TRADISI TURUN TEMURUN

Tali Kasih dalam Rantang Punjungan

Siak | Minggu, 10 Mei 2020 - 09:00 WIB

Tali Kasih dalam Rantang Punjungan

Punjung memunjung atau mengantar makanan setelah 17 Ramadan hingga menjelang Hari Raya Idulfitri merupakan tradisi turun temurun yang sudah ada sejak lama. Selain sebagai tanda ingat, juga sebagai pengerat tali kasih sesama saudara.

(RIAUPOS.CO) - ENTAH dari mana awalnya, yang jelas tradisi punjung memunjung berlaku di tengah sebagian masyarakat di Kabupaten Siak. Memunjung di sini adalah menghantarkan makanan dengan rantang. Di dalamnya ada nasi, sayur dan lauk pauk. Kadang juga dilengkapi dengan kue mue. Ini dilakukan sejak 17 Ramadan hingga satu hari menjelang Syawal.


Tidak semua orang bisa memunjung. Memunjung ini hanya dilakukan oleh keluarga dari keluarga. Atau orang lain yang benar-benar telah dianggap keluarga atau orang lain yang telah dituakan. Hanya mereka yang lebih muda yang boleh mengantarkan punjungan kepada yang lebih tua. Sedangkan yang tua hanya menunggu punjungan di rumah. Dalam sehari, rantang punjungan yang diterima bisa lebih dari satu, bahkan empat hingga lima rantang.

yang memunjung antara lain, anak yang sudah menikah kepada orang tuanya, adik kepada kakaknya, cucu kepada neneknya dan kemenakan, menantu kepada mertua dan besan kepada besan. Punjungan biasanya diantar oleh anak atau cucu yang masih kecil atau masih berusia sekolah. Rantang yang diantar biasanya juga akan kembali dengan isi di dalamnya, tapi bukan lagi makanan berat seperti nasi dan lauk pauk, tapi lebih kepada makanan ringan. Kadang juga kosong atau tidak berisi.

Makanan yang diantar untuk punjungan benar-benar spesial. Sengaja dibuat sebagai menu spesial. Jika hari-hari biasa si pemunjung makan seadanya, hari itu ia akan makan special, seperti ayam kampung, daging, ikan segar dan sebagainya. Dengan kata lain, makanan yang patut untuk diantar kepada mereka yang dituakan dan dihormati.

Punjungan ini diantar menjelang waktu berbuka atau paling cepat sehabis zuhur. Mereka yang memunjung punya maksud agar punjungan tersebut memang bisa dimakan saat berbuka. Bahkan sebelum memunjung, yang memunjung terlebih dahulu memberi kabar agar yang menerima tidak sibuk-sibuk memasak sehingga makanan yang diantar benar-benar termakan dan bermanfaat bagi seluruh isi keluarga.

Bila punjungan diantar benar-benar menjelang Syawal atau satu hari sebelum hari raya, isinya juga akan menyesuaikan. Bisa ketupat, rendang dan lain sebagainya. Kue-kue hari raya juga sudah akan bermunculan menjadi hiasan dalam rantang punjungan tersebut. Bermacam-macam. Mulai dari kue mentega hingga dodol yang dibuat khusus untuk hari raya.

Selain sebagai tanda ingat adalah sebagai tanda hormat yang muda kepada yang lebih tua atau dituakan. Kebiasaan memunjung yang sudah dilakukan setiap tahun, akan menjadi pertanyaan bahkan hal yang ditunggu bila tahun berikutnya tidak memunjung lagi. Benar-benar sebagai pengingat dan jalinan kasih.

Tanda Kasih pada yang Muda

Si pemunjung akan selalu mengutus anak-anaknya untuk mengantar punjungan tersebut. Atau, kalau orang tuanya yang mengantar, biasanya akan membawa anaknya ikut serta. Saat inilah, mereka yang menerima punjungan baik nenek, mertua, wak, bibik, kakak atau lainnya, akan memberikan sedikit uang kepada anak tersebut. Ini juga sudah menjadi tradisi. Berbagi dan saling memberi. Mengingat dan saling mengingatkan.

Pemberian tersebut tidak hanya menunjukkan bagaimana hidup harus saling berbagi, tapi juga memberi makna bahwa mereka yang memberi juga akan menerima, mereka yang ingat juga akan diingat. Semakin eratlah jalinan tali kasih yang sudah terikat erat. Terus sejak hari itu hingga Syawal benar-benar tiba bahkan ketika Syawal sudah berlalu dan masuk ke bulan berikutnya.

‘’Punjung memunjung ini sudah menjadi tradisi di kampung kami. Sejak lama. Sejak nenek-nenek sebelumnya. Sampai sekarang ini masih kami jaga. Ini merupakan salah satu cara mengingat pada mereka yang kita hormati dan kita tuakan,’’ ungkap Rodiah, warga Sabak Permai. Setiap tahun tradisi punjung memunjung ini terus dilakukannya.

Memunjung kepada yang lebih tua, bukan berarti hanya kepada mereka yang tinggal sekampung. Tradisi ini juga dilakukan oleh warga di kampung lain, selagi masih ada ikatakan keluarga atau yang dipunjung memang benar-benar mereka yang dituakan dan dihormati. Jauh-jauh datang dengan menggunakan sepeda motor bersama keluarga hanya untuk mengantarkan makanan serantang nasi dan lauk pauknya menjadi sangat berarti. Apalagi hanya dilakukan setahun sekali.

Sampai ke Kota

Kebiasaan memunjung di kampung halaman, juga terbawa-bawa ke kota besar. Asiah misalnya, warga yang tinggal di Panam ini tidak sendiri di Pekanbaru. Selain kakaknya, adiknya juga tinggal di Pekanbaru. Setiap Ramadan, ia menerima punjungan dari adiknya, begitu juga dia yang memunjung ke rumah kakaknya.

Apa yang dilakukan orang tuanya di kampung halaman, juga dilakukannya di Pekanbaru. Sebagai tanda ingat dan jalinan kasih yang lebih erat.

Selain kakak, Asiah juga mengantar punjungan kepada keluarga lain yang dianggap orang tua atau masih ada hubungan dengan orang tuanya. Misalnya keponakan ibunya atau saudara dekat ibunya yang lain. Kakak sepupu juga akan menerima punjungan yang sama. Selalu ada waktu dan disempatkan untuk membuat makanan dan diantarkan meski sehari-hari sibuk berkerja.(ose)

 

Laporan KUNNI MASROHANTI, Siak

 

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook