JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Masyarakat diminta untuk mewaspadai aktivitas robot trading yang baru-baru ini dihentikan oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) yang disinyalir kuat menjalankan skema ponzi. Keputusan Bappebti yang ditindaklanjuti oleh Bareskrim menindak dan menghentikan pelaku binary option dan robot trading menjalankan aktivitasnya patut diapresiasi. Namun, yang perlu menjadi perhatian adalah tindakan dilakukan setelah adanya laporan masyarakat dan bukan inisiatif pemerintah.
Melalui skema tersebut, robot trading menjanjikan keuntungan yang pasti kepada anggotanya. Bahkan, beberapa pengelola robot trading disinyalir menjalankan aktivitasnya secara diam-diam. Ada yang mengaku hanya menjual program semata, namun dalam praktiknya mengelola transaksi trading dan sangat aktif merekrut anggota baru dengan metode multi level marketing (MLM) untuk menyetorkan dana ke sistem robot trading yang dijanjikan akan memberikan keuntungan tetap setiap bulan.
Melihat ramainya hal ini di masyarakat menyusul beberapa influencer yang ditangkap polisi gara-gara menjadi affiliator platform binary ilegal, pakar keamanan siber dari Vaksincom Alfons Tanujaya menjelaskan, sebenarnya robot trading adalah piranti lunak yang melakukan otomasi dalam aktivitas jual beli valas dan banyak diperjualbelikan secara terbuka dan legal. “Adapun yang menjadi masalah adalah robot trading berani memberikan jaminan keuntungan tetap setiap bulan. Suatu hal yang trader profesional dan berpengalaman pun tidak ada yang berani melakukannya, dan disinyalir kuat menggunakan skema ponzi untuk menarik anggotanya,” kata Alfons Tanujaya melalui pesan singkatnya kepada Jawa Pos (Riau Pos Grup).
Alfons menerangkan, ada beberapa indikasi robot trading berpotensi melakukan fraud atau kecurangan. Pertama, peserta tidak dapat memilih broker, di mana broker penyelenggara telah ditentukan oleh penyelenggara sedemikian rupa dengan ketentuan khusus. Kedua, spread rate jual beli valas yang sangat jauh. Biasanya pengguna diminta menukar mata uang dari penyelenggara, yang harganya 5-10 persen lebih mahal dari harga wajar. Kemudian ketika melakukan penarikan, pengguna harus menjual mata uang dengan harga lebih murah.
Alfons menegaskan, menurut analisa yang dilakukan oleh beberapa trader yang berpengalaman, tujuan menggunakan broker tertentu ini karena dimungkinkan untuk memanipulasi chart trading yang ada dengan chart trading fiktif yang telah diatur sedemikian rupa dan disesuaikan dengan janji bagi hasil yang diberikan.
“Tujuan spread jual beli yang sangat tinggi ini secara tidak langsung memberikan keuntungan instan kepada penyelenggara trading. Setiap kali ada member baru masuk maka penyelenggara sudah mengantongi keuntungan 5-10 persen. Hal ini secara tidak langsung menjelaskan mengapa skema yang diduga ponzi ini bisa berumur panjang,” imbuh Alfons.
Ketiga, robot trading yang ditawarkan tidak ada wujudnya. Tidak ada penjelasan mengenai algoritma dan cara kerjanya, sehingga tidak ada informasi apa kelemahan dari robot trading tersebut. Robot trading ini tidak dapat dijalankan di broker forex lainnya. Alfons menambahkan, secara teori, jika peserta skema ponzi masuk saat awal dan keluar sebelum gelembung ponzi meletus, bisa mendapatkan keuntungan dan tidak menjadi korban ketika terjadi gagal bayar. Tetapi, bila ada kesempatan mendapatkan keuntungan besar tanpa perlu kerja keras, orang akan terlena dan menumpulkan logikanya.(jpg)