BENGKALIS (RIAUPOS.CO) – Pasca penahanan dan pelimpahan kasus Kepala Desa (Kades) Kembung Luar, Kecamatan Bantan berinisial MA dan Ketua Kelompok Tani sebagai broker berinisil AS ke Pengandilan Tipikora Pekanbaru oleh Kejaksaan Nageri (Kejari) Bengkalis, namun lahan seluas 35 hektare yang menjadi objek perkara yang sudah dipasang plang sita oleh penyidik masih tetap beraktivitas.
Dari pantauan Riaupos.co di lapangan, Sabtu (22/1/2022) kendati sudah dipasang plang sita, berdasarkan putusan Pengadilan Nageri Bengkalis, Nomor 582/Pen.Pid/PN Bls, tanggal 10 Oktober 2021, lahan seluas 35 hektare, telah disita Polres Bengkalis untuk proses penyidikan, namun di lapangan pemilik tambah udang masih tetap beroperasi.
Riaupos.co yang datang ke lokasi tambah udang, terlihat papan plang sita dari Polres Bengkalis tertancap di samping kiri pintuk masuk tambak udang yang dipagar dengan seng tersebut. Riaupos.co yang ingin masuk menemui penggelola tambah undang yang menjaga di pos jaga pintu masuk sempat melarang.
‘’Tunggau Pak. Bapak mau ke mana. Biar saya panggil pengawasnya dulu,’’ ucap salah seorang petugas jaga di pos masuk tambak udang, Sabtu (22/1/2022).
Setelah menunggu lama, barulah pengawas tambak udang bernama Joni datang dan menjelaskan panjang lebar persoalan yang dihadapi bosnya yang saat itu sedang tidak ada di tempat. ‘’Ya, bos besar di Pekanbaru. Saya sebagai pengawas di sini,’’ ucapnya.
Joni juga mengakui, bahwa dirinya sudah mengetahui persoalan yang dialami bosnya dalam mengelola tambak udang di Desa Kembung Luar. Namun dirinya menilai, persoalan lahan ini tidak ada masalah, hanya saja masalah bagi-bagi duitnya oleh mereka yang menjadi masalah.
‘’Sebenarnya lahan ini tidak ada masalah. Karena waktu beli, dari instansi terkait yakni BPN Bengkalis, DLH sudah turun kelapangan dan lahan ini tidak ada sangkut pautnya dengan HPT atau yang lainya,’’ ujarnya.
Joni juga menjelaskan, sejak dibangun pertengahan 2021 lalu tambak udang ini sudah dua kali panin dengan jumpah puluhan ton. Karena saat ini ada masalah, maka usahanya sedikit mengalami kendala dan tetap dilanjutkan sambil menunggu putusan dari pengadilan.
‘’Ya, kalau nanti putusanya harus dikembalikan ke Negara, apa boleh buat. Namun aset kami akan kami tarik semuanya dan mencari lahan lain yang tidak bermasalah,’’ ujarnya.
Sedangkan kasus penjualan lahan mangrove ini, berawal dari laporan Gerakan Mahasiswa dan Pemuda (Gempa) Bengkalis atas dugaan penjualan lahan yang diduga hutan produksi terbatas (HPT) di Dusun Parit Lapis, Desa Kembung Luar, Kecamatan Bantan pada Januari 2021 lalu.
Setelah polisi memintai keterangan saksi dan para pelaku yang terlihat jual beli lahan hutan mangrove, akhirnya Polres Bengkalis menetapkan dua orang tersangka, dalam perkara jual beli 35 hektare (Ha) tersebut di kawasan hutan bakau.
‘’Ya, semua berkas sudah kami limpahkan ke JPU Kejari Bengkalis dan menurut kabar juga sudah dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Pekanbaru. Sedangkan lahan yang menjadi objek perkara juga sudah di pasang plang sita oleh kami melalui putusan PN Bengkalis,’’ ujar Kasatreskrim Polres Bengkalis AKP Meki Wahyudi.
Laporan: Abu Kasim (Bengkalis)
Editor: E Sulaiman