Bandar Jiwa, Nanda dan Tempat Pulang

Seni Budaya | Minggu, 07 Maret 2021 - 11:49 WIB

Bandar Jiwa, Nanda dan Tempat Pulang
Para penari yang terdiri Syafmanefi Alamanda, Syukri dan Rizlina Hanan melakukan gerakan-gerakan tari kontemporer dalam pementasan Bandar Jiwa di laman seni Sikukeluang, Gobah, Pekanbaru, beberapa waktu lalu.

Bandar Jiwa adalah sebuah pertunjukan tari kontemporer yang bercerita tentang perjalanan seseorang menemukan jiwanya. Seseorang itu adalah Nanda, pemilik nama panjang Syafmanefi  Alamanda.

(RIAUPOS.CO) - NANDA adalah seorang penari asal Riau. Baginya,  Nanda adalah tubuhnya sendiri, tubuh yang bukan sekedar satuan materi yang hanya bisa diuraikan dalam bentuk anatomi. Tubuh bagi Nanda adalah media bagi dirinya dalam menyampaikan pesan pada khalayak ramai.


Bagi Nanda, tubuh adalah rumah tempat berlabuhnya jiwa yang telah mengembara. Bukan dirinya yang menggerakkan  bukan pula digerakkan. Tapi jiwa lah yang menggerakkannya.

Selain tari, pertunjukan ini juga kaya hasil kolaborasi dengan seni lainnya, seperti musik dan teater. Seluruhnya dibungkus dalam bahasa jiwa yang tenang tapi lantang. Pesan-pesan nampak jelas dalam setiap gerak dan ekspresi.

Nanda tampil sebagai tokoh sentral sekaligus koreografer. Humain Saind Mantra oleh Yuval Avital, penata artistik Bone dan penari Nanda, Rizlina  Hanan, M Sukri.

Di laman seni Sikukeluang, Gobah, Pekanbaru, pertunjukan yang dikemas dalam program 'Mendengar dan Melihat Kita' ini, ditonton secara langsung serta disiarkan  di media sosial.

''Karya baru ini atau karya inovatif merupakan sebuah proses kreatifitas yang dilakukan setiap tahun. Untuk tahun ini  eksplorasi tentang Bandar Jiwa sebagai pabuhan,  dermaga, diri,  jiwa, jantung dan anatomi dalam rasa,'' kata Nanda.

Garapan ini juga terinspirasi dari tubuh Riau yang terdiri dari banyak sungai-sungai besar sebagai nadi transportasi antar desa atau kampungyang semuanya berhilir ke laut Cina Selatan. Semuanya memiliki dermaga, pelabuhan sebagai tempat singgah.

''Maka, kita tidak bisa menolak alkuturasi seni dan budaya, begitu juga dengan tari. Pengalaman empiris menjadi dasar melalui proses mendengar, melihat dan mengalami, kembali ke jiwa dan sang pencipta, kepada sayang dan cinta terhadap diri sendiri dan lingkungan (lokal komtem).

Nanda berharap, semoga semua itu menjadi bahan renungan kreatif ketika hanya diam tidak berbuat.

''Berbuatlah, dan berbagi makna serta rasa. Kami berharap, karya ini dapat mengedukasi tentang hal-hal ketenangan dan kesabaran,'' sambung Nanda.***

 

Laporan KUNNI MASROHANTI, Pekanbaru

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook