JAKARTA, (RIAUPOS.CO) -DUA Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) era Presiden Joko Widodo memotori pelarangan aktivitas dua organisasi masyarakat di Tanah Air. Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dibubarkan oleh Wiranto tiga tahun lalu, FPI resmi dilabeli terlarang oleh Mohammad Mahfud MD, Rabu (30/12).
Keputusan tersebut diambil lantaran FPI tidak kunjung memenuhi persyaratan penerbitan Surat Keterangan Terdaftar (SKT) yang sudah habis sejak Juni tahun lalu. Mahfud menyatakan, FPI sudah bubar secara de jure. "Sejak 21 Juni 2019," imbuhnya.
Organisasi masyarakat (ormas) yang dipimpin oleh Habib Rizieq Shihab itu tidak menyelesaikan perpanjangan SKT di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Walau sempat mendapat rekomendasi dari Kementerian Agama (Kemenag), pemerintah menilai anggaran dasar anggaran rumah tangga (AD/ART) FPI masih bermasalah. Sebab, tidak secara eksplisit menyatakan sumpah setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Namun demikian, meski belum memperpanjang SKT, FPI kerap melakukan sejumlah aktivitas sebagai ormas. Bahkan, kegiatan-kegiatan yang mereka lakukan sempat melanggar aturan keamanan dan ketertiban. "Yang bertentangan dengan hukum seperti tindak kekerasan, sweeping atau razia secara sepihak, provokasi, dan sebagainya," beber Mahfud.
Untuk itu, pemerintah menilai perlu dilakukan langkah tegas kepada ormas yang belakangan ramai berurusan dengan Polri tersebut. Pejabat asal Madura itu menyatakan, dasar pemerintah menyatakan FPI sebagai organisasi terlarang ada dalam undang-undang serta putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 82/PUU-XI.
"Pemerintah melarang aktivitas FPI dan akan menghentikan setiap kegiatan yang dilakukan FPI karena FPI tidak lagi mempunyai legal standing baik sebagai ormas mau pun organisasi biasa," terang mantan ketua MK itu.
Untuk itu, pemerintah meminta aparat di level pusat maupun daerah bertindak tegas. Siapa pun yang mengatasnamakan FPI, lanjut Mahfud, tidak lagi dianggap oleh pemerintah.
"Dan harus ditolak karena legal standing-nya tidak ada," tegas dia. Keputusan tersebut, dituangkan melalui surat keputusan bersama (SKB) enam pimpinan kementerian dan lembaga. Yakni, Mendagri, Menteri Hukum dan HAM, Menkominfo, Jaksa Agung, Kapolri, dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Dia pun meminta supaya SKB itu dibacakan secara tegas oleh Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej.
Berdasar SKB yang diperoleh Jawa Pos (JPG), tertulis bahwa SKB itu bernomor 220-4780 Tahun 2020, M.HH-14.HH.05.05 Tahun 2020, 690 Tahun 2020, 264 Tahun 2020, KB/3/XII/2020, 320 Tahun 2020. Isi SKB itu tegas dan jelas, melarang kegiatan penggunaan simbol dan atribut serta penghentian kegiatan FPI. Pejabat yang biasa dipanggil Eddy Hiariej itu pun menyebutkan beberapa pertimbangan yang melatari terbitnya SKB tersebut. Di antaranya terkait dengan eksistensi dan konsensus Pancasila, UUD 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika.
Kemudian, Eddy menyatakan, anggaran dasar FPI bertentangan dengan pasal 2 UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas sebagaimana diubah UU Nomor 16 tahun 2017. Dia juga menyebut, SKT FPI yang dikeluarkan Kemendagri sudah tidak berlaku lantaran tidak kunjung diperpanjang. Lebih dari itu, data yang diperoleh pemerintah mencatat ada puluhan anggota dan pengurus FPI yang aktif maupun sudah tidak aktif terlibat dalam tindak pidana terorisme. "Sebanyak 35 orang dan 29 orang di antaranya telah dijatuhi pidana," kata Eddy.
Atas pertimbangan-pertimbangan itu, pemerintah menyatakan FPI sebagai ormas yang sudah tidak terdaftar, FPI dinyatakan bubar secara de jure sebagaimana disampaikan oleh Mahfud, FPI dinyatakan sebagai ormas terlarang yang tidak boleh beraktivitas dan berkegiatan dengan simbol-simbol dan atribut yang selama ini mereka pakai.
