SURAH ini sangat istimewa. Pesannya singkat, padat, jelas, tegas, tak ada keragu-raguan untuk memaknainya. Surah pendek dalam kitab suci Alquran ini diberi nama Al-Syarh yang bermakna "kelapangan". Di dalam surah tersebut ada dua ayat– yang istimewanya – disebut dua kali berulang, berturut-turut: "Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan, sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan."
Keistimewaan lain, surah yang turun lebih dari 1400 tahun lampau itu, tetap berlaku sepanjang zaman, kontekstual dan tetap up to date. Tak pernah basi. Bahkan tak berlebihan disebut, secara substansial ayat ini universal, dipahami dan diyakini oleh anak manusia yang tinggal di kolong langit ini. Orang Inggris menyebutnya blessing in disguise. Orang Italia menyebutnya benedizione sotto mentite spoglie. Maksudnya sama, bersama kesulitan ada kemudahan. Ada berkah terselubung di balik kesulitan. RA Kartini, secara tegas menyebut, habis gelap terbitlah terang.
Beberapa ulama menyebut berkah terselubung itu, hikmah. Hikmah itu kebaikan yang tercecer. Adakalanya disadari kita telah menemukannya, adakalanya kita tidak menyadarinya. Kita baru sadar setelah mencoba memaknai korelasi berbagai peristiwa, sampai kemudian menyimpulkan, ternyata Tuhan itu sayang sama makhluknya. Kita diingatkan bahwa manusia itu adalah makhluk pemikir yang dibekali akal budi. Gunakanlah senjata itu. Jangan pernah menyerah, di mana ada kemauan di sana ada jalan.
Tantangan revolusi industri 4.0 yang gaungnya terasa sangat kencang memekakkan telinga sejak satu dekade terakhir sebelum pandemi Covid-19, ternyata belum cukup ampuh memaksa masyarakat untuk mengubah mindset atau pola pikir. Tantangan revolusi industri 4.0 tersebut lebih dimaknai semata sebagai kemajuan zaman yang ditandai dengan kehidupan berbasis digital. Hal ini dianggap hanya sebuah opsi.
Namun tanpa disangka-sangka, pandemi Covid-19 memporakporandakan capaian-capaian kemajuan masyarakat sekaligus secara serius mengancam jiwa. Tak ada pilihan lain, tragedi hidup dan kehidupan ini menuntut masyarakat harus beradaptasi mengubah mindset. Tantangan itu telah mengubah irama kehidupan. Tantangan itu, ibarat ungkapan Melayu, sudah tersundak di bahu, tak dapat dielakkan. Pilihannya hanya dua, membiarkan diri jadi korban, atau menggunakan jurus mengelak dengan seluruh kapasitas akal budi.
Maka kita harus berkompromi dan beradaptasi. Seperti terlihat, kita terpaksa harus melakukan kerja kantoran dari rumah (work from home), kuliah daring, forum-forum ilmiah dan forum diskusi terpaksa menggunakkan pendekatan virtual yang populer dengan istilah webinar. Demikian pula rapat-rapat dinas yang dilakukan oleh berbagai instansi, dilakukan secara virtual. Perjalanan-perjalanan dinas, studi banding dan sebagainya, tak perlu lagi dilakukan. Pertukaran data dan informasi bisa dilakukan melalui virtual.
Semuanya menjadi hemat dan semuanya menjadi mudah. Persis seperti disebut si jenius Albert Einstein, bahwa ilmu membuat hidup menjadi mudah kalau kita pandai menggunakannya.
Tantangan tersebut secara terbuka atau secara terselubung menuntut masyarakat untuk senantiasa berikhtiar dan memberi peluang meningkatkan kreativitas. Kreativitas akan menemukan jalan untuk beradaptasi terhadap berbagai permasalahan yang dihadapi. Masyarakat harus mengubah mindset, menemukan inovasi-inovasi.
Maka jangan heran, inovasi telah menjadi fenomena di tengah tragedi kehidupan dan fenomena perubahan cepat yang melanda dunia. Inovasi membuat yang sulit jadi mudah, membuat yang mudah jadi sangat sederhana, yang jauh jadi dekat, yang asing jadi akrab. Fenomena inovasi yang mudah terbaca adalah munculnya berbagai aplikasi yang memberi kemudahan dalam pelayanan masyarakat atau pelangggan seperti, e-government, e-banking, taxi-online, gocar, gofood, gosend, dan sebagainya.
Berkah terselubung di balik tragedi kehidupan yang melanda dunia, memberi peluang bagi manusia sebagai makhluk pemikir menggunakan seluruh kapasitas terpasang akal budinya untuk menemukan inovasi, menemukan jalan keluar cerdas terhadap berbagai persoalan kehidupan. Hal itu barangkali tidak mendesak kita lakukan bila kita terbuai dalam zona nyaman.
Mumpung kita sedang bermesraan dengan bulan Ramadan, bulan terbaik untuk melakukan introspeksi, mari kita gunakan segenap kemampuan literasi yang kita miliki membaca dan memaknai fenomena tantangan alam yang diperlihatkan kepada manusia. "Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan, sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan." Selamat menunaikan ibadah puasa Ramadan.***