JAKARTA (RIAUPOS.CO)-Harga batu bara acuan (HBA) selama empat bulan terakhir terus merosot. Bahkan pada November 2018, HBA yang ditetapkan Kementerian ESDM berada di bawah level 100 dolar AS per ton, yakni 97,90 dolar AS. Angka tersebut merosot 2,97 dolar AS jika dibandingkan dengan HBA pada Oktober. Penurunan HBA terjadi sejak beberapa bulan lalu.
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Kementerian ESDM Agung Pribadi menyatakan, penurunan HBA dipengaruhi masih berlanjutnya kuota impor di Cina yang mengakibatkan permintaan batu bara dari Cina ikut melemah. ”Selain itu, terjadi penundaan pengiriman batu bara dari Australia (khususnya untuk pengaruh harga pada index Newcastle), terkendala karena pendistribusian menggunakan kereta api,” ujarnya, kemarin.
Rendahnya HBA juga dipengaruhi kelebihan pasokan batu bara dari Indonesia akibat lesunya permintaan dari Cina dan India. Apalagi konsumsi batu bara di Tiongkok pada musim dingin mendatang diperkirakan tidak sebanyak sebelumnya. Sebab, musim dingin kali ini diperkirakan lebih hangat daripada biasanya.
Produksi batu bara Indonesia hingga kuartal ketiga 2018 mencapai 319,08 juta ton. Angka itu menurun jika dibandingkan dengan periode sama tahun lalu 360,069 juta ton.
Direktur Eksekutif APBI (Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia) Hendra Sinadia mengatakan, pada awal tahun terdapat kendala produksi di beberapa wilayah lantaran cuaca buruk. ”Kuartal ketiga dan keempat biasanya terjadi peningkatan. Sebab, produksinya seperti alat sudah lebih siap dibandingkan kuartal awal,” kata Hendra.
Pada periode Januari hingga September 2017, sebanyak 172,51 juta ton batu bara Indonesia diekspor. Sementara itu, konsumsi domestik sebanyak 85,613 juta ton. Pada periode Januari hingga September tahun ini, jumlah batu bara untuk konsumsi domestik mencapai 74,86 juta ton. Angka itu masih di bawah target pasokan batu bara domestik 2018 sebanyak 114 juta ton.(vir/c6/oki/das)
(Laporan JPG, Jakarta)