"Aparat penegak hukum akan menghentikan seluruh kegiatan yang sedang dilaksanakan oleh FPI," ungkap Edy.
Usai pemerintah mengumumkan SKB tersebut, FPI sempat mengagendakan jumpa pers untuk merespons keputusan pemerintah. Namun demikian, agenda itu batal. Aparat kepolisian dibantu TNI langsung turun ke markas FPI di Petamburan, Jakarta Pusat. Kapolres Jakarta Pusat Kombes Heru Novianto menyatakan bahwa kedatangan mereka untuk memastikan SKB yang sudah ditandatangani kemarin dilaksanakan.
Pihaknya juga mencopot banner, pamflet, dan atribut-atribut FPI di Petamburan.
"Artinya bahwa FPI sudah dibubarkan dan tidak boleh ada aktivitas, kami menyakinkan bahwa markas ini tidak ada aktivitas dan tidak ada kegiatan lagi," jelasnya.
Perwira menengah dengan tiga kembang di pundak itu juga menyatakan, pihaknya yang tidak memperkenankan FPI melaksanakan jumpa pers.
"Tidak boleh (jumpa pers) karena mereka sudah tidak ada kewenangan lagi dan tidak ada legalnya lagi," tambah dia.
Pembubaran FPI ditanggapi ringan oleh Wasekum FPI Aziz Yanuar. Menurutnya, tidak masalah dengan pembubaran, nanti pihaknya akan membuat lagi organisasi atau perkumpulan lainnya. "Pastinya akan melakukan gugatan ke PTUN atas kesewenang-wenangan ini," ujarnya.
FPI menduga bahwa pembubaran ini merupakan bentuk pengalihan perhatian terhadap pengusutan enam anggota laskar yang tewas. Agar dugaan pelanggaran HAM berat ini tidak diperhatikan.
"Berjuang tidak harus dengan FPI, tapi amar makruf nahi mungkar adalah kewajiban setiap umat," urainya.
Benar saja, kemarin beberapa pentolan FPI langsung mendeklarasikan Front Persatuan Islam. Di antara deklarator itu ada nama Abu Fihir Alattas, Ahmad Sabri Lubis, Munarman, dan Haris Ubaidillah. Mereka menilai tindakan yang dilakukan pemerintah kepada FPI merupakan tindakan zalim.
"Deklarasi Front Persatuan Islam untuk melanjutkan perjuangan membela agama, bangsa, dan negara sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945," tulis para deklarator.
Pembubaran FPI dinilai Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun perlu memperjelas alasan dari pembubaran dan pelarangan. Sejak kedatangan Habib Rizieq Shihab, FPI terus mengalami kerugian. Dari tersangka kasus kerumunan hingga enam laskar FPI tewas. Dengan puncaknya adalah FPI dibubarkan.
Tewasnya enam laskar FPI itu diduga merupakan extrajudicial killing. Dengan pembubaran itu, maka bagaimana bisa FPI membela anggotanya yang menjadi korban pembunuhan. Serta, bagaimana bisa membela Habib Rizieq yang ditersangkakan.
"Pembubaran itu bisa dilakukan karena UU Ormas," terangnya.
Pembubaran itu tanpa proses hukum, karena di balik prosesnya. Barulah organisasi itu melakukan challenge ke pengadilan tata usaha negara (PTUN). Namun, PTUN itu bukanlah membuktikan FPI melakukan pelanggar an hukum.
Dia mengatakan, itulah mengapa dirinya pernah menolak UU Ormas. Bukan pembuktian kesalahan ormas dan inilah yang membuat UU Ormas itu tidak kompatibel. Tapi, biar nanti sejarah yang mencatat apakah kebijakan pemerintah ini adil atau tidak.
"Apakah yang diumumkan Prof Mahfud MD adil atau tidak," tuturnya.
Tokoh Muhammadiyah sekaligus pengurus MUI Anwar Abbas turut mengomentari pembubaran FPI oleh pemerintah. Dia mengatakan Indonesia adalah negara demokrasi. Setiap orang dijamin haknya untuk berserikat dan mengeluarkan pendapatnya.
"Maka langkah yang terbaik dilakukan oleh pemerintah bukan memukul dengan membubarkannya. Tetapi dengan merangkul dan mengajak untuk bermusyawarah dan berdialog," ujarnya.(lum/syn/ted)
Laporan : JPG (Jakarta)