JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Pemerintah telah menyiapkan mekanisme pemberian sanksi bagi badan usaha yang tidak menjalankan kebijakan pencampuran minyak sawit 20 persen ke bahan bakar minyak (BBM) jenis solar atau B20. Sanksi tersebut berupa denda Rp6 ribu per liter dan pencabutan izin usaha.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Rida Mulyana menyatakan, pemerintah mengelaborasi mekanisme atau teknis-teknis penerapan sanksi. ’’Mulai pemeriksaan administratif. Kalau diperlukan ya cek lapangan,’’ ujarnya akhir pekan lalu.
Selain menurunkan tim secara langsung ke lapangan, pengecekan dilakukan melalui satelit. Pengecekan diperlukan untuk mengetahui kondisi sesungguhnya. Sebagai contoh, kapal yang mengangkut minyak sawit tertahan di pelabuhan karena mengantre hingga 14 hari.
Padahal, tenggat waktu pemesanan pembelian (purchase order/PO) hingga FAME (fatty acid methyl ester) bisa sampai di TBBM selama 14 hari. ’’Selama ini kita kenal kondisi alam, cuaca,’’ tuturnya.
Secara teknis, tim yang akan mengatur mekanisme tersebut adalah Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Djoko Siswanto serta Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Energi, Sumber Daya Alam, dan Lingkungan Hidup Montty Girianna.
Sebelumnya, Pertamina melaporkan bahwa pasokan minyak sawit (FAME) dari badan usaha yang memproduksi bahan bakar nabati (BBN) terhambat. Realisasi penerimaan FAME hingga 25 September baru mencapai 224,6 ribu kiloliter (kl) atau 62 persen. Sementara itu, purchase order (PO) atau perjanjian penyaluran FAME sebesar 431,6 ribu kl.
Akibatnya, Pertamina sulit memaksimalkan pasokan B20 ke sejumlah TBBM (terminal bahan bakar minyak), terutama di Indonesia Timur. Padahal, pemerintah menargetkan kebijakan B20 bisa menghemat devisa negara 5,5 miliar dolar AS dalam setahun. Lantaran pelaksanaannya baru dimulai 1 September 2018, hingga akhir tahun diperkirakan penghematan devisa baru 1,1 miliar dolar AS. Penghematan diperoleh dari pengurangan impor BBM jenis solar.
Kebijakan tersebut diharapkan juga bisa memperbaiki neraca perdagangan migas yang terus defisit. Berdasar data Badan Pusat Statistik (BPS), neraca perdagangan pada Juli mengalami defisit USD 2,03 miliar atau tertinggi sejak 2013. (vir/c15/fal/das)