JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Pandemi virus corona tak hanya menjadi krisis kesehatan global, melainkan juga telah mengganggu perekonomian dan kehidupan sosial. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyebut, wabah ini telah menimbulkan potensi berkurangnya penerimaan negara hingga 10 persen.
Di sisi lain, belanja negara bertambah guna menangani wabah dan sektor-sektor yang terdampak. Sebagai konsekuensinya, defisit APBN diperkirakan melebar ke lima persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau mencapai Rp853 triliun.
Guna menambal defisit APBN, pemerintah mencari pembiayaan dari empat sumber. Pertama, dari sumber daya yang masih dimiliki seperti Sisa Anggaran Lebih (SAL), dana-dana abadi, maupun dana-dana yang ada di Badan Layanan Umum (BLU).
"Untuk membiayai defisit yang meningkat, kita akan gunakan sumber-sumber yang paling aman dan biayanya paling kecil, sebelum ambil instrumen lain yang punya tingkat biaya dan risiko lebih tinggi. Kita akan pakai SAL," katanya dalam video conference, Selasa (7/4).
Ani, sapaan Sri Mulyani, menuturkan pemerintah akan menggunakan SAL seoptimal mungkin sehingga mengurangi pembiayaan dari market. Sementara itu, dana abadi yang akan digunakan salah satunya adalah dana dari LPDP.
Sumber pembiayaan kedua yaitu dari market atau pasar. Pemerintah akan menerbitkan surat berharga negara (SBN) baik SUN maupun SUKUK berdenominasi rupiah maupun valas. Dalam menerbitkan surat utang ini pemerintah berpegang pada dua prinsip yaitu kehati-hatian serta oportunistik dan fleksibel.
"Oportunistik dan fleksibel baik dari sisi timing maupun size penerbitannya," ungkap mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut.
Sumber pembiayaan ketiga adalah lembaga-lembaga yang selama ini menempatkan dana kelolaan mereka pada instrumen investasi pemerintah melalui private placement. Mereka antara lain LPS, BPIH, BPJS Ketenagakerjaan, serta Taspen.
Adapun sumber pembiayaan keempat yakni lembaga bilateral dan multilateral. Ani menuturkan, peran lembaga-lembaga ini cukup penting karena mereka memiliki sumber dana yang bisa disalurkan ke negara berkembang atau emerging market dengan konsesi cukup baik.
Selain itu, mereka juga tidak mengikuti mekanisme market yang cukup besar fluktuasinya. "Lembaga-lembaga ini di antaranya ada Bank Dunia, ADB, AIIB, KFW, JICA, EDCF," imbuh Ani.
Selain empat sumber pembiayaan tersebut, Ani menambahkan, dalam merespons pandemi Covid-19 pemerintah juga dimungkinkan menerbitkan SBN yang bisa dibeli oleh Bank Indonesia. Hal ini telah diatur dalam Perppu Nomor 1 Tahun 2020.
Meski begitu, Ani menegaskan, pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan, Menkeu serta Bank Indonesia akan sangat berhati-hati dalam menggunakan pasal ini. Dengan begitu, kredibilitas kebijakan fiskal dan moneter tetap terjaga. Begitu pula dengan disiplin pengelolaan makro dan keuangan negara.
"Pasal dalam Perppu ini memang disediakan sebagai alternatif terakhir apabila market mengalami disrupsi yang kemudian menimbulkan risiko yang luar biasa tinggi. Atau bahkan bisa terjadi kalau market disrupsi, sehingga mereka tidak berfungsi sama sekali. The last resource," pungkasnya.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Rinaldi