(RIAUPOS.CO) -- Ada banyak tradisi yang lahir dalam kebudayaan suku anak dalam di Riau, salah satunya, Suku Bonai. Komunitas adat terpencil yang bermastautin di pedalaman Sungai Rokan, tepatnya Rokan Hulu itu, memiliki satu seni hiburan diberi nama, “Cegak”.
TARI Cegak, berawal dari kisah beberapa orang pemuda suku tersebut, sedang menuntut ilmu kesaktian. Mereka bertujuan melakukan penyamaran atau bersembunyi dari musuh-musuh mereka.
Setelah tekun berlatih dengan tekat yang kuat, akhirnya mereka berhasil menguasai ilmu kesaktian tersebut. Dalam melakukan penyamaran, para pemuda itu memanfaatkan daun pisang kering untuk menutup seluruh tubuh dan upih (pelepah, red) pinang sebagai penutup kepala.
Keberhasilan itu, tentu saja membuat mereka gembira, sekaligus gusar. Apalagi daun pisang kering dan upih pinang tersebut tak bisa dilepaskan lagi. Alhasil, mereka tampak seperti orang-orang aneh dan berbeda dengan manusia kebanyakan. Mereka telah mencari cara, melakukan berbagai upaya untuk kembali, namun hal tersebut tak pernah berhasil.
Masyarakat Suku Bonai, merasa terkejut dan terheran-heran melihat mereka. Apalagi, para pemuda yang terjebak dalam bungkusan daun pisang kering serta upih pinang itu tetap melakukan aktivitas harian seperti biasa mereka lakukan sebelumnya. Menjadi peladang, nelayan, dan aktivitas lainnya. Lagipula mereka sudah berputus asa menemukan cara untuk menyembuhkan diri sendiri.
Lama-kelamaan, masyarakat menjadi terbiasa dengan keberadaan mereka. Pemuda itu diterima sebagai warga kampung karena berpolahtingkah sama seperti oranug kampung.
“Itu legenda yang berkembang selama ini. Ya, tari Cegak ini cukup menghibur, terutama magi masyarakat kami dan terus kami pertahankan hingga hari ini,” ulas Batin Suku Bonai asal Ulak Patian, Rasyid.
Dijelaskannya, suatu ketika, para pemuda aneh itu ada sebuah Kenduri besar di kampung tersebut. Mereka hadir dalam perhelatan itu dan larut dalam kegembiraan sebagaimana masyarakat pada umumnya. Mereka mendengar musik “Gondang Barogong”. Dan refleks saja, tubuh mereka ikut menari dan mempraktikkan gerakan-gerakan silat.
Menyaksikan hal itu, masyarakat Suku Bonai yang hadir merasa terhibur. Tanpa disadari mereka, ilmu kesaktian dalam tubuh terbungkus daun pisang kering dan upih pinang itu sembuh seketika. Maka sejak saat itu, tarian yang mereka lakukan menjadi salah satu seni dengan nama Tari Cegak alias Tari Penyembuhan di Kampung Ulak Patian, Kecamatan Bonai, Kabupaten Rokan Hulu.
“Kami sudah menampilkan Tari Cegak ini diberbagai perhelatan, baik di kampung, kabupaten, provinsi, dan lainnya,” ujar Rasyid yang bertindak sebagai pemain bebano pada setiap pertunjukan mereka.
Cegak Terbaru Di tangan koreografer muda, Dasrikal, seni tari Cegak ini menjadi karya eksploratif. Karya tari itu diberinya judul sama, “Cegak” atau “Sembuh”. Karya itu pernah diikutsertakan dalam parade tari Riau pada 2013 silam.
“Ya, kami pernah mengeksplorasi tari Cegak sebagai karya terbaru. Konsepnya, selain melakukan hal serupa pada Cegak masyarakat Suku Bonai, kami juga mengeksplorasi silat tradisional yang disesuaikan dengan keperluan karya,” kata Rikal panjang lebar.
Ditambahkannya, banyak sekali tradisi lokal yang bisa diangkat menjadi karya baru. Semua tergantung pada seniman kreatif, baik tari, teater, musik, sastra, dan lainnya. Dan sebaiknya, sebelum mencipta, lakukanlah riset terlebih dahulu sehingga karya terbaru menjadi bermakna.***
Laporan FEDLI AZIS, Pekanbaru