Gairah Anugerah Kebudayaan

Seni Budaya | Minggu, 15 Agustus 2021 - 12:49 WIB

Gairah Anugerah Kebudayaan
Belasan tokoh dan penggiat budaya Riau menerima Anugerah Kebudayaan dari Dinas Kebudayaan Provinsi Riau, Rabu (11/8/2019) di Hotel Prime Park, Pekanbaru dengan mematuhi protokol kesehatan. (DISBUD RIAU FOR RIAU POS)


Lagi, para tokoh dan penggiat kebudayaan di Riau mendapatkan anugerah. Kali ini dari Dinas Kebudayaan Provinsi Riau. Untuk apakahah sebenarnya Anugerah Kebudayaan ini diberikan?

(RIAUPOS.CO) - PANGGUNG di ruang pertemuan di Hotel Prime Park, PekanbaruRabu (11/8/2021) itu, sederhana saja. Tapi begitu melihatnya, terasa mewah. Meski hanya backdrop sederhana, tapi yang jelas ini bukan panggung biasa. Di backdrop tersebut tertulis informasi tentang Anugerah Kebudyaan tahun 2021.


Cukup besar. Warnanya yang putih bersih dengan tulisan hitam, membuatnya semakin elegan. Tapi tetap ceriah dengan adanya logo HUT Riau di sisi kanan dan kiri.

Ada 13 penerima anugerah. Mereka berasal dari 11 kabupaten/kota. Mereka semua duduk di kursi yang disediakan dan bersiap menerima anugerah dengan kategori yang berbeda. Enam orang dengan kategori Tokoh Budaya, dan enam orang lainnya dengan kategori Pelaku Setia. Sebagaimana arahan panitia, seluruh penerima anugerah ini berpakaian Melayu lengkap.

Mereka yang menerima anugerah dengan kategori Pelaku Setia adalah, Kunni Masrohanti (Pekanbaru), Azwardi Wal (Inhu), Zulkarnain Idrus (Siak), Suparmi (Kuansing), Sopandi (Kepulauan Meranti), Delsi Hendra AMD.Sn (Rohil). Sedangkan enam penerima anugerah dengan kategori Tokoh Budaya, yakni, Hj Murni A.MA (Inhu), Baharuddin (Bengkalis), Darwis Mohd Saleh (Dumai), Salman Aziz (Kampar), Ismail SAg, Msi (Rohul), dan Baiya (Pelalawan). Selain 12 orang ini, anugerah juga diberikan kepada M Darus E SH dengan kategori Tokoh Budaya Disanjungi.

Kunni Masrohanti diberi anugerah tersebut karena dinilai tunak dalam melestarikan kebudayaan Melayu Riau. Ia juga penggiat budaya, baik dengan jalan literasi, turun langsung ke lapangan seperti bergerak bersama masyarakat di pelosok desa atau melalui karya-karyanya baik berupa buku maupun seni panggung, seperti teater atau teatrikal puisi. Kunni juga penggiat lingkungan melalui gerakan literasi konservasi yang ia lakukan baik secara perorangan, bersama komunitas yang ia bentuk dan bina, maupun dengan organisasi lingkungan.

Baca Juga : Jelantah

Penghargaan yang ia raih antara lain, Anugerah Sagang (2011 buku puisi, 2012 teater berjudul Peri Bunian, 2016 komunitas budaya terbaik, 2019 budayawan pilihan Yayasan Sagang, Anugerah Seni Tradisional (2014 dari Gubernur Riau), Anugerah Sastrawan pilihan Balai Bahasa Riau (2020). Ia juga menerima penghargaan dari KementerianLingkungan Hidup melalui Dirjen KSDAE sebanyak dua kali sebagai jurnalis yang fokus menulis tentang konservasi (budaya dan lingkungan).

Dalam perjalanannya sebagai penulis, Kunni melahirkan lima buku puisi tunggal yang berakar pada tradisi. Buku tersebut yakni, Sunting (2011), Perempuan Bulan (2016), Calung Penyukat (2019), Kotau (2020). Selain buku puisi, Kunni juga menulis buku kebudayaan dan sejarah. Di antaranya, Harmoni Masyarakat dan Alam Rimbang Baling (Refleksi adat budaya, 2018), Sekelumit Sejarah Kerajaan Gunung Sahilan (Refleksi sejarah, adat dan budaya, 2018), Cipang Warisan Leluhur yang (Hilang) Nyata (Refleksi adat budaya, 2019). Kunni juga merupakan Pendiri Komunitas Seni Rumah Sunting dan Ketua Penyair Perempuan Indonesia (PPI) yang berkosentarsi pada budaya dan tradisi serta berbagai organisasi lainnya.

Sopandi atau yang dikenal dengan Sopandi Batin Galang asal Kepulauan Meranti dikenal sebagai pelestari wisata budaya Desa Bokor sejak beberapa tahun lalu. Ia juga melaksanakan iven budaya bertaraf internasional atau yang dikenal dengan Festival Bokor. Sopandi adalah seorang pemusik.

Azwardi Wal budayawan asal Batu Rijal Kabupaten Inhu  merupakan pelestari Jike Gebano. Ia terus bergerak dan menggerakkan sehingga tradisi ini masih berjalan hingga sekarang.

Suparmi adalah perempuan asal Kuansing yang diberi anugerah karena terus melestarikan Randai Kuantan. Bahkan, dia adalah pelaku lengsung. Delsi Hendra merupakan seniman asal Rokan Hilir (Rohil). Selain sebagai pelestari dia juga seorang koreografer yang selalu mengusung budaya tradisi dalam karya tarinya.

