DUNIA PERPUSTAKAAN DAN KEARSIPAN RIAU

Menghindari Keterbelakangan Intelektual dan Literasi

Seni Budaya | Minggu, 09 April 2023 - 11:59 WIB

Menghindari Keterbelakangan Intelektual dan Literasi
Kepala Dinas Perpustakaan dan Arsip Riau, Mimi Yuliani Nazir, foto bersama dengan Pustakawan Madya Perpustakaan Soeman Hs, Dody Prayitno, di ruang kerjanya, Rabu (5/4/2023). (HARY B KORIUN/RIAU POS)

Saat pandemi corona terjadi, perpustakaan dan gerakan literasi di Riau mati suri. Kini setelah pandemi melandai, upaya untuk ikut membantu meningkatkan sumber daya manusia (SDM) Riau itu mulai bergairah.

RIAUPOS.CO - SALAH seorang wartawan Tempo, almarhum Amarzan Loebis, pernah menulis pada tahun 2005, bahwa Riau adalah Negeri Shohibul Kitab. Tulisan itu di tahun yang sama mendapat Anugerah Sagang Kategori Karya Jurnalistik Budaya. Amarzan menulis tentang Riau di masa lalu menjadi pusat perkembangan intelektual sejak zaman kolonial Belanda hingga masa kemerdekaan. Riau –yang wilayahnya ketika itu termasuk Kepulauan Riau sekarang— banyak menerbitkan buku yang ditulis oleh para intelektual. Mulai dari Raja Ali Haji, Soeman Hs hingga Hasan Junus, Rida K Liamsi, dan generasi terkini seperti Marhalim Zaini atau yang lain. Sampai sekarang, masihkah julukan itu pantas kita banggakan?


Untuk membuktikan apa yang dikatakan Amarzan tersebut, kita boleh menelisik apakah buku-buku dan naskah-naskah itu masih ada di perpustakaan-perpustakaan di Riau, salah satunya di Perpustakaan Soeman Hs. Namun, urgensinya bukan itu, tetapi apa yang dilakukan perpustakaan dengan gedung yang arsitekturnya menjadi salah satu yang terbaik di Asia Tenggara itu saat ini, setelah sekian lama perpustakaan tersebut ditutup akibat Covid-19 yang menyerang dunia hampir 3 tahun ini.

Perpustakaan tersebut saat ini menyimpan 63.258 judul buku dengan 313.158 eksemplar. Lalu untuk buku digital, ada 1.313 judul dan 3.301 kopian. Data ini diberikan oleh Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Kadispersip) Riau Dra Mimi Yuliani Nazir Apt MM saat ngobrol dengan Riau Pos pada Rabu (5/4/2023) lalu di ruang kerjanya. Ketika itu Mimi didampingi Pustakawan Madya, Dody Prayitno SIP.

Mimi bercerita, dia diangkat menjadi Kadispersip dan berkantor di Perpustakaan Soeman Hs pada Desember 2021 setelah ikut “bertarung” melawan Covid-19 sebagai Kepala Dinas Kesehatan Riau di masa pandemi itu memuncak di daerah ini. Pada tiga bulan pertama, dia hanya belajar, melihat situasi tentang pekerjaan di tempat baru yang jauh dari apa yang selama ini dipelajari sebagai orang kesehatan. Setelah itu dia baru bisa menganalisa tentang pekerjaannya.

Di sini, kata dia, ada dua progam besar, yakni kepustakaan yang terkait dengan literasi di antaranya tentang gerakan gemar membaca masyarakat, akreditasi institusi, perkantoran. Kemudian ada kearsipan yang tata kelolanya diatur UU 43 2009. Lalu, tentang kepustakaan, dia  mengindentikkannya dengan ketika masih di kesehatan. Contoh, kalau di kesehatan itu ada obat yang harus distok opname, di sini juga harus ada buku yang harus distok opname. Dia harus tahu aset negara ini, seberapa banyak buku yang ada: mana yang masih layak baca dan mana yang tidak. Juga  mana yang harus diperbaiki.

