“Sejak adanya kelapa sawit, Alhamdulillah, petani sejahtera. Istilahnya jika dulu ditemukan anaknya hanya lulusan SMA saja, kini banyak yang lulusan sarjana. Jika tidak, memang anaknya yang tidak mau kuliah. Karena, tingkat ekonomi bisa dilihat dari kemampuan orangtua menyekolahkan anaknya di level tertentu,” jelasnya.
Pengelolaan sawit ada pada perusahaan, sementara masyarakat yang mengontrol kinerja persahaan. Kemudian, pihak perusahaan saat sebelum bekerja lapor kepada KSU Sumber Rejeki, bahwa akan melakukan pekerjaan misalnya pemupukan.
“Jika masyarakat yang mengelola, dikhawatirkan, jika tiba masa pemupukan namun saat di lapangan bisa digunakan untuk kepentingan lain, misalnya untuk jalan-jalan. Sehingga terlalaikan ataupun tidak terkontrol. Berbeda dengan dikelola pihak perusahaan, memang sudah skill dan kelebihan dan keunggulannya di situ,” ucapnya.
Katanya, sebelum pihak perusahaan melakukan pemupupukan, perusahan melakukan analisis. Berbaggai macem sampel dilakukan mulai dari daun dan tanah dan lainnya. Sehingga sudah tau pupuk apa yang diperlukan oleh sawit itu sendiri. “Maka, kami lebih percaya pihak perusahaan yang mengerjakan dan kami yang mengecek pekerjaannya di lapangan, sementara masyarakat tinggal menerima hasil,” terangnya.
Pada 2019, koperasi tersebut telah melakukan RAT atau Rapat Anggota Tahunan pada 28 April 2019. SHU atau sisa hasil usaha koperasi berjumlah 3.2 M. Dari SHU tersebut, hak anggota diberikan dan yang cadangan digunakan untuk mengembangkan koperasi. KSU Sumber Rejeki di bawah naungan Astra Grup, bidang agribisnis tersebut adalah binaan dari PT Ekadura Indonesia yang berada di Kunto Darussalam, Kabupaten Rokan Hulu.
Usaha lainnya, bekerja sama dengan pihak sepeda motor Capella. Jika dulu ingin beli sepeda motor hanya bisa ditempat, kini sudah bisa diberbagai tempat, asalkan menjadi anggota KSU Sumber Rejeki. “Jika orangtuanya di Kotalama ataupun di Ujungbatu, sementara anaknya di Pekanbaru, bisa membeli sepeda motor di Pekanbaru. Sehingga memudahkan anggotanya,” paparnya.
Lanjutnya, usaha lainnya bekerja sama dengan pihak bank. Sebab usaha simpan pinjam di koperasi maksimal hanya Rp10 juta. Sementara, jika anggota ingin meminjam lebih bisa ke bank yang bersangkutan yaitu bank mandiri dan bank Riau Kepri. “Jika sudah meminjam ke bank, pihak bank akan memberi fee ke kami. Karena penjaminnya adalah koperasi, sehingga kami tidak ingin ada anggota yang menunggak pembayaran ke bank,” ungkapnya.
Khusus kebun yang bermitra dengan hasil perusahaan yang bisa melakukan simpan pinjam. Hal itu dikarenakan terkait hasil produksi sawit yang dihasilkan. Bagi yang bermitra, tidak satu brondolan sawit pun bisa keluar dan wajib masuk ke PT Ekadura Indonesia (PT EDI). “Jika punya kebun di luar KKPA atau kredit koperasi primer anggota, nanti repot. Dan itu akan memengaruhi SHU,” ucapnya.
Saat kondisi sawit stabil pada 2014, gaji per orang di KKPA di atas Rp9 juta dengan lahan dua hektare. Setiap anggota mendapat jumlah gaji yang sama dengan cara hasil produksi dikurang biaya operasional, baru dibagi dengan jumlah petani.
Hal tersebut ditanggapi Administratur PT EDI, Arisman Siregar, sampaikan PT. Ekadura Indonesia (EDI) terletak di Kecamatan Kunto Darussalam, Kabupaten Rokan Hulu, Provinsi Riau. Ring satu paling dekat, Kotalama, Kota Intan, SP 1, SP 2, SP 3 dan SP 4. Luas PT EDI 2.600 hektare.
Sementara koperasi yang dibina yaitu Koperasi Sumber Rejeki di Kotalama dan sudah ISPO serta Koperasi Panca Usaha di Pagaran Tapah. “Jika koperasi sudah mendapatkan ISPO itu sudah sangat bagus, karena prosesnya saya tau itu susah,” jelasnya.
Kegiatan internal produksi kelapa sawit mulai dari menanam, mengelola hingga menghasilkan. Kemudian dibawa ke pabrik untuk di olah dan menghasilkan CPO atau crude palm oil dan PKO atau palm kernel oil. Kegiatan teritorial membina hubungan baik dengan masyarakat dan aparat pemerintah setempat. Selain membantu dana juga menmbantu alat berat seperti perbaikan jalan. Lalu untuk kesehatan, bukan hanya membina namun langsung melakukan kegiatan seperti di Posyandu dengan mendatangkan paramedis ke wilayah ring satu.(*3)
Editor: Eko Faizin