LIMAUMANIS (RIAUPOS.CO) - Dunia pendidikan kembali tercoreng. Seorang oknum dosen di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas (FIB-Unand) Padang diduga melakukan pelecehan terhadap mahasiswi dengan modus bimbingan. Jumlahnya mencapai delapan orang, bahkan satu korban diduga sempat diperkosa.
Unand akhirnya memberikan tanggapan resmi terkait kasus pelecehan seksual yang diduga dilakukan oleh oknum dosen berinisial K, Jumat (13/12). Ketua Satgas Penanganan dan Pencegahan Kekerasan Seksual (PPKS) Rika Susanti membenarkan ada 8 orang mahasiswa yang saat ini sudah berhasil dikonfirmasi oleh Satgas PPKS Unand.
Dari hasil investigasi tujuh korban mengalami pelecehan seksual sedang dan satu orang terindikasi mendapatkan pelecehan seksual berat yang mengakibatkan korban tidak mau datang ke kampus. Modus yang dilakukan pelaku di seputaran kuasa nilai dan sejenisnya.
”Salah satu mahasiswa enggan untuk kembali berkuliah karena diduga pelecehan yang dialami korban sudah menjurus ke arah persetubuhan. Sedangkan korban lainnya dalam kondisi yang baik,” katanya, Jumat (23/12).
Rika mengungkapkan, sebelum viral di media sosial Satgas PPKS sudah melakukan investigasi sejak bulan Oktober lalu. Instruksi rektor mengupayakan investigasi ini tidak terendus oleh publik.
Dari investigasi para korban, Rika mengatakan masing-masing korban mengalami pelecehan dalam rentang waktu yang berbeda. Ada yang dilakukan tahun 2020, 2021 dan 2022. Dari korban didapati beberapa barang bukti berupa bukti chat mesum dan rekaman suara pelaku yang sengaja direkam oleh korban.
Selain itu, dalam wawancara tersebut diketahui sempat terjadi aksi peneroran yang dilakukan kepada Tim Satgas saat melakukan penyelidikan terkait kasus pelecehan tersebut. Di mana mobil salah satu anggota Satgas pernah dua kali dirusak orang tak dikenal.
”Pengerusakan dilakukan ke kaca depan dan spion mobil salah satu tim investigasi dan terjadi dua kali di awal-awal proses penyelidikan dan investigasi,” ucapnya.
Lebih lanjut dikatakan, hasil dari penyelidikan nantinya akan diserahkan ke Rektor Unand. Dalam kasus ini akan merekomendasikan sanksi administrasi berat kepada pelaku pelecehan seksual di lingkungan Unand.
Rektor Unand Yuliandri mengklaim telah menonaktifkan dosen tersebut sejak dua bulan lalu.
“Kasus ini sebetulnya terjadi dua bulan lalu. Ketika kami mendapat laporan dari korban. Saat itu kami langsung menonaktifkan oknum dosen itu mengajar sementara sejak dua bulan lalu,” ujar Yuliandri dari kepada JawaPos.com, Jumat (23/12).
Pihak Unand juga menyiapkan langkah hukum terhadap perbuatan KC yakni melaporkan ke kepolisian.
“Kami bersama tim hukum sedang mempelajari langkah-langkah lanjutan atas perbuatan oknum itu. Apakah pihak terkait bisa atau tidak melaporkan terduga pelaku ke polisi terkait perbuatan kekerasan seksual itu,” ujar Yuliandri .
Menurut Yuliandri,perbuatan KC selain berdampak buruk terhadap delapan mahasiswi, juga berimbas pada nama baik Unand. Secara institusi, Unand terganggu atas perbuatan KC yang kini sudah dinonaktifkan sebagai dosen. “Semoga dengan hasil kajian tim kami menghasilkan rekomendasi yang menyatakan pihak Unand bisa melaporkan KC ke polisi,” sambung guru besar hukum Unand tersebut.
Di pihak lain, Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) Unand telah melakukan pendampingan dan pemulihan terhadap korban. “Kalau tindakan terduga pelaku di level ringan dan sedang, maka sanksinya dapat diberikan oleh pimpinan Unand. Jika, kategori berat sanksi untuk terduga pelaku dari Irjen Kemendikbudristek,” sebut Yuliandri.
Yuliandri menegaskan bahwa Satgas PPKS sangat merahasiakan identitas korban kekerasan seksual dari KC. Dia juga mengimbau para mahasiswa maupun elemen yang terdapat di Unand untuk tidak ragu melapor jika mengalami tindakan kekerasan seksual. Baik kekerasan seksual antara mahasiswa dengan mahasiswa, mahasiswa dengan dosen, atau dosen dengan dosen. “Satgas PPKS bakal menindak dan menjaga kerahasiaan identitas korban,” ujarnya.
Sementara itu, Dekan Fakultas Ilmu Budaya Unand Herwandi mengatakan sebelum kasus ini diusut oleh Satgas PPKS, ia terlebih dahulu diminta oleh rektor untuk membuat tim investigasi di fakultas yang ia pimpin.
Ia mengungkapkan, pada bulan Agustus tahun 2022 mendapatkan laporan dari sejumlah mahasiswa dan LSM yang memberitahukan terkait aksi pelecehan seksual yang dilakukan salah satu oknum dosen.
Usai mendapatkan laporan tersebut, ia berkoordinasi dengan rektor. Di bulan Agustus sesuai arahan rektor, ia membentuk tim investigasi terkait kasus kekerasan seksual tersebut dan menyerahkan hasil investigasi tersebut di awal bulan Oktober 2022.
Dari hasil investigasi awal yang dilakukan oleh tim yang dibentuk diketahui ada indikasi-indikasi pelecehan seksual yang dilakukan oleh oknum dosen tersebut. Lalu berdasarkan laporan tersebut menjadi dasar oleh rektor untuk membentuk tim PPKS.
Sementara itu, Wakil Rektor 1 Mansyurdin mengatakan status dari terduga pelaku saat ini sudah dinonaktifkan. Pihak Unand akan tegas terkait kasus pelecehan tersebut tentunya sesuai dengan prosedur di Permen dan akan dikoordinasikan dengan dirjen terkait kasus pelecehan seksual ini.