 Di perpustakaan ini, terakhir stok opname terjadi pada tahun 2014. Sementara kegiatan stok opname ini  harus dilakukan secara rutin. Hingga bulan Maret 2023, punya 63.313 judul dengan 313.158 eksemplar. Buku-buku itu harus  dijaga karena merupakan aset. Karena ini pelayanan publik terkait dengan giat membaca, ternyata perpustakaan ini harus ada akreditasi, juga pustaka sekolah. Terakhir Pustakan Soeman Hs diakreditasi tahun 2015 dengan kareditasi A. Lima tahun setelah itu harus diakreditasi lagi untuk melihat peningkatan mutu pelayanan publik. 2020 belum bisa melakukan akreditasi karena pandemi corona.

“Ketika saya masuk, langsung melakukan akreditasi, dan dapat akareditasi A lagi. Kenapa harus dikareditasi, karena melakukan pembinaan ke sekolah-sekolah. Kami meminta sekolah juga melakukan akreditasi. Jika induknya tidak diakreditasi, bagaimana kami bisa menyuruh perpustakaan sekolah harus diakreditasi?” ujar alumni Jurusan Farmasi FMIPA Unand angkatan 1984 ini.

Akreditasi ini dilakukan di jenjang perpustakaan sekolah dari SD, SMP, SMA, dan SMK di mana provinsi memiliki kewenangan. Tahun 2022 ada 30 lebih perpustakaan sekolah di kabupaten/kota yang sudah diakreditasi.

 Jika ada masyarakat yang tidak bisa datang ke perpustakaan untuk mengakses buku, Perpustakaan Soeman Hs punya iRiau, yaitu aplikasi pustaka yang bisa diakses lewat telepon pintar. Aplikasi ini banyak dipakai anak-anak muda yang membuthkan bacaan dan memilih tingkat kepraktisannya Layanan Sabtu-Minggu juga dibuka kembali. “Alhamdulillah masyarakat ramai. Kami membuka kelas pemahaman untuk anak-anak dan orangtuanya sekaligus. Misalnya edukasi tentang lalu lintas, edukasi tentang memasak seperti membuat donat, meronce, mendongeng. Intinya, kami ingin mengembangkan perpustakaan ini lebih terbuka dan bukan hanya pemahaman lama tentang perpustakaan yang hanya untuk membaca buku,” ujar Mimi.

Sejak pulih dari pandemi, Perpustakaa Soeman Hs mulai buka pada Juni 2022, secara terbatas. Dibuka secara bebas pada Januari 2023. Sejak itu pengunjung per hari antara 200-300 orang.

Untuk kegiatan literasi  gemar membaca, dilakukan Pekan Aksi Literasi saat hari bebas kendaraan bermotor (Car Feee Day/CFD). Di sana ditampilkan berbagai kegiatan. Ada mendongeng, mewarnai, lapak baca, sosialisasi terhadapa apa pun yang berkaitan dengan leterasi berkolaborasi  Forum Taman Bacaan Masyarakat (TBM), Komunitas Guru Ngopi, Ikatan Guru Indonesia dll, dengan berbagai penampilan dari siswa maupun bahasiswa tentang kebudayaan, sosial, dll. Juga menampilkan permainan tradisional yang selama ini sudah banyak ditinggalkan seperti ular tangga, congklak, dan beberapa permainan tradisional Melayu. Pemahaman tentang literasi digital yang  masuk dalam 6 aspek literasi juga dilakukan di kegiatan tersebut.

Sementara itu, untuk mendukung perpustakaan di pedesaan, jelas Mimi, saat ini di Riau, dari 1800 desa, 47 desa sudah ada perpustakaan berbasis iklusi sosial. Maksudnya adalah untuk meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat di desa tersebut dengan pengadaan buku-buku yang berkaitan dengan kondisi di wilayahnya. Misalnya, jika desa tersebut mengutamakan budidaya nenas, buku-buku tentang budidaya nenas dengan semua turunannya diperbanyak. Jika di sana banyak budidaya ikan, maka buku-buku yang berkaitan dengan budidaya ikan diperbanyak.

Di Kampar, misalnya, ada desa yang konsen untuk budidaya jahe merah --mereka memanfaatkan referensinya dari perpustakaan desa-- ada yang sudah membuat minuman jahe merah yang muaranya adalah peningkatan perekonomian masyarakat di sana. Waktu Kepala Perpusnas, termasuk membawa Gola Gong sebagai Duta Baca Indonesia, masyarakat di sana memberikan testimoninya begitu. Di Riau sudah ada 9 kabupaten yang memiliki perputakaan berbasis inklusi di desanya. Dan itu terus direplikasi. Diharapkan semua desa mempunyai perpustakaan desa yang disesuaikan dengan kondisi desa masing-masing.

“Sebenarnya, sejak adanya dana desa, desa mestinya memberikan anggarannya untuk perpustakaan desa. Dalam Permendes PDT & T Nomor 13 Tahun 2020 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2021, 10 persen dari anggaran desa bisa digunakan untuk peningkatan pelayanan perpustakaan,” ungkapnya lagi.

Di bidang  arsip, Dispersip bekerja sama dengan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) sebagai pencipta arsip, agar menyerahkan arsip yang minimal sudah 10 tahun ke atas. Di tahun 2022, ada 36 OPD, tapi yang menyerahkan arsip baru 12. Yang jadi masalah, tidak semua OPD punya SDM yang bagus di bidang kearsipan ini. Untuk kearsipan ini, Dispersip Riau rangking 5 di tahun 2021 secara nasional, dan rangking 6 di tahun berkutnya. Kesadaran banyak orang, termasuk OPD, tentang pentingnya arsip, masih rendah.

“Kami sedang giat memberi pemahaman tentang pentingnya arsip ini, yakni untuk laporan kinerja dan mengantisipasi persoalan hukum ke depannya,” jelas Mimi.

Pihaknya saat ini juga sedang gencar mencari naskah-naskah Melayu yang masih banyak dipegang oleh masyarakat di pedesaan. Dijelaskan Mimi, pihaknya tak ingin kejadian seperti dulu, yakni naskah-naskah tersebut dijual kepada para pemburu naskah dari Malaysia dan beberapa negara. Misalnya yang terbaru di Kampar, ada seorang anggota masyarakat yang memiliki arsip lama dan pihaknya akan berupaya meminta untuk diselamatkan. Tapi, memang belum berjalan secara baik terkait arsip tersebut.

Perpustakaan Soeman Hs sendiri saat ini ditunjuk oleh Perpusnas sebagai Center of Excellent (CoE) untuk naskah Melayu di Sumatra. Jadi, semua koleksi atau referensi yang berkaitan dengan Melayu (Aceh, Deli, Riau, Jambi, Sumatra Selatan, hingga Bengkulu atau Lampung dan Minangkabau), ada di sini. Dijelaskan Dody Prayitno, untuk CoE itu, khususnya yang bermuatan lokal tentang Melayu, pihaknya yang mengkoordinir di Wilayah Sumatra. Semua dikumpulkan mulai dari monograf, e-books, dan naskah kunonya.

“Dalam hal ini, berarti, tugas kami adalah mengumpulkan dan mengalihmediakan naskah kuno yang kami dapat saat melakukan monitoring ke masing-masing provinsi yang ada di Sumatra. Kenapa Riau yang ditunjuk? Karena secara geografi Riau dianggap lebih aman. Misalnya dari gempa, gunung meletus, banjir besar, dll. Keselamatan tentang dokumen itu diyakini akan terjamin di Riau,” ujar Dody.

Baik Mimi maupun Dody berharap Dispersip Riau, yang didalamnya termasuk pengelolaan Perpustakaan Soeman Hs, terus berkembang dan didukung oleh semua pihak dalam ikut membangun SDM masyarakat Riau lewat berbagai program kegiatan yang dilakukan. Sebab dengan menyediakan bacaan yang bermutu dan kegiatan literasi yang baik, membuat masyarakat Riau akan terhindar dari keterbelakangan intelektual dan literasi.***

Laporan HARY B KORIUN, Pekanbaru









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook