen dengan NPL Coverage mencapai 153,64 persen.
Sementara, sisi Dana Pihak Ketiga (DPK), hingga akhir tahun 2019, DPK BRI berhasil menembus angka di atas Rp 1.000 triliun yakni mencapai Rp 1.021,39 triliun atau naik sebesar 8,17 persen yoy. Dana murah (CASA) masih mendominasi portofolio simpanan BRI, mencapai 57,71 persen dari total DPK atau senilai Rp 589,46 triliun.
"Tahun 2020 BRI akan fokus menggarap CASA untuk mengoptimalkan pertumbuhan dana melalui transaction banking di perkotaan maupun melalui micro saving dan micro payment di segmen mikro," ucapnya.
Kemudian, perseroan juga berhasil mengakselerasi Fee Based Income (FBI). Hingga akhir Desember 2019, perolehan FBI BRI tercatat Rp 14,29 triliun atau tumbuh 20,1 persen yoy. Dengan pertumbuhan FBI yang signifikan ini, untuk pertama kalinya bagi Bank BRI Fee Income to Total Income Ratio mencapai double digit sebesar 10 persen.
"Melalui inovasi dan digitalisasi, perseroan terus menciptakan sumber sumber pendapatan berbasis non bunga untuk menjaga tingkat profitabilitas," ucapnya.
Salah satu inovasi produk dan layanan yang memberikan dampak secara nyata bagi pertumbuhan FBI BRI adalah Agen BRILink. Hingga akhir tahun 2019, tercatat Bank BRI memiliki 422 ribu agen dengan transaksi mencapai 521 juta kali transaksi finansial dengan volume mencapai Rp 673 triliun atau tumbuh 31,2 persen yoy.
"FBI yang dihasilkan oleh Agen BRILink tercatat mencapai Rp 788,7 miliar atau tumbuh 75 persen yoy," katanya.
Pada sisi permodalan, Sunarso menambahkan, BRI mencatat rasio CAR 22,77 persen yang mencerminkan modal BRI cukup kuat untuk melakukan ekspansi baik dalam jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang. Secara likuiditas, BRI masih mempunyai ruang tumbuh dimana rasio likuiditas BRI di akhir tahun 2019 terjaga di level 88,98 persen. Sementara, aset BRI tercatat Rp 1.418,95 triliun, tumbuh 9,41 persen dibanding aset akhir tahun 2018 sebesar Rp 1.296,90 triliun.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Erizal