SIGAI : DRH CHAIDIR

LGBT dan Domba

Seni Budaya | Senin, 22 Februari 2016 - 09:22 WIB

LGBT dan Domba
Drh Chaidir

Namun, kendati kera dikenal sebagai  species yang suka seks dan umumnya memiliki libido yang lebih tinggi dari manusia, dalam masalah LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender), manusia tak tertandingi oleh kera.  Uniknya, para ilmuwan sejauh ini justru berpendapat, bahwa hanya ada dua jenis makhluk bertulang belakang yang memperlihatkan adanya kelompok yang memiliki perilaku homoseksual sepanjang hidup, bahkan ketika ada pasangan lain jenis yang tersedia, yaitu manusia dan domba piaraan (ovis aries).

Padahal domba yang memiliki kromosom sebanyak 29 pasang sehingga berjumlah 58, lebih berjarak dengan manusia ketimbang dengan kera. Dalam “Are there any homosexual animals?”(Adakah homoseksual pada binatang?) di BBC Earth (google.com), sebuah statistik memperlihatkan, dalam satu kelompok domba, 8 persen jantan lebih memilih kawin dengan jantan lain, meski di sekitar mereka tersedia betina yang sedang subur. Pada 1994 diketahui bahwa otak-otak pejantan ini ternyata berbeda dengan pejantan lain. Bagian otak mereka yang disebut hypothalamus —yang mengendalikan pelepasan hormon seks — lebih kecil dibandingkan hypothalamus domba heteroseksual. Dengan kata lain, domba LGBT memiliki hypothalamus yang lebih kecil.

Baca Juga :Selamat Jalan Ongah

Kajian senada dari Simon LeVay (1991) menyebutkan banyak hewan yang senang untuk terlibat seks dengan rekan sesama jenis kelamin, tapi hanya manusia yang tercatat sebagai ”homoseksual sebenarnya”. Adakah manusia meniru hewan atau hewan meniru manusia? Namun, bila penyebaran binatang di bumi ini miliaran tahun lampau dilakukan pada hari Kamis, dan Manusia Pertama Adam AS diturunkan ke bumi pada hari Jumat, maka LGBT pada hewan kelihatannya lebih tua dari sejarah manusia.

Lantas? Kita tahu LGBT itu antara ada dan tiada di sekeliling kita dan menjadi bagian dari masyarakat. Yang membuat kita kebakaran jenggot adalah alokasi dana dari badan PBB, UNDP sebesar 8 juta dolar AS (sekitar Rp100 miliar lebih) untuk program advokasi  LGBT di Indonesia, Thailand, Filipina dan Cina. Sebenarnya tanpa gerakan yang dimobilisasi pun LGBT di negeri ini tak pernah diganggu bila tidak mengganggu ketertiban umum. Kenapa PBB bikin kegaduhan yang tak perlu? Kadang di situ aku merasa sedih.***









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook