Julia membacakan puisi.
Kegiatan yang diberi nama Taman Budi ini ditaja oleh Yayasan Pusaka Riau (YPR) bersama Yayasan Tabung Wakaf Umat (YTWU). Sesuai dengan tema yang diusung kali ini, yakni, Penyair Berwakaf Bersama UAS, maka para peyair berwakaf amal dan budi melalui kata-kata dan syair. Penyair Taufik Ikram Jamil, selaku pembina YPR, langsung memimpin acara sebagai host sejak awal hingga akhir. Sedang penyair Syaukani Alkarim sebagai ketua YPR, menjadi nara sumber bersama UAS dalam dialog panjang malam itu.
‘’Dulu Yayasan Pusaka Riau memiliki kegiatan setiap minggu itu bernama Majelis Jumat. Selalu ada kegiatan seperti diskusi. Nah, kegiatan inilah yang sekarang kami beri nama Taman Budi,’’ ujar Syaukani.
Tampil para penyair lintas generasi dalam helat Taman Budi ini, antara lain, Dheni Kurnia, A Aris Abeba, Eko Ragil dan Julia. Masing-masing mereka membacakan puisi dengan gaya dan pesan yang berbeda-beda. Tapi menjadi sangat sempurna ketika UAS menyampaikan tentang syair yang mampu menjadi jalan keterbukaan serta kemuliaan akal budi. Maka, malam itu, di dalam ruangan ASIT yang dihadiri oleh sekitar 200 orang tersebut menjadi berkah. Sementara ratusan lainnya menyaksikan secara virtual baik zoom meeting mau pun Youtube secara langsung.
‘’Kalau ada tuah di badan, pasir di genggam jadi intan. Tapi kalau badan celaka, intan di tangan diambil orang.’’ UAS membacakan syair tuah badan. ‘’Bumi berkelikir langit bertemberang, salah-salah pikir orang-orang baik jadi hamba orang. Artinya, kalau terlalu baik kau nak, kata emak saya, dipijak orang, bisa jadi hamba orang. Justru saya mendengar syair ini sejak kecil dari emak saya, lebih dekat dengan saya sebelum saya mengenal Alquran dan hadist lebih dalam. Penuh pesan nasehat dan diungkap dengan bahasa yang lezat,’’ sambung UAS.
UAS juga mengingatkan tentang bahaya kedekut alias pelit setelah menyampaikan syair tentang jangan terlalu memberi sehingga lupa diri tersebut. ‘’Jangan meletakkan tangan di tengkuk, jangan terlalu pelit yang bisa menjauhkan diri dari berkah dan amal budi. Syair ini memang syarat makna. Saya berharap kita orang Melayu bisa lebih dekat dengan syair yang membuahkan baik pada amal budi,’’ kata UAS lagi.
Malu Menjadi Penyair
Sebab menjadi penyair atau pengarang, tidak perlu merasa lebih hebat dan bangga. Kehadiran UAS di helat Taman Budi, di depan para penyair Riau, justru membuat penyair merasa rendah hati dan belum apa-apa. Taufik Ikram Jamil, penyair Riau yang sudah dikenal secara nasional dan internasional, mengaku malu menjadi penyair setelah duduk dan berbual dengan UAS tentang syair dan kepenyairan.
‘’Justru saya merasa malu menjadi penyair. Belum apa-apa. Semakin tidak punya apa-apa. Seorang UAS, ustaz kondang yang rendah hati dan apa adanya, ternyata seorang penyair yang sejak kecil sudah sangat akrab dengan syair sebelum kenal lebih jauh dengan ayat-ayat Alquran dan hadis. Tapi tidak ada kesombongan pada dirinya. Bahkan syair yang dikarang dan dibacakannya, sangat menyentuh dan bermakna,’’ kata Taufik Ikram Jamil yang akrab dipanggil TIJ ini.
Sementara itu, penyair Dheni Kurnia yang pernah meraih Anuegarah Hari Puisi Indonesia karena buku puisinya terpilih sebagai puisi terbaik Yayasan HPI di Jakarta, mengatakan, acara ini benar-benar membuat suasana baru khususnya di Riau, dimana UAS selain mendedahkan dengan panjang lebar tentang dunia kepenyairan dari sisi agama, juga ikut membaca puisi.
‘’Jadi, di dalam Alquran itu ada surat khusus tentang penyair. Ini dikupas habis oleh UAS. Sebagai praktisi atau orang yang menulis puisi, saya mendukung acara ini dan kalau bisa acara seperti ini rutin dibuat. Selain UAS, Riau juga dapurnya ulama yang memang menganggap seni adalah bagian dari dakwah. UAS mengatakan, kalau puisi memberi manfaat dan jalan untuk berdakwah, maka ia akan ada pahala. Alhamdulillah, meningkatkan semangat penyair untuk terus berkarya, khususnya puisi. UAS tidak hanya membahas secara luas tentang penyair, tapi juga turut menulis dan membaca puisi,’’ kata Dheni pula.***
Laporan Kunni Masrohanti, Pekanbaru