Zulkarnain Al Idrus sosok pemuda yang dikenal banyak orang. Ia berasal dari Siak. Pandai menulis puisi, pakar berlakon, mahir berpantun dan memenangi banyak perlombaan budaya bergengsi di tingkat provinsi maupun nasional. Ia lebih dikenal sebagai pelestari teater tradisional. Darwis Mohammad Saleh, merupakan tokoh budaya senior dari Kota Dumai. Selain sebagai pelestari budaya melalui karya teater ia juga penggiat konservasidi Bandar Bakau Dumai.

Hj. Murni merupakan perempuan asal Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu). Ia dikenal sebagai pelestari Berdah dan pelestari Adat Pernikahan. Sejak muda sampai sekarang, ia terus fokus pada Berdah dan Adat Pernikahan Melayu di Inhu. Sangat wajar ia dikenal sebagai Tokoh Budaya asal kabupaten ini. Salman Aziz asal Kampar, lain lagi ceritanya. Ia dikenal sebagai pelestari sastra tradisi lisan di kabupaten ini. Sejak muda hingga sekarang, ia tetap fokus dan memperkenalkan tradisi lisan di Kampar.

Siapa pula yang tak kenal dengan Baiya atau Mak Itam. Perempuan asal Kabupaten Pelalawan ini merupakan aset Riau sebagai pelestari sastra lisan Nyanyi Panjang. Saat penyerahan anugerah ini, Mak Itam yang sudah sepuh tidak hadir karena selain jauh, beliau juga sudah uzur. Maka, Mak Itam diwakilkan oleh pewarisnya. Beberapa penerima lain juga ada yang diwakilan kepada keluarganya.

Ismail Sag Msi asal Kabupaten Rohul merupakan seorang penulis di bidang kebudayaan dan dan pendidikan. Karya-karyanya banyak dijadikan acuan dalam dunia pendidikan. Jika Ismail seorang penulis, maka Baharudin adalah seorang pelestari zapin Meskom. Sungguh sebuah kampung yang dikenal, terkenal dan terus melejit karena zapin yang terus menyala hingga kini. Dan itu karena kehadiran Baharudin. M Darus E SH sendiri merupakan tokoh budaya yang tidak kalah terkenal dengan sepak terjangnya di bidang pelestarian seni budaya. Maka tokoh yang satu ini dinobatkan sebagai Tokoh Budaya yang disanjungi.

Seluruh penerima anugerah dinilai tim khusus dan mereka dinyatakan layak untuk menerima anugerah tersebut. Anugerah ini diberikan bukan secara tiba-tiba. Tapi, melalui usulan baik oleh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di setiap kabupaten/kota, oleh komunitas atau pun perorangan. Usulan yang masuk lalu diperiksa dan dinilai oleh tim. Mereka terdiri dari Ketua Majelis Kerapatan Adat (MKA) Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau Datuk Seri Al Azhar, Budayawan Riau Datuk TaufiK Iram Jamil dan Budayawan yang juga akademisi Elmustian Rahman.

Kepala Dinas Kebudayaan Riau, Yoserizal Zein, menjelaskan, penghargaan ini baru pertama kali diberikan kepada tokoh budaya, pelaku budaya maupun seni di Riau. Sebetulnya sudah mulai dilaksanakan tahun lalu, tapi karena Covid-19 dan banyak anggaran yang dipotong, maka baru bisa dilaksanakan tahun ini. Penghargaan yang diberikan ini diharapkan bisa menjadi pemicu kepada masyarakat Riau yang bergerak di bidang seni dan buaya Melayu untuk terus bergerak dan bergerak.

"Anugerah budaya ini sebagai bentuk apresisasi kami kepada para seniman, budayawan yang dinilai memberikan kontribusi terhadap perkembangan kebudayaan melayu Riau. Mereka yang terpilih diusulkan, baik oleh OPD, komunitas maupun perorangan. Usulan nama yang masuk kemudian dinilai oleh tim penilai. Semoga tahun depan bisa kami laksanakan lagi dan semoga menjadi penyemangat bagi pelaku seni dan kebudayaan Melayu di Riau," kata Yoserizal.

Anugerah ini sendiri, sambung Yose, mengacu kepada program Dirjen Kebudayaan yang setiap tahun memberikan Anugerah Kebudayaan kepada tokoh dan pejuang kebudayaan di seluruh Indonesia. "Harusnya ada kategori lain selain Tokoh Budaya dan Pelaku Setia seperti yang dilaksanakan Dirjen Kebudayaan, tapi karena keterbatasan dana, kami laksanakan yang mungkin saja. Semoga tahun depan bisa lebih banyak kategori lagi," beber Tuk Yose.

Ketat Prokes
Tidak seperti pemberiann anugerah biasanya. Ruangan yang luas itu terasa lengang. Banyak meja bundar dan kursi. Tapi isinya hanya beberapa. Bahkan satu meja hanya hanya diisi dua sampai tiga orang saja. Sudah pasti semua orang memakai masker. Jarak duduknya juga jauh-jauh. Sungguh, semuanya tetap dilaksanakan dengan mematuhi protokol kesehatan Covid-19. Bahkan, panitia sejak awal mengingatkan kepada penerima anugerah hanya boleh datang sendirian alias tidak boleh membawa teman atau keluarga.

Kursi yang ada hanya diduduki 12 penerima anugerah dari 11 kabupaten/kota, panitia dari Dinas Kebudayaan Provinsi Riau, operator, dan penerima hadiah menang lomba film yang dilaksanakan Dinas Kebudayaan sebelumnya. Kegiatanpun berjalan sangat singkat. Paling lama hanya 1,5 jam. Setelah penyerahan pengumuman, pemanggilan penerima ke atas panggung dan penyerahan piagam serta piala, acarapun berakhir. Bubar.*

Laporan MUSLIM NURDIN, Pekanbaru

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook