Ia menjelaskan, selama ini kasus pelecehan tersebut tidak dibuka secara umum dikarenakan sesuai dengan peraturan sifatnya sebagai perlindungan terhadap korban. Maka agar tidak simpang siur Unand menyelengarakan konferensi pers. Sementara itu, berdasarkan, para korban belum melakukan tindakan pelaporan ke pihak kepolisian.
Berdasar informasi yang beredar di akun medsos akun @infounand, oknum dosen yang berinisial KC itu mengancam tidak akan meluluskan mahasiswi itu, jika tidak menuruti perintahnya.
Perbuatan tersebut dilakukan di rumah sang oknum dosen. Kala itu, korban bersama rekan-rekannya harus datang ke rumah dosen tersebut untuk meminta izin tidak menghadiri kuliah wajib yang diasuh oleh KC.
Korban mengaku mau keluar kota dan telah memesan tiket. Lantas sang dosen tidak mengizinkan tidak hadir dalam kuliahnya. Dia mengancam tidak akan meluluskan mahasiswi tersebut dan harus mengulang mata kuliah itu pada semester berikutnya.
Di tempat lain, Kabidhumas Polda Sumbar Kombes Dwi Sulistyawan mengaku mengetahui kasus dugaan pelecehan tersebut. Hanya saja sampai saat ini belum ada upaya dari aparat kepolisian. Alasannya, jajaran Polda Sumbar belum menerima laporan dari dugaan pelecehan seksual tersebut.
Di samping itu, saat ini pihak Unand sedang menangani kasus dugaan pelecehan seksual itu secara internal. “Kami sangat menghargai upaya yang sedang dilakukan pihak kampus,” ujar Dwi Sulistyawan kepada JawaPos.com.
Setelah kejadian ini terkuak, suasana di kampus Universitas Andalas (Unand), Padang, terasa “dingin”. Di sepanjang koridor kampus FIB biasanya terasa hangat. Mahasiswa begitu lempang bersenda gurau. Dosen kala melintas di depan mahasiswa dengan tenang melempar senyum. Interaksi mereka begitu harmonis.
Berbeda sekarang. Para dosen merasa malu. Merasa tidak punya muka di depan mahasiswa. Dosen memaklumi jika ada mahasiswa merasa dikhianati. Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FIB-Unand, Mutiara mengatakan, rekan-rekannya mengaku sangat kecewa dan sedih atas perbuatan KC.
Mahasiswa selama ini mengira dosen itu orang tua dan jadi tempat berlindung. “Ternyata tidak jauh beda dari orang tak berpendidikan,” ungkap Mutiara saat dihubungi JawaPos.com lewat sambungan telepon, Jumat (23/12).
Kini, kata Mutiara, para mahasiswa terus melakukan pergerakan untuk mendesak pihak universitas agar membuat tindakan tegas terhadap KC. Selain itu, beberapa rekannya berupaya memberikan advokasi dan trauma healing terhadap delapan orang korban.
Menurut dia, sanksi dengan menonaktifkan KC belum cukup.
“Perbuatan oknum dosen itu jauh dari kata manusiawi. Tidak pantas menyandang predikatnya sebagai pendidik,” ujar mahasiswi angkatan 2019 itu.
Kalangan BEM FIB-Unand berupaya berkoordinasi dengan para alumni untuk memberikan advokasi terhadap korban dan mahasiswa lainnya. Sebab, kasus kekerasan seksual di Unand ini berdampak pada psikologi mahasiswa.
“Kami berharap aparat hukum turun tangan. Alumni pun memberi tekanan kepada pihak kampus agar tindakan tegas yang konkret,” ujarnya.
Suasana tegang di kampus diakui kalangan dosen. Akibat ulah seorang oknum, kini para dosen merasa tidak punya muka lagi di hadapan mahasiswa. Di kampus pun merasa tidak nyaman.
“Kami sangat malu atas kasus ini,” ujar Aslinda, salah seorang dosen di FIB kepada JawaPos.com lewat sambungan telepon, Jumat (23/12).
Aslinda menyadari kasus yang menggegerkan Unand itu bagaikan mencoreng di muka. Apalagi kasus itu terjadi di lingkungan pendidikan tinggi. Meski begitu, dia yakin pihak pimpinan Unand mampu menangani kasus ini. Pimpinan Unand bisa memulihkan kepercayaan mahasiswa dan menindak tegas si pelaku.
Di tempat lain, Ketua IKA FIB-Unand Hidayat mendesak pimpinan Unand bertindak tegas. Perbuatan pelaku tidak bisa ditolerir. Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) Unand diminta segera memutuskan perkara dugaan pelecehan seksual ini dalam waktu yang sesingkat-singkatnya sesuai aturan dan ketentuan berlaku.
“Jika kasus itu harus diteruskan ke pidana, maka serahkan ke aparat kepolisian, supaya kejadian ini menjadi pembelajaran dan ada efek jera,” ujar Hidayat kepada JawaPos.com.
Anggota DPRD Sumbar itu mendorong pihak civitas akademika FIB-Unand untuk menciptakan suasana kondusif di lingkungan kampus. Pihak fakultas harus memastikan terciptanya lagi situasi aman dan nyaman di lingkungan kampus dan jauh dari ancaman tindakan kekerasan seksual. Jangan sampai ada mahasiswa terganggu kenyamanan dan psikologinya untuk menuntaskan pendidikanya di FIB.
“Kasus ini tentu berdampak pada psikologis mahasiswa lainnya dan dosen juga. Kami tidak ingin nama almamater tercoreng hanya karena ulah seorang oknum dosen,” tegas politikus Partai Gerindra Sumbar itu.
Di tempat lain, Dirjen Diktiristek Nizam mengatakan bahwa Irjen Kemendikbudristek telah memberikan pendampingan kepada Satgas PPKS Unand. “Irjen telah mendampingi Satgas PPKS Unand,” ujar Nizam kepada JawaPos.com, Jumat (23/12).(cr1/jpg)