DURI (RIAU POS.CO) - Pemerintah melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) beberapa waktu lalu melakukan penyegelan atas operasional PT Sawit Inti Prima Perkasa (SIPP) di Jalan Rangau, Kelurahan Pematang Pudu, Kecamatan Mandau, Bengkalis.
Penyegelan dilakukan atas dugaan pencemaran lingkungan, yang disebabkan jebolnya kolam penampungan limbah. Bahkan Bupati Bengkalis Kasmarni bersikap tegas menanggapi polemik itu. Sayangnya, penyegelan yang dilakukan pemerintah seolah tak dianggap. Bak angin lalu, operasional pada perusahaan itu kembali aktif, dengan ditandai masih lalu lalangnya truk-truk pelangsir tandan buah segar (TBS) Kelapa Sawit ke dalam areal perusahaan.
Bahkan, cerobong pabrik itu masih mengeluarkan asap yang diduga berasal dari hasil pengolahan minyak kelapa sawit di dalamnya. Terhadap kondisi itu, Ketua DPD KNPI Kabupaten Bengkalis, Andika Putra Kenedi ST mengingatkan perusahaan untuk taat aturan.
’’Kami menilai, manajemen PT SIPP Duri seolah tak menghormati keputusan dan tindakan yang dilaksanakan oleh pemerintah. Bukannya stop, operasional perusahaan ini malah berlanjut dan seolah mengangkangi ketegasan pemerintah,’’ ujarnya, Selasa (3/8/2021).
Ia sangat meyayangkan sikap manajemen perusahaan tidak mengindahkan larangan Pemkab Bengkalis dalam melaksanakan penyegelan, karena hal itu didasarkan atas fakta, pertimbangan dan perhitungan yang tepat. Tidak mungkin selevel pemerintah bisa salah bertindak, apalagi dalam hal penyegelan.
Sebagai perusahaan yang menancapkan jangkar usahanya di Negeri Junjungan, PT SIPP dinilai wajib tunduk pada aturan pemerintah setempat dalam melaksanakan operasional. Namun apa daya, manajemen perusahaan di dalamnya diduga mengabaikan peringatan tegas pemerintah dan akhirnya menuai berbagai kritikan.
Disesalkan Andika, seharusnya setiap polemik wajib didudukkan dalam suatu pertemuan dan dicarikan solusinya. Pelaksanaan operasional PT SIPP dinilai sangat tak menghormati pemerintah, terlebih kala penyegelan hanya dianggap bak angin lalu.
’’Ini kami nilai tidak sopan sekali, bila setingkat perusahaan tidak menghargai pemerintah setempat, terlebih yang memberi peringatan adalah Bupati Bengkalis,” tegasnya.
Andika juga meminta manajemen perusahaan tak membawa isu apapun yang diduga memperlancar aksinya, dalam mengangkangi ketegasan Pemkab Bengkalis. Hal itu disuarakannya, lantaran berkembangnya isu, adanya kelompok masyarakat sekitar yang menolak penyegelan.
Andika menilai, kepentingan perusahaan dalam melaksanakan kegiatannya tak boleh membenturkan masyarakat dengan pemerintah, sebagaimana banyak didugakan.
Jangan benturkan masyarakat dengan pemerintah. Kalau memang perusahaan disegel, ya ikuti saja alurnya. Bukan malah membawa isu ini dan itu.
Di sisi lain, Andika juga meminta pemerintah bertindak dan menjalankan tugas tanpa mengesampingkan kepentingan masyarakat. Bahkan, penyegelan sementara terhadap perusahaan itu dinilai pro rakyat dan peduli kelestarian lingkungan.
Namun lagi-lagi, perusahaan diduga abai akan hal itu. Oleh karenanya, Andika meminta agar manajemen di dalamnya bisa lebih tenang dan berpikir cerdas dalam menentukan langkah, bukan malah terkensan menentang pemerintah dalam melaksanakan tugasnya.
“Ya, ini semua kan bermula atas dugaan pencemaran lingkungan karena jebolnya kolam penampungan limbah PT SIPP yang akhirnya mengalir ke berbagai arah, termasuk sumber air dan tanah. Ya wajar saja pemerintah mengambil tindakan tegasnya, lalu apa yang dipersoalkan dan terkesan ditentang,” terang Andika.
Andika berharap, polemik ini segera berakhir dan PT SIPP bisa lebih santun dalam melanjutkan geliat usahanya di Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis. Ikuti saja alurnya, tetap santun dan hargai keputusan pemerintah. Karena ini pun bukan ditutup permanen.
terhadap persoalan itu, Humas PT SIPP, Zainul Ahsan T mengatakan , sebenarnya pihak manajemen tidak ada niat untuk melawan pemerintah dalam hal ini Pemda Bengkalis.
"Tapi terhadap sanksi penutupan dan sanksi denda yang diberikan kita mempunyai banyak pertimbangan terutama terhadap sanksi penutupan, di mana jika Itu terjadi dampaknya langsung terhadap ratusan karyawan atau pun buruh yang hampir mencapai 400 orang akan kehilangan penghasilan," ujarnya.
Namun kata Zainul, semua itu dapat dikatakan sebagai kepala keluarga yang menjadi tulang punggung keluarganya. tentu bagaimana nasib keluarga mereka. Karena jika merujuk pada Undang - Undang Tenaga Kerja Nomor 13 Tahun 2003, pasal 93 Poin 154 A, tentang Force Majeure, karyawan tidak menerima gaji, karena itu bukan keinginan perusahaan, dan ini berlangsung selama enam bulan.
"Ya, terus dari mana mereka makan. Karyawan kita sebagian besar atau 80 0ersen warga lokal, jadi saat mereka "membela" perusahaan itu menurut kita hal yang wajar, karena itu berdampak langsung pada orang yang menggantungkan hidup piperusahaan tersebut. Jadi kita tidak ada niat untuk membenturkan masyarakat dengan pemerintah dan itu keinginan mereka. Apalagi dengan kondisi ekonomi saat ini di tengah pandemi Covid 19," ujarnya.
Ia mengharapkan, kepada pihak - pihak di luar pemerintah, yang peduli dan berkomentar terkait masalah ini, tentu senang dan mendukung kalau banyak pemuda, masyarakat yang peduli dengan Negri yang tercintai ini. Tapi tolong beri porsi yang seimbang, turun juga ke lapangan untuk mencari tau fakta dan rralita di lapangan baru memberi pernyataan, agar jangan terkesan tidak berimbang atau memihak.
Laporan: Abu Kasim (Bengkalis)
Editor: Erwan Sani