"Kami sangat berterima kasih kepada masyarakat yang senantiasa setia dan bersama-sama, kompak bergotong royong sehingga acara adat ini bisa kami laksanakan setiap tahun, termasuk tahun ini. Kami berharap tahun depan jumlah donatur akan lebih banyak karena tahun ini mengalami penurunan,’’ ungkap Ali Lubis, Kepala Desa Padang Sawah.
Usai makan siang bajambau, tokoh masyarakat, ninik mamak, cerdik pandai turun ke Sungai Subayang, sungai yang membelah Desa Padang Sawah. Mereka naik piaw (sampan mesin) bersama-sama menuju ke sungai perbatasan antara Desa Padang Sawah dengan Desa Domo. Sedang kepala kerbau yang akan dilarungkan ke sungai, diarak sepanjang sungai menuju perbatasan dengan Desa Kuntu. Diletakkan di bagian piaw paling depan. Sedangkan di belakang dubalang yang memegang kepala kerbau itu, berdiri pula datok penguasa sungai.
‘’Assalamualaiakum... Assalamualaikum.. Assalamualaiakum.’’ Datuk Penguasa Sungai mengucapkan salam berkali-kali. Tidak ada satu pun yang menjawab. Baik datuk atau yang lain di dalam piaw, hanya diam. Mereka sudah tahu salam itu bukan ditujukan kepada manusia, tapi kepada siapa saja yang menguasai sungai. Lalu kata-kata daerah berupa pujian dan harapan, terlontar dari bibir Datuk Penguasa Sungai.
Pelarungan kepala kerbau itu sendiri dilakukan di perbatasan sungai antara Desa Padang Sawah dengan Desa Kuntu. Diiringi pula dengan alunan musik calempong yang tidak pernah berhenti di sepanjang jalan sungai. Pemusik ini diletakkan pula di piaw khusus pemain dan pesilat. Prosesi semakin meriah dan menarik dengan adanya silat yang dimainkan perwakilan masyarakat sebanyak dua orang di atas perahu. Panas terik siang itu seolah tak terasa.