Atas saran kepala desa, Sulian bersama istri dan belasan warga membawa LM ke Polsek Pulau Raja. Sedangkan Abdullah dibawa warga lainnya. Di kantor polisi, lewat Ismail Nako, penterjemah yang dihadirkan polisi melalui Kantor Imigrasi UPT Tanjungbalai, Abdullah yang selama ini berada di kampung itu dikenal tekun menjalankan misinya menyelenggarakan tabligh syiar ke sejumlah rumah ibadah mengakui perbuatannya. Akan tetapi, dia memilih tutup mulut ketika polisi lewat penterjemah menanyakan apa alasannya melakukan perbuatan tak senonoh tersebut.
Tak berapa lama kemudian, lewat dokumen milik Ditjen Imigrasi, yang ada pada UPT Imigrasi Tanjungbalai, Abdullah diketahui merupakan bagian dari 10 warga India yang masuk ke Indonesia secara resmi bermodalkan paspor dan visa sosial pada 15 Desember silam.
Mereka diketahui tiba di Indonesia, melalui Bandar Udara Soekarno Hatta, Cengkareng dan masuk ke wilayah Asahan untuk menjalankan misi syiar. “Total ada 10 orang. Semuanya masuk lewat jalur resmi, dengan visa kunjungan sosial,” kata Dahrun, kepada koran ini.
Atas dasar informasi ini pula polisi menghadirkan 9 rekan Abdullah lainnya dengan bermodalkan alamat yang diberi pihak imigrasi.
Penjelasan Dahrun, juga diamini Mohammad Azis, Kasubsi Informasi pada UPT Imigrasi Kelas II Tanjungbalai. Sesuai data keimigrasian yang ada pada mereka, diketahui ke-10 warga negara India tersebut mendapat izin tinggal hingga 14 Februari mendatang atau selama 60 hari di Indonesia terhitung 15 Desember 2015 lalu.
"Mereka ini pendatang resmi. Dokumen keimigrasiannya lengkap. Jadi, kalau ditanya apa mereka akan dideportasi, sepertinya belum ke sana. Sebab, mereka tidak ilegal,” terang Aziz.