JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Pemerintah mengkaji berbagai opsi kebijakan dan instumen keuangan yang ada demi menekan dampak pandemi virus corona. Salah satunya, mencetak uang untuk membiayai defisit anggaran yang membengkak.
Hal itu disampaikan Staf Khusus Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Reza Yamora.
Ia menyebut opsi tersebut merupakan pilihan terakhir pemerintah. Hingga saat ini, katanya, pemerintah masih dapat mengatasi dampak pandemi tanpa harus melibatkan BI untuk mencetak rupiah.
"Perdebatan sudah ada, bukan berarti tidak melihat opsi itu. Memang perbedaan fundamental Indonesia dan AS memiliki Sentral Banking System yang berbeda," katanya pada Rabu (10/6/2020).
Ia mengatakan soal keputusan bakal diambil atau tidaknya opsi mencetak uang tersebut, lanjutnya, bergantung pada tingkat keberhasilan penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Jika dampak ekonomi yang ditimbulkan tak terlalu parah, maka pencetakan uang dinilainya tak perlu diambil.
"Keberhasilan PSBB me-rebound posisi ekonomi ini jangan sampai severity (keparahan, red) dari kondisi ini jadi too costly (terlalu mahal, red) dan mau ga mau kami mesti ngerjain selain last resort printing money itu tadi," terang Reza.
Di kesempatan sama, ia menyambut baik nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang kian menguat. Ia berharap posisi rupiah yang berada di posisi Rp14 ribuan per dolar USD saat ini dapat berjalan stabil.
"Kami mesti lihat dari sudut volatilitas, apakah rupiah yang turun di bawah 14 ribu akan kembali ke 15 ribu secara cepat atau akan bergerak di 13.900-14.200? Karena di situ ada range of stability (rentang stabilitas, red)," katanya.
Wacana agar pemerintah dan BI mencetak uang demi menghadapi tekanan virus corona sebelumnya disampaikan Anggota Komisi XI DPR Misbakhun. Ia mengakui jika kebijakan tersebut dibuat nantinya, inflasi akan melonjak.
Namun, hal itu lebih baik ketimbang pemerintah dan BI harus mengorbankan cadangan devisa. Namun wacana tersebut ditolak BI.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengaku telah mendengar usulan dari sejumlah kalangan perihal pencetakan uang untuk menangani Covid-19. Termasuk, usulan untuk mengucurkan uang tunai tersebut ke masyarakat yang membutuhkan dukungan pendanaan akibat pandemi.
"Barangkali pandangan itu, BI mencetak uang segala macam, mohon itu bukan praktik kebijakan moneter yang lazim dan tidak akan dilakukan di BI. Pandangan-pandangan itu tidak sejalan dengan praktik kebijakan moneter yang prudent (hati-hati, red) dan lazim. Mohon maaf ini betul-betul mohon maaf supaya tidak menambah kebingungan masyarakat," ucapnya, Rabu (6/5).
Sumber: Antara/CNN/Berbagai Sumber
Editor: Hary B Koriun