JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Kinerja pemerintah pada 100 hari awal disebut belum optimal. Realisasi pertumbuhan ekonomi RI sepanjang tahun lalu pun hanya 5,02 persen. Itu jauh di bawah target yang dipatok dalam APBN 2019, yakni 5,3 persen.
Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto mengungkapkan, berbagai momen yang menyertai aktivitas ekonomi triwulan IV 2019 seperti Natal, libur akhir tahun, dan Harbolnas (Hari Belanja Online Nasional) ternyata tidak mampu mengakselerasi perekonomian.
Dengan kondisi itu, diharapkan ada gebrakan dari Kabinet Indonesia Maju untuk membuat laju pertumbuhan ekonomi sesuai target dan ekspektasi masyarakat. "Gebrakan tim ekonomi di kabinet yang sudah lebih dari seratus hari bekerja belum tampak hasilnya. Laju pertumbuhan ekonomi justru semakin melambat," ujarnya di Jakarta kemarin (6/2).
Padahal, siklus triwulan IV biasanya merupakan momen adanya akselerasi aktivitas ekonomi. Bahkan, dalam 20 tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi triwulan IV hampir selalu di atas 5 persen.
"Kalau saya sempat hitung, 20 tahun terakhir, hanya lima kali kuartal IV kita tumbuh di bawah 5 persen. Yakni, 2001, 2002, 2003, dan dua kali di periode Pak Jokowi, yaitu 2016 dan 2019," jelasnya.
Dia menuturkan, turunnya pertumbuhan ekonomi triwulan IV 2019 di level 4,97 persen merupakan gambaran beratnya persoalan ekonomi yang dihadapi Indonesia. Kinerja kabinet baru juga belum dapat memberikan optimisme. "Justru optimisme pebisnis kian meredup," ungkapnya.
Namun, dia juga menyatakan bahwa ketidakpastian global menjadi salah satu sentimen yang membuat ekonomi Indonesia tertekan. Indonesia, lanjut dia, tidak dapat memacu pertumbuhan tinggi karena lemahnya fundamental ekonomi.
Ditambah lagi, struktur pertumbuhan ditopang konsumsi rumah tangga secara terus-menerus sehingga ekonomi sangat rapuh. Inflasi pangan juga terus menekan daya beli rumah tangga.
Center of Macroeconomics and Finance Indef Abdul Manap Pulungan menjelaskan, pertumbuhan konsumsi rumah tangga kuartal IV 2019 juga semestinya menjadi pendorong perekonomian selama 2019. Perlambatan yang terjadi disebabkan konsumsi masyarakat menurun.
"Idealnya, konsumsi belanja sosial berguna untuk stimulus ekonomi saat pertumbuhan konsumsi tidak baik," ujarnya.
Dia memandang target pertumbuhan ekonomi tahun ini yang mencapai 5,3 persen sudah tidak realistis. Hal itu tecermin dari kondisi perekonomian global yang menekan perekonomian tahun lalu masih akan berlanjut pada tahun ini.
Bank Indonesia (BI) merilis hasil survei konsumen pada Januari 2020. Berdasar hasil survei, optimisme konsumen pada awal tahun ini menurun. Hal tersebut tecermin dari indeks keyakinan konsumen (IKK) pada Januari 2020 sebesar 121,7, yakni lebih rendah dari posisi Desember 2019 yang 126,4.
"Namun, optimisme konsumen ini masih tetap terjaga pada level yang optimis, yakni di atas 100, meski lebih rendah daripada Desember tahun lalu," ucap Direktur Eksekutif-Kepala Departemen Komunikasi BI Onny Widjanarko, Kamis (6/2).
Penurunan Indeks Tendensi Bisnis
Periode | Indeks
Desember 2019 | 104,82
September 2019 | 105,33
Juni 2019 | 108,81
Sumber: Jawapos.com
Editor: Rinaldi