KLHK dan Mitra Kerja Luncurkan Program Survey Untuk Tingkatkan Populasi Harimau Sumatera

Advertorial | Jumat, 15 Maret 2019 - 15:40 WIB

KLHK dan Mitra Kerja Luncurkan Program Survey Untuk Tingkatkan Populasi Harimau Sumatera
Sumber Foto: JPNN

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menargetkan peningkatan populasi Harimau Sumatera dua kali lipat pada 2022 mendatang. Target tersebut tertuang dalam National Tiger Recovery Program (NTRP) 2010-2022.

Guna memantau efektivitas konservasi Harimau Sumatera tersebut, KLHK bersama para mitra kerjanya melakukan kegiatan Sumatera Wide Tiger Survey (SWTS) di Jakarta, Rabu (13/3) lalu. Ini adalah sebuah survei satwa liar terbesar di dunia dalam hal kemitraan, sumber daya manusia, serta cakupan wilayah.

"Kementerian LHK terus berkomitmen dan menjalin kerjasama yang baik dengan para pihak terkait dalam upaya pelestarian Harimau Sumatera di alam. Program konservasi juga berkembang dalam 10 tahun terakhir. Pelaksanaan kegiatan SWTS ini telah memasuki tahap kedua dimana dukungan dan partisipasi aktif para pihak harus semakin ditingkatkan dan terus disinergikan dengan kebijakan pembangunan wilayah di daerah," ujar Direktur Bina Pengelolaan Ekosistem Esensial KLHK, Tandya Tjahjana.

SWTS pertama telah dilaksanakan pada tahun 2007-2009 dengan hasil temuan bahwa 72 persen wilayah survei masih dihuni oleh Harimau Sumatera.

Menurut banyak ahli, kondisi tersebut dikatakan masih baik. SWTS pertama juga telah menjadi rujukan utama dalam penyusunan beberapa dokumen strategis konservasi Harimau Sumatera, baik dalam skala nasional maupun internasional.

Setelah kurang lebih 10 tahun, KLHK dan mitra kerja kembali melaksanakan SWTS pada tahap kedua. Sesuai dengan fungsi utamanya, kegiatan SWTS kedua ini dilaksanakan untuk mengevaluasi efektivitas upaya konservasi Harimau Sumatera yang telah berjalan dalam kurun waktu 10 tahun terakhir.

Menurut Tandya, habitat dan kantong populasi harimau banyak berkurang pada periode 1985-2008 akibat adanya perubahan tutupan hutan dan perubahan fungsi menjadi peruntukan lain.

Selain itu, perburuan dan perdagangan ilegal serta terjadinya konflik manusia dengan harimau juga merupakan ancaman bagi kelestarian satwa dilindungi tersebut.

"Hasil kajian populasi dan habitat yang terbaru menunjukkan terdapat sekitar 604 ekor harimau yang hidup di alam liar. Harimau-harimau tersebut hidup di habitat yang tersisa di seluruh Sumatera. Inilah yang menjadi tantangan bagi kita semua dalam mempertahankan satu-satunya spesies harimau yang tersisa di Indonesia," tutur Tandya.

Koordinator Pelaksana SWTS, Hariyo T. Wibisono mengatakan sebanyak 74 tim survei (354 anggota tim) dari 30 lembaga diturunkan untuk melaksanakan survei di 23 wilayah sebaran harimau seluas 12,9 juta hektar, yang 6,4 juta hektar di antaranya adalah habitat yang disurvei pada SWTS pertama.

"SWTS 2018-2019 adalah kegiatan survei satwa liar terbesar di dunia, baik dalam hal kemitraan, sumber daya manusia yang terlibat, maupun luasan wilayah," jelasnya.

Tercatat 15 unit pelaksana teknis (UPT) KLHK, lebih dari 10 Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH), 21 LSM nasional dan internasional, 2 universitas, 2 perusahaan, dan 13 lembaga donor yang telah bergabung mendukung kegiatan SWTS. Prof. Dr. Gono Semiadi dari LIPI menerangkan bahwa ada beberapa hal yang ingin dihasilkan dari SWTS kedua ini.

"Kami mengharapkan dapat menemukan proporsi area yang menjadi wilayah hidup harimau, informasi mengenai keragaman genetika populasi di masing-masing kantong habitat, meningkatkan kapasitas teknis nasional, serta beberapa dokumen strategi konservasi harimau seperti yang dihasilkan oleh SWTS pertama," ungkap Prof. Gono.

Selain informasi terkait wilayah sebaran dan kondisi Harimau Sumatera, output yang diharapkan dari kegiatan SWTS kedua ini mencakup juga data genetik di seluruh kantong habitat satwa tersebut.

Seluruh data, informasi dan kajian hasil SWTS tersebut terpusat di database Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) KLHK.

Selanjutnya, informasi tersebut dapat menjadi acuan arah kebijakan konservasi di masa depan tidak hanya untuk Harimau Sumatera, tetapi juga satwa badak, orangutan, gajah, dan satwa liar lainnya di Pulau Sumatera.(adv/jpnn)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook