(RIAUPOS.CO) - PEMERINTAH mengambil langkah tegas untuk mempercepat pemecatan pegawai negeri sipil (PNS) yang diputus melakukan tindak pidana korupsi. Melalui Surat Edaran (SE) Nomor B/50/M.SM.00.00/2019, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan) Syafruddin memberi tenggat waktu hingga 30 April 2019.
Dalam poin kelima SE tersebut dikatakan, jika tidak melakukan pemecatan hingga batas yang ditentukan, pejabat pembina kepegawaian (bupati/wali kota) akan mendapat sanksi. Sanksi maksimal yang bisa diterima adalah pemberhentian sementara tanpa memperoleh gaji.
Kepala Biro Hukum, Komunikasi, dan Informasi Publik Kemenpan, Mudzakir mengatakan, ancaman sanksi tersebut tidak main-main. Jika sudah melewati batas, maka otomatis berlaku.
“Iya langsung,” ujarnya saat dikonfirmasi.
Plt Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Akmal Malik Piliang menjelaskan, sanksi hingga pemberhentian bagi kepala daerah sangat dimungkinkan. Hal itu sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda). Hanya saja, lanjutnya, ada prosedur yang harus dilalui. Di mana sanksi tidak langsung ke pemberhentian. Mulai dari sanksi administrasi lebih dulu.
“Teguran dulu, kasih kesempatan lagi. Namun jika terus dilanggar setelah diperingatkan bisa pemberhentian,” ujarnya.
Akmal menambahkan, pihaknya akan melakukan koordinasi lebih lanjut dengan Kemenpan dan Badan Kepegawaian Nasional (BKN) terkait teknis pemberian sanksinya. Pasalnya, secara hukum, Kemendagri yang menjadi eksekutor penjatuhan sanksi. Seperti diketahui, ada 2.357 PNS yang sudah diputus bersalah oleh pengadilan. Namun hingga 2 Maret, jumlah yang sudah diberhentikan baru 751 saja. Sementara sisanya masih berstatus PNS dan mendapat hak-hak keuangan secara reguler. Sejumlah pihak mendesak agar pemberhentian segera dilakukan demi mengurangi kerugian negara.
Ditanya soal hambatan yang membuat pemda belum memecat PNS tersebut, Akmal menyebut cukup beragam. Namun mayoritas karena ada gugatan hukum. Di mana para PNS merasa dihukum dua kali. Setelah dipidana kemudian dipecat. “Kita beri ruang kepada pihak yang ingin cari keadilan, kan itu hak semua warga negara,” jelasnya.
Sementara itu, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Wana Alamsyah mengatakan aturan dan ketentuan terkait dengan pemecatan PNS korup sudah jelas. ”Apabila terdapat PNS yang terbukti bersalah, maka harus segera dipecat,” terang Wana Alamsyah saat diwawancarai Jawa Pos (JPG), kemarin.
Karena itu, tanpa harus menunggu Permendagri yang sedang digodok, pemerintah sudah bisa memberi sanksi apabila PPK tidak menjalankan aturan tersebut. Di samping berbagai insturumen hukum yang mengikat ASN, menurut Wana, sudah ada SKB di antara tiga instansi yang memperkuat aturan itu.
”Kalau mau merujuk SKB, tidak ada alasan lagi untuk menunda pemecatan. Dan seharusnya ketika SKP tidak dijalankan, PPK perlu mendapatkan sanksi karena tidak menjalankan aturan,” terang dia. Harapannya, semua langkah yang diambil pemerintah mampu mempercepat pemecatan PNS korup.(far/syn/